12. Sweetnes of Our Love

98 11 7
                                    


Meskipun pertemuan Arman dengan Amara diawali dengan 'kebetulan' tapi kata orang tidak ada yang namanya kebetulan. Semuanya sudah diatur oleh Yang Mahakuasa.

Arman tidak pernah menyangka bahwa kedatangannya ke butik Laluna untuk meminta maaf ternyata menumbuhkan benih cinta dihatinya. Berulang kali dia mencoba untuk mengabaikan perasaannya, akan tetapi rasa untuknya terus tumbuh dari hari ke hari. Arman menyadari bahwa pernyataan cintanya untuk gadis itu terlalu cepat, wajar saja jika Amara masih terlihat ragu untuk menerimanya. Mereka belum terlalu lama saling kenal. Namun, Arman bersyukur perempuan itu menerima pernyataan cintanya. Seiring berjalannya waktