24. Pilihan Ratih

108 9 0
                                    


Rudi Prayoga sedang membaca berita di tabletnya sambil ditemani secangkir kopi di teras. Terdengar suara mobil memasuki halaman. Ayahnya Arman itu mengangkat wajahnya. Dilihatnya sosok tegap putranya turun dari mobil.

"Pagi, Pa, " sapa Arman seraya meraih tangan ayahnya dan menciumnya.

"Pagi. Kamu ada apa sepagi ini sudah kemari? Nggak ke kantor atau ke kampus? " tanya Rudi heran.

"Arman cuti hari ini Pa. Mama ada?" tanyanya

"Ada di kamarnya, " jawab Rudi.

"Arman ke dalam dulu ya Pa, ketemu Mama," kata Arman.

Rudi mengangguk, lalu melanjutkan membaca berita di tabletnya.

Arman masuk ke dalam rumah dan menaiki tangga menuju kamar mamanya di lantai dua.

"Maaa ..." katanya sambil membuka pintu kamar.

Ratih yang sedang duduk di depan meja rias menoleh. Senyumnya mengembang melihat kedatangan Arman. Arman segera menghampiri ibunya dan mencium tangannya.

"Ada apa kamu sepagi ini mencari mama?" tanya Ratih heran.

Tanpa melepaskan tangannya dari tangan Ratih, Arman berjongkok di depan ibunya. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, " Arman datang untuk meminta restu Mama agar Arman bisa menikahi Amara, " Ucapan Arman membuat Ratih terkejut. Sejenak dia tertegun, lalu dilepaskannya genggaman tangan putranya itu.

"Apa-apaan ini Arman? Tidak! Mama tidak setuju kamu menikah dengan Amara," kesalnya.

Ratih menatap wajah anaknya dan Arman membalas tatapannya. Matanya menyiratkan permohonan.

"Kenapa, Ma?" tanya Arman.

"Kamu sudah tahu jawabannya. Dari sejak kamu membawa Amara kemari, Mama sudah tidak menyetujui hubungan kalian. Perempuan itu tidak sepadan dengan kita dan lagipula kamu sudah kami jodohkan dengan Renatta. Dia jauh lebih baik dari pacarmu itu," jawab ibunya dengan nada ketus.

"Tapi Ma, terlepas dari dia yatim piatu, Amara gadis baik dan Arman mencintainya," ujar Arman.

Ratih menggelengkan kepala. Dia mencoba menenangkan dirinya sendiri. Menjaga emosinya agar tidak meledak-ledak.

"Mama tetap tidak setuju. Calon istri kamu itu ya Renatta. Kamu harus segera melamar dan menikahinya, " tegas wanita yang melahirkan Arman itu.

"Arman tidak mencintai Renatta, Ma. Percuma menikahinya kalau tidak ada cinta, " tolak Arman. Dia masih berjongkok di hadapan ibunya. Ratih menarik napas panjang.

"Cinta bisa datang belakangan. Renatta pasti bisa membuatmu jatuh cinta padanya," ucap Ratih. Arman menggelengkan kepala.

"Hanya Amara yang Arman inginkan menjadi istri. Tolong Ma, restui kami," tangan Arman beralih memeluk kaki sang Ibu.

"Kamu berani membantah Mama? Apa Amara sudah menjadikanmu seorang anak pembangkang?" seru Ratih

"Sekali tidak, tetap tidak! " lanjutnya. Emosinya mulai tersulut melihat anaknya yang bersikeras meminta restu untuk menikahi kekasihnya.

Arman mengangkat wajahnya menatap wajah Ratih.

"Arman tidak bermaksud buat membangkang. Arman mencintai Amara, Ma. Mama tolong restui hubungan kami. Percaya sama Arman, Amara adalah perempuan pilihan Arman, dia baik dan Insya Allah bisa menjadi menantu yang baik juga buat Mama," Arman berusaha meyakinkan ibunya.

Rudi yang mendengar suara pertengkaran mereka bergegas naik ke lantai dua. Dilihatnya wajah istrinya yang menahan amarah dan Arman yang bersimpuh di hadapan ibunya.

"Ada apa ini, Ma?Arman?" tanyanya.

"Ini anakmu Pa, mau menikah dengan perempuan yang tidak sepadan dengan kita," jawab Ratih dengan emosi.

Rudi menarik napas dalam-dalam. Memandang wajah istrinya.

"Ma, apa sebaiknya kamu restui saja mereka. Papa lihat Amara orangnya baik dan sopan, " Rudi mencoba memberi pengertian.

"Papa ini gimana sih, bukannya kita sudah sepakat sama Haris bahwa kita akan menikahkan Arman dan Renatta, " Ratih menatap tajam mata suaminya. Emosinya kembali tersulut.

"Pernikahan mereka tidak bisa dipaksakan, Ma. Biar nanti Papa yang bicara pada Haris bahwa kita membatalkan perjodohan anak-anak kita," ucap Rudi.

"Tidak!Mama tidak setuju!Mama tahu mana yang terbaik buat Arman. Lebih baik Papa tenangkan saja dia dan bujuk dia agar mau menikah dengan Renatta!" Ratih berkata sinis. Rudi menatap Arman yang masih berjongkok di hadapan Ratih.

"Aku sudah merestui mereka. Sudah cukup kamu memaksa Arman. Biarkan dia menikah dengan perempuan pilihannya," ujarnya.

Ratih menatap suaminya tak percaya. "Papa jangan coba-coba untuk membatalkan rencana pernikahan Arman dengan Renatta, " ancamnya. Kemudian dia melenggang meninggalkan suami dan anaknya . Membanting pintu kamar cukup keras sehingga membuat Rudi dan Arman berjingkat kaget.

***

Rudi menghampiri Arman yang tertunduk lesu di lantai. Dia mengelus bahu sang anak untuk meyalurkan kekuatan.

"Kamu yang sabar ya, biar nanti Papa coba bujuk mamamu lagi," ucapnya.

Arman menatap ayahnya dengan sorot mata harap. "Terima kasih banyak, Pa," katanya.

"Papa percaya kamu bisa bahagia dengan pilihan kamu," kata Rudi.

Arman tersenyum. " Amara alasan Arman bahagia, Pa," ujarnya seraya menggenggam erat kedua tangan ayahnya yang mulai keriput.

"Lelaki itu jika sudah punya niat untuk menikah harus disegerakan. Menikahlah dengan Amara. Setelah itu, kalian berdua harus berusaha meraih restu mamamu. Papa yakin nanti juga mamamu lambat laun akan menerima Amara, " kata Rudi

"Lain kali bilang Papa kalau mau melamar perempuan. Jangan kayak anak remaja, melamar di kafe, pake balon-balon segala," canda Rudi.

Arman tersipu malu, menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ini pasti Beni yang memberitahukan ayahnya. Sungutnya dalam hati.

"Sekarang kamu telepon Amara dan tanyakan kapan kita bisa menemui orang tua angkatnya itu, " kata Rudi.

"Hah? Arman tertegun mendengar perkataan ayahnya. Belum habis rasa kagetnya, ayahnya membalikkan tubuhnya menghadap Arman seraya berkata, "Orang tua angkat Amara pemilik panti asuhan tempat dia dibesarkan kan?" tanya ayahnya. Arman menganggukkan kepala.

"Papa akan melamarkan Amara untukmu, " sambung Rudi.

Kembali Arman menganggukkan kepalanya. Bibirnya mengulas senyum bahagia. 

TAKDIR CINTA AMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang