8.Ungkapan Cinta Arman

227 18 7
                                    


Cinta bukan soal siapa yang selalu ada di samping kita, tapi soal siapa yang selalu berhasil muncul di pikiran kita (Arman Alfadli Prayoga)


Suasana coffe shop milik Arman pagi ini masih terlalu ramai. Arman berada di ruangannya di lantai dua, berkutat dengan pekerjaannya. 

Sesekali disesapnya kopi hitam di cangkir yang berada di sebelah Macbooknya. Croissant di piring kecil sudah dihabiskan sejak tadi. Namun, konsep desain yang dia buat belum selesai juga.

 Semalam dia tidak pulang ke apartemennya untuk menyelesaikan pekerjaannya ini. 

Arman menghela napas lelah. Ditekannya tombol pause untuk mematikan laptopnya. 

Dia melepas kacamatanya dan memejamkan mata yang terasa lelah sambil memijitnya dengan jari.

Dia bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju jendela kaca yang terletak di sebelah kiri meja kerjanya. 

Dari sini dia bisa melihat suasana coffee shop dari lantai bawah. 

Matanya menemukan Beni yang sedang melayani Amara. Tanpa sadar Arman tersenyum lalu bergegas turun untuk menemuinya.

"Ara?" sapanya pada perempuan berambut hitam sebahu. 

Amara memakai sweater putih dan celana jins berwarna biru. Terlihat manis di mata Arman. 

Di hadapan perempuan itu ada Macbook yang mirip dengan miliknya, hanya berbeda warna.

Arman melihat perempuan bermata bulat dengan bibir tipis itu tersenyum padanya. 

Tak urung, Arman membalas senyumannya.

"Hai, Mas, " jawab Amara.

"Boleh aku duduk di sini?" tanya Arman. Amara mengangguk pelan.

"Kamu sudah sarapan, Ra?" tanyanya lagi. Amara menggeleng.

"Tasya!" Arman melambaikan tangan pada Tasya. Tasya bergegas menghampirinya.

"Tolong bawakan club sandwich ya buat Amara," perintahnya.

"Baik Pak, " kata Tasya.

Amara memandang lelaki di hadapannya. "Padahal enggak usah Mas. Aku belum lapar, " katanya tidak enak hati. 

Arman melirik jam ditangan kirinya. Sudah hampir jam setengah sembilan, dia bilang belum lapar? Batin Arman

"Ra, kamu enggak pernah sarapan ya?" tanya Arman

"Hari ini lagi malas saja, " jawab Amara.

"Mas Arman nggak pulang ya semalam?" Amara memandang wajah lelaki di hadapannya.

"Lho kok kamu tahu. Kenapa memangnya?" Arman balik bertanya.

"Kusut, " jawab Amara singkat. Arman terkekeh. 

Lalu mereka berdua berbincang mengenai banyak hal. Arman merasa ada sesuatu yang hangat mengalir di hatinya.

***

Jam di pojok sebelah kanan bawah laptopnya menunjukkan pukul sepuluh malam. Amara menguap lebar, berusaha tetap terjaga untuk menyelesaikan naskah novelnya yang harus diserahkan besok kepada editornya. 

Dia menguap untuk kesekian kali, meraih cangkir kopi ingin meneguk isinya, akan tetapi ketika melirik bahwa cangkir itu telah kosong, Amara mendesah pelan. Amara meletakkan cangkir di meja, bangkit dari kursi dan meregangkan badannya yang terasa kaku dan lelah setelah tiga hari berusaha menyelesaikan naskahnya.

TAKDIR CINTA AMARAWhere stories live. Discover now