23. Sebuah Kebetulan

115 9 1
                                    


"Ben, bagaimana? Sudah dapat company profile nya Locatea?" tanya Arman pada Beni sepulangnya dari mengajar di kampus.

Beni mengangguk. "Sudah saya kirimkan ke email Bapak, "

"Oke, thanks, " Arman menjawab singkat, lalu naik ke ruangannya di lantai dua.

Arman berencana untuk membuat minuman baru berbahan dasar teh untuk di kafenya. Sudah beberapa hari ini dia dan Beni mencari produk teh yang berkualitas. Pilihannya jatuh pada Locatea, produk teh local yang memiliki pabrik di kawasan Lembang, Bandung.

Arman menatap layar laptopnya. Membuka company pofile yang dikirimkan Beni lewat email. Mata elangnya menelusuri kalimat demi kalimat yang tertera.

Lokate, perusahaan ini selain memproduksi teh kering, juga memproduksi minuman teh siap minum dalam kemasan botol. Arman pernah membeli teh kemasan botol produksi mereka di mini market dekat kampus. Lokatea hanya menggunakan bahan baku asli dan alami. Daun tehnya dipetik dari perkebunan sendiri. Meskipun terbilang baru, Lokatea telah merambah pasar internasional dengan mengekspor produk-produk ke beberapa negara di Asia, Amerika dan Eropa.

Surya Adiwarman, Arman mengeja dalam hati nama pemiliknya. Tampak foto seorang pria tua yang berusia kira-kira tujuh puluh tahunan mengenakan dasi dan jas biru. Wajahnya terlihat berwibawa. Rambutnya yang sudah memutih tidak mengurangi ketampanan lelaki tua itu. Arman tersenyum, menutup company profile tersebut. Kemudian jemarinya menari di atas keybord menuliskan sesuatu dan mengirimkannya pada email yang tertera di bawah alamat pabrik Locatea. Setelah selesai, dia menutup Macbooknya dan beranjak keluar ruangan. Tubuh tegapnya menuruni tangga dan menghampiri Beni di ruangannya di bawah.

"Ben, saya sudah mengajukan penawaran bisnis dengan Lokatea lewat email. Tolong kamu follow up ya dan kabarin saya. Bikin janji temu juga dengan Pak Surya, pemiliknya, " terang Arman. "Saya mau nyusul Nathan dulu, meeting di Hotel Royal, " sambungnya lagi yang dijawab anggukan oleh Beni.

***

Di sisi lain

Lelaki tua itu tampak menyimak penjelasan asistennya tentang seorang Arman Alfadhli Prayoga. Matanya menatap foto cucunya bersama Arman, yang di screen shoot dari media sosial milik Amara. Bibirnya mengulas senyum bahagia.

Arman Alfadhli Prayoga, lelaki tua itu memandang pria tampan yang tampak serasi di sisi Amara. Pemilik dari Kafe "Kopiku" yang mempunyai banyak cabang di berbagai kota karena kualitas dan rasanya. Selain itu pria muda ini memiliki perusahaan Design dan Interior, juga seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di ibukota.

Hebat! Surya berdecak kagum dalam hati. Namun, wajahnya menjadi mendung ketika Fahri yang duduk di hadapannya berkata, "Sebetulnya oleh orang tuanya Arman telah dijodohkan dengan Renatta, anak dari Haris Saksena," Kalimat yang diucapkan oleh asistennya itu membuat Surya geram. Lagi-lagi Haris kembali mengusik kehidupannya.

"Tapi Bapak nggak usah khawatir, perempuan yang dicintai Arman hanya Amara. Mereka sudah bertunangan beberapa bulan yang lalu," lanjut Fahri.

"Kamu terus pantau mereka. Jangan sampai Haris mencelakai cucuku, " kilatan amarah masih terlihat di wajah Surya. Fahri menganggukkan kepalanya.

"Oiya Pak, Arman mengajukan penawaran bisnis dengan Lokatea, " kata Fahri.

Surya mengerutkan keningnya. "Bisnis?" tanyanya.

"Saya baru terima emailnya tadi pagi. Dia berencana untuk membuat berbagai macam minuman baru untuk kafenya dari bahan dasar teh dan mengajak Lokatea untuk bekerja sama," terang Fahri.

"Saya sudah forward emailnya ke email Bapak, mungkin Bapak mau membacanya terlebih dahulu, " sambungnya.

