19. Cinta tak Direstui (Part 2)

159 5 0
                                    


Amara dan Arman duduk di kursi meja makan bersama kedua orang tua Arman dan juga Renatta. Mereka menyantap makan siang bersama-sama.

"Ma, kamu yang masak rendangnya?" tanya Rudi pada istrinya.

"Bukan, Rena yang masak. Kenapa Pa?" tanya Ratih.

"Enak," puji Rudi.

Renatta tersenyum senang mendengar pujian dari ayahnya Arman itu.

"Kalau Om suka, nanti Rena bikin lagi, " katanya.

Pandangan Rudi beralih pada Amara yang duduk di samping puteranya.

"Kamu bisa masak, Ara?" tanyanya. Dia mengikuti Arman memanggilnya 'Ara.'

Amara mengangguk. " Bisa. Om dan Tante mau dimasakin apa?" jawabnya.

Sewaktu masih di panti asuhan, Bunda Dewi mengajarinya memasak agar Amara bisa membantunya menyiapkan makanan untuk anak-anak panti asuhan.

"Nanti juga Papa dan Mama bisa tiap hari dimasakin Ara," ucap Arman. Dia senang ayahnya bersikap ramah pada Amara.

"Tapi Mama lebih suka dimasakin Rena, " tukas Ratih.

Amara tercekat mendengar perkataan ibunya Arman. Tak lama dia merasakan tangan Arman menggenggamnya erat dari bawah meja.

"Mama kan belum merasakan masakan Ara. Enak kok. Arman sering dikirimin makanan buatan Ara, " lelaki itu membela kekasihnya. Ratih memandang kesal putranya.

"Arman benar Ma, lain kali kita coba ya masakannya Ara," Rudi berusaha menengahi.

"Ayo habiskan makanan kalian. Setelah ini, ada sedikit yang mau papa bicarakan sama kamu, Arman, " sambungnya.

"Baik Pa, " jawab Arman.

Kemudian suasana hening, hanya terdengar suara dentingan piring dan sendok beradu.

***

Setelah makan siang, Arman menemani Amara sebentar melihat bunga-bunga koleksi mamanya. Sementara Renatta memilih untuk duduk santai di ruang keluarga sambil membuka akun sosial medianya. Sedangkan Ratih terlihat menerima telepon dari seseorang.

"Mama suka sekali bunga. Di lantai atas masih banyak koleksinya. Kalau Papa suka membaca. Nanti kalau Papa mengizinkan, aku ajak kamu ke mini library di ruang kerjanya, " terang Arman. Amara tak beraksi atas penjelasan Arman. Matanya sibuk melihat-lihat koleksi bunga anggrek milik ibunya Arman.

"Ara, maafkan sikap mama tadi ya, " lelaki itu memegang kedua bahu Amara dan memutar tubuh kekasihnya itu menghadapnya. Amara menatap Arman.

" Nggak apa-apa kok, Mas, " ucapnya pelan.

"Kan aku udah janji tadi kalau lain kali aku akan memasak untuk Om dan Tante," lanjutnya.

"Terima kasih atas pengertianmu," kata Arman seraya mengusap pipi Amara.

"Mas Arman, dipanggil Bapak ke ruang kerjanya, " tiba-tiba suara Bik Imas mengagetkan mereka.

"Aku tinggal dulu ya, Sayang, " kata Arman.

"Oiya Bik, tolong bikinkan minuman buat Ara ya, " perintah lelaki itu pada pembantunya.

"Baik Mas, " jawab Bik Imas.

Amara duduk di kursi dekat taman. Sebenarnya dia ingin menanyakan pada Arman mengenai Renatta, tapi keburu kekasihnya itu dipanggil oleh ayahnya. Sambil menunggu Arman, Amara mengambil sketchbook dari dalam tasnya, lalu mulai menggambar desain baju.

Tak lama Bik Imas datang membawa segelas es teh dan setoples kue kering. Dia meletakkannya di meja depan Amara.

Terima kasih, Bik," ucap Amara.

Bik Imas mengangguk, lalu berlalu dari hadapan Amara.

Tanpa terasa sudah satu jam berlalu. Amara mulai bosan dan memutuskan untuk mencari ibunya Arman atau Renatta. Dia berniat untuk mengobrol dengan mereka. Amara melangkahkan kaki ke dalam rumah. Dia melewati dapur dan ruang makan, namun tak ditemui seorang pun. Kemudian Amara melangkahkan kakinya ke ruang keluarga.

"Kamu tenang saja Rena, Tante pastikan kamu dan Arman akan menikah," suara ibunya Arman menghentikan langkahnya. Dari balik pembatas ruangan, dia berdiri tegak, menyimak percakapan mereka.

"Bagaimana dengan Amara, Tante? Sepertinya Mas Arman mencintainya," kata Renatta.

"Gadis itu tidak akan menikah dengan Arman. Kamu dengar sendiri kan tadi dia mengatakan kalau dia yatim piatu. Latar belakang keluarganya tidak jelas, " ujar Ratih.

"Kamu yang lebih pantas bersanding dengan putra kami," sambungnya. Renatta mengangguk.

"Kamu menyukai Arman kan Ren?" tanya Ratih. Renatta mengangguk.

"Kalau begitu, biar Tante yang urus, " ucap ibunya Arman.

Deg ..., Amara merasa seolah jantungnya berhenti. Jadi Mas Arman ternyata sudah dijodohkan dengan Renatta? Kenapa dia nggak pernah cerita?Memikirkan itu membuat tubuhnya lemas seketika dan dadanya sesak. Kini Amara mengerti mengapa ibunya Arman tidak menyambutnya dengan ramah.

Jika tahu dari awal, aku tidak akan menerima lamaran kamu, Mas. Tak lama air matanya mengalir. Amara menggigit bibir bawahnya, meredam tangisan. Dia menarik napas, menghembuskannya. Kemudian membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali menuju taman.

Dilihatnya tubuh tegap Arman sudah berdiri di sana. Amara segera menghapus air matanya dan bergegas berjalan menghampiri kekasihnya.

"Kamu dari mana, Sayang?" tanya Arman.

"Toilet, " jawabnya datar. Arman menatap heran kekasihnya.

"Mas, aku pamit pulang ya. Barusan Mala mengirim pesan kalau nanti sore ada klien yang ingin bertemu, minta dibuatkan gaun pengantin, " Amara berbohong.

"Baiklah kalau begitu, kita pamit dulu sama Papa dan Mama," Arman merangkul bahu Amara.

"Eh Mas, aku pulang sendiri saja. Kebetulan sudah pesan taksi online tadi. Tinggal menunggu, " Amara melepaskan tangan Arman dari bahunya.

Arman mengerutkan kening. Ada apa ini? Batinnya berkata.

"Batalkan taksi itu Ara. Kamu datang sama aku, pulang juga harus sama aku," kesal Arman.

"Mas, kamu harus menemani Renatta, dia calon istri kamu kan?" Amara menatap kekasihnya. Arman tercekat mendengar perkataan Amara.

"Aku ke dalam dulu, mau pamit pada Om dan Tante, " Amara segera melangkahkan kakinya.

"Apa-apaan ini Ara!" Arman mencekal tangannya.

"Lepasin Mas, taksinya sudah di depan rumah," Amara berusaha melepaskan diri dari cekalan tangan kekasihnya. Setengah berlari dia masuk ke dalam rumah untuk berpamitan tanpa memberikan kesempatan Arman untuk menjelaskan.

TAKDIR CINTA AMARAМесто, где живут истории. Откройте их для себя