18.Cinta tak Direstui (Part 1)

133 7 0
                                    

Mata Amara menyipit. Beribu pertanyaan hadir dibenaknya. Siapa dia?Bukankah Mas Arman anak tunggal?Lalu, siapa wanita ini?Wajahnya cantik, postur tubuhnya semampai, hidungnya mancung, bulu mata lentik, alis tebal tanpa sulam. Namun, kenapa Mas Arman tidak pernah cerita soal wanita ini?Kehadiran wanita itu membuatnya serasa berhenti bernapas.

Kegelisahan Amara tertangkap oleh Arman. Dia meraih tangan Amara dan menggenggamnya. Wanita berkulit putih itu tersenyum kepada mereka

"Oh kamu sudah sampai ternyata, Mas, " ujar perempuan itu seraya menyunggingkan senyum. Kemudian mengalihkan pandangan pada Amara.

"Kamu pasti Amara, " katanya.

Arman menarik napas kasar. Pasti Mama yang sudah menceritakan tentang Amara padanya. Kesalnya dalam hati.

"Kenalkan aku Renatta. Panggil saja Rena seperti Mas Arman memanggilku," suara wanita itu kembali terdengar.

Arman tercekat mendengar perkataan Renatta. Dia menoleh pada Amara. Gadisnya itu mengangguk dan tersenyum. Amara melepaskan genggaman tangan Arman, lalu dia membalas uluran tangan Rennata.

"Amara." ucapnya.

Rasanya dia sangat minder ketika melihat kesempurnaan fisik wanita di depannya. Tubuhnya lebih mungil dibandingkan dengan tubuh Renatta, yang tingginya hampir sama dengan Arman. Kulit wanita itu putih bersih, sementara dirinya sawo matang.

"Ayo kita duduk santai di sana," ajak mamanya Arman seraya menunjuk ke taman di samping rumah.

Amara merasakan tangannya kembali digenggam oleh Arman. Segaris senyum dibibir lelaki itu membuatnya sedikit tenang. Lalu, dia mengikuti mereka ke taman yang terletak di samping rumah.

"Silahkan duduk," kata Ratih, mamanya Arman. Amara mengangguk pelan. Lalu, dia memilih duduk di samping Arman. Amara melirik Renatta yang duduk di samping Ratih. Dia tampak tersenyum tulus.

Suasana sejenak hening sampai pembantu rumah Arman datang membawa minum dan kudapan.

"Mas, kamu kan suka brownies. Aku bikin sendiri lho. Kamu cobain ya, " suara riang Renatta memecah kesunyian. Amara memperhatikan wanita itu memotong brownies, menaruhnya dalam piring kecil dan memberikannya pada Arman. Namun, lelaki itu memberikannya pada Amara.

"Kamu yang makan aja ya, aku masih kenyang," ucapnya. Amara menerima piring tersebut dengan ragu-ragu. Matanya melirik Renatta yang memandangnya dengan raut wajah kesal.

"Rena pintar bikin kuenya. Nanti kalau kalian sudah menikah, bisa--," ucapan Ratih menggantung ketika Arman menatapnya.

"Mama!" kesalnya.

Perempuan yang melahirkan Arman itu menghela napas kasar dan tidak jadi melanjutkan ucapannya. Sementara Amara menundukkan kepala menatap piring kue dipangkuannya.

"Ara dimakan dong, jangan diliatin," suara Arman mengagetkannya. Amara mengangkat wajahnya. Lalu, dia menggigit brownies pelan-pelan.

***

"Assalamualaikum," sebuah suara berat membuat semuanya menoleh.

"Ternyata kumpul di sini. Ada Rena juga, " sambungnya.

"Papa!" seru Arman. Lalu, dia bangkit dari duduk dan mencium tangan ayahnya. Diikuti oleh Renatta.

Rudi, ayahnya Arman memandang wajah perempuan yang berdiri di samping putranya.

"Kamu pasti Amara, " sapanya.

"Iya Om, " Amara memcium tangan Rudi.

"Jadi ini calon kamu?" Rudi berjalan mendekati istrinya, kemudian duduk di sebelahnya.

Arman mengangguk mantap. Ayahnya Arman menatap Amara yang terlihat gelisah.

"Ehmm, Amara, sejak kapan kamu kenal Arman?" Ayahnya Arman itu menatapnya tajam.

"Pa, kan sudah Arman ceritakan semalam di telepon," jawab Arman.

"Ah iya, papa lupa, " katanya.

"Lalu sekarang kerja apa?" sorot mata Rudi menelisik Amara dengan tajam.

"Saya Desainer, Om. Alhamdulillah sudah punya butik sendiri, " jawab Amara santun.

"Butik?Dimana?" tanya Ratih.

"Laluna, dekat kafenya Mas Arman, " kata Amara.

"Jadi kamu pemilik butik Laluna yang terkenal itu?" tanya Renatta dengan raut wajah tak percaya. Amara mengangguk.

Rivalku ini ternyata bukan orang sembarangan. Renatta berkata dalam hati.

"Orang tuamu?" Rudi bertanya lagi setelah tadi disela oleh istrinya dan Renatta.

Amara tercekat mendapatkan pertanyaan tentang orang tuanya. Sesaat dia terdiam.

"Hmm Pa, orang tua A--," ucapan Arman terputus ketika ayahnya menatap tajam ke arahnya.

"Papa nggak tanya kamu, Arman!" Rudi berkata dengan sedikit penekanan..

"Kedua orang tua saya sudah meninggal. Saya besar di panti asuhan, Om, " Amara memutuskan untuk menjawab jujur.

Raut wajah Ratih dan Renatta langsung berubah mendengar jawaban Amara. Sementara Rudi tercekat mendengar Amara adalah gadis yatim piatu.

"Ara juga Penulis Pa, Ma. Dia sudah menerbitkan lima buah novel. Semuanya best seller lho," Arman mencoba mengalihkan perhatian.

Renatta yang mendengar perkataan Arman terhenyak. Kekasih Arman itu seorang Penulis juga?Hebat.Batinnya berkata.

Tiba-tiba Rudi tertawa. Lelaki yang masih terlihat gagah di usianya yang sudah kepala lima mengambil brownies dari atas pring, mengunyah, kemudian menelannya dengan santai.

Dia menyadari bahwa kekasih putranya itu gugup dengan pertanyaannya.

"Kamu hebat ya Amara, meskipun kamu besar di panti asuhan, kamu bisa sukses seperti sekarang ini, " puji Rudi. Arman tersenyum senang mendengar ayahnya memuji Amara.

"Bagaimana kalau kita makan siang dulu. Nanti ngobrolnya dilanjut setelah makan," lanjutnya.

TAKDIR CINTA AMARAWhere stories live. Discover now