Surya tersenyum. Apakah ini sebuah kebetulan yang akan membawaku bertemu cucuku?Batinnya bertanya.

"Aku tak perlu membacanya. Atur pertemuan dengannya minggu depan. Aku sendiri yang akan menemuinya," ucap Surya.

***

Satu minggu setelah penawarannya mendapat tanggapan dari Lokatea, kini Arman sedang dalam perjalanan menuju Lembang. Setelah menempuh kurang lebih empat jam perjalanan, akhirnya dia sampai di tujuan.

"Selamat datang di perkebunan teh Lokatea, Pak Arman. Saya Fahri, asistennya Pak Surya." Seorang lelaki muda seusianya menyambut Arman dan memperkenalkan diri.

"Anda sudah ditunggu Pak Surya di Vilanya. Pakai mobil saya aja, biar mobil Pak Arman disimpan di sini, " lanjut lelaki itu. Arman mengikuti langkah Fahri menuju Fortuner hitam.

"Saya pikir meetingnya mau di kantor, Pak Fahri, " kata Arman. Fahri tersenyum.

"Bapak memilih di Vilanya karena kesehatannya lagi tidak baik, " jawabnya.

Tak lama mereka sampai di Vila yang hanya berjarak lima belas menit dari kantor. Surya Adiwarman menyambutnya di teras.

"Selamat datang, Pak--, " ucapan Surya terpotong oleh kalimat Arman.

"Panggil saya Arman saja Pak Surya. Saya lebih muda dari Bapak," ucapnya santun seraya menjabat tangan pria tua yang berdiri dengan tongkat di tangan kanannya.

"Baiklah, " kata Surya. Kemudian mempersilahkan Arman untuk duduk.

Tak lama seorang perempuan setengah baya muncul dari dalam sambil membawa nampan berisi minuman.

"Teh?" sebuah cangkir putih berisi teh panas disodorkan Surya kepada Arman.

"Terima kasih, Pak, " Arman menerima uluran cangkir berisi teh panas dengan asap yang masih mengepul. Cocok sekali diminum di tengah udara dingin Lembang.

Arman mengangkat cangkirnya dan meniup-niup teh sebelum mulai meneguknya dengan perlahan . Meresapi aroma teh yang dihasilkan dari perkebunan Lokatea. Aroma dan rasa yang sempurna, seperti yang diinginkannya.

Tanpa dia sadari, Surya memperhatikannya dari tadi. Hati pria tua itu jatuh simpatik pada pengusaha muda di hadapannya. Dia bersyukur Amara mendapatkan lelaki santun ini.

"Ceritakan bisnis kafemu, Nak Arman dan apa yang kamu inginkan dariku," ucapnya. Tangan keriputnya meraih cerutu dari dalam kotak, menyalakannya dan mengisapnya perlahan. Arman meletakkan cangkir tehnya. Kemudian bercerita panjang lebar mengenai maksud dan tujuannya bertemu Surya. Lelaki tua itu mendengarkannya dengan serius.

Menjelang siang, Surya mengajak Arman untuk melihat pabrik tehnya. Setelahnya mereka makan siang bersama sambil berbincang hangat. Surya pun menyetujui untuk menjadi rekan bisnis Arman.

"Semua berkas-berkas nanti akan diurus oleh Fahri. Nak Arman, langsung saja berhubungan dengannya, " ucap Surya.

"Baik, Pak. Nanti setelah sampai di Jakarta, saya akan menghubungi Pak Fahri untuk mengurus segala sesuatunya, " ucap Arman.

"Maaf Pak Surya kalau saya boleh bertanya, Bapak tinggal sendiri di sini?" tanya Arman. Surya tercekat mendengar pertanyaan Arman. Lelaki tua itu termenung sejenak. Arman yang melihat perubahan pada raut wajah Surya merasa tak enak.

"Maaf, saya bukan bermaksud untuk lancang dengan pertanyaan saya tadi, " katanya.

"Tidak apa-apa Nak Arman, " jawab Surya seraya menyunggingkan senyum tipis.

"Ya, saya tinggal sendiri. Istri dan anak saya sudah lama meninggal karena sakit, " Surya menjawab singkat pertanyaan Arman. Mendengar jawaban Surya, Arman hanya menganggukkan kepalanya.

Melihat wajah Surya yang mendung, Arman mengalihkan pembicaraan pada bisnis yang akan dijalanin mereka. Menjelang sore, Arman pamit untuk kembali ke Jakarta.

TAKDIR CINTA AMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang