25.Marrying You

193 11 1
                                    


To me, you are perfect ( Arman Alfadhli )

Satu bulan setelah Arman melamar Amara secara resmi, pernikahan keduanya pun digelar secara sederhana di rumah orang tua angkat Amara. Arman hanya didampingi oleh ayahnya dan beberapa kerabat dekat.

Air mata Amara menetes saat mendengar Arman mengucapkan ijab kabul dan kata 'sah' diucapkan saling menyahut di rumah ayah angkatnya ini.

Dia benar-benar menikah dan sudah sah menjadi istri Arman Alfadhli Prayoga.

"Kamu cantik sekali, Ara," kata Lia, sahabatnya. Amara hanya mengenakan gaun putih sederhana. Rambut panjangnya disanggul minimalis.

"Mas Arman benar-benar tampan, aku tadi sempat melihatnya ketika dia masuk ke sini," lanjutnya. Amara hanya tersenyum.

"Anak Bunda dan Ayah cantik sekali. Selamat ya Sayang, kamu sudah jadi istri. Ayo turun, suamimu sudah menunggu di bawah," Bunda Dewi menghampri Amara dan meraih tangannya.

Amara bediri dan berjalan diapit oleh Bunda Dewi dan Lia. Di tangga dia melihat Arman memakai jas hitam dengan kemeja putih di dalamnya, dasi warna senada melingkari lehernya, membuatnya sangat tampan. Lelaki itu memandangi Amara yang menuruni tangga dengan sorot mata teduh dan lembut.

Bunda Dewi membawa Amara duduk di samping Arman. Selanjutnya mereka saling menyematkan cincin di jari manis masing-masing. Amara menyalami Arman dan Arman mencium kening istrinya. Arman menggenggam erat tangan istrinya ketika dilihatnya Amara meneteskan air mata haru.

***

Setelah acara selesai, Arman membawa Amara ke apartemennya. Arman sudah menyiapkan segala keperluan istrinya, termasuk pakaian. Bahkan dia sudah merombak kamar tidurnya yang bernuansa hitam dan putih menjadi kamar yang layak untuk pasangan suami istri.

Selama perjalanan, tangan kirinya terus menggenggam tangan Amara, sementara tangan satunya memegang kemudi. Arman hanya bisa tersenyum melihat istrinya terlelap.

Tak terasa mobil mereka sudah sampai tujuan, lalu Arman memarkirkan mobilnya di basemen.

"Ara, bangun Sayang. Kita sudah sampai," Tangannya terulur melepas seatbelt yang melingkari perut istrinya. Amara menggeliat sebentar, sebelum akhirnya membuka matanya.

"Maaf ya Mas, aku ketiduran," ucapnya.

"Nggak apa-apa, aku ngerti. Kamu pasti capek banget ya," kata Arman sambil mengusap pipi Amara. "Yuk, kita turun," ajaknya.

Kemudian mereka berdua masuk ke dalam lift yang membawa keduanya ke lantai apartmen milik Arman.

Aroma mawar menyeruak ketika mereka masuk. Amara tercengang melihat ada banyak mawar putih hampir di setiap sudut ruangan.

"Suka?" tanya Arman. Tangannya memeluk istrinya dari belakang. Amara mengangguk.

Arman membimbing Amara menuju kamar. Suasana kamar sudah ditata rapi dengan taburan mawar putih di atas tempat tidur.

"Aku mau mandi dulu biar segar," kata Amara. Kemudian kakinya melangkah ke meja rias di dekat jendela. Duduk di depan cermin dan mencoba melepas sanggul di kepalanya. Arman berdiri di belakang Amara dan memegang bahu istrinya itu. Amara mendadak merasa gugup. Dia menatap suaminya dari pantulan cermin.

"Mas, kamu mau apa?" tanyanya, membuat Arman sedikit terkejut.

"Hmmm, i-ni aku mau bantuin kamu lepasin sanggul, boleh?" kata Arman. Amara tersenyum dan mengangguk. Dengan telaten Arman melepas satu persatu penjepit sanggul yang ada di kepala istrinya.

"Nah, sudah selesai, sekarang kamu bisa mandi," ucapnya.

"Makasih ya Mas, " kata Amara, lalu dia masuk ke kamar mandi tanpa menunggu jawaban dari suaminya. Arman tersenyum kecil melihat tingkah istrinya. Sambil menunggu istrinya selesai mandi, Arman mengganti pakaiannya dengan kaus dan celana boxer. Kemudian menyandarkan tubuhnya di sofa yang ada di kamar sambil melihat-lihat ponselnya.

Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka, muncul Amara dengan gaun tidur berbahan sutra dan handuk yang membungkus rambutnya. Wajahnya terlihat segar. Arman segera berdiri dan menghampiri istrinya.

"Mas, ka--, " ucapan Amara terpotong ketika Arman berkata, "Aku mau mengeringkan rambut istriku," Kemudian tangannya bergerak membuka handuk di kepala Amara dan menggosok-gosokan rambutnya untuk dikeringkan.

Arman menurunkan tangannya dari kepala istrinya, meletakan handuk di atas tempat tidur. Dia memandangi wajah Amara. Perempuan itu tertegun melihat suaminya menatapnya tanpa berkedip. Arman mencium kepala istrinya. Kemudian didorongnya Amara secara perlahan ke tembok, mengikis jarak antara mereka. Lelaki itu menundukkan kepalanya dan mencium lembut istrinya. Amara memejamkan matanya. Sesaat mereka berciuman.

Arman menyudahi ciuman singkatnya. Diusapnya bibir ranum istrinya.

"Aku mandi dulu ya," Arman melangkah ke arah kamar mandi. Amara bergeming, merasakan jantungnya seperti lari marathon.

Selesai mandi, Arman melihat istrinya sudah meringkuk di tempat tidur dengan mata terpejam. Arman membaringkan tubuhnya di sisi Amara dan melingkarkan tangannya di perut istrinya.

"Sayang, kamu udah tidur?" tanyanya.

Tiba-tiba Amara membalikkan tubuhnya menghadap Arman. "Aku ngantuk, Mas," jawabnya masih dengan mata terpejam. Arman tersenyum sambil mengeratkan pelukannya pada istrinya itu. Tangannya menyingkirkan beberapa helai rambut yang menghalangi wajah cantiknya. Tanpa menunggu lebih lama, Arman mengecup bibirnya. Awalnya hanya kecupan ringan, tetapi ketika istrinya membalas ciumannya, lelaki itu mencium bibir ranumnya makin lama dan dalam. Saat mereka sama-sama menggapai udara untuk bernapas, Arman menatap istrinya dalam. "Boleh?" tanyanya. Sesaat hanya keheningan hingga Amara menganggukkan kepalanya. Malam itu menjadi saksi atas cinta mereka berdua.

***

TAKDIR CINTA AMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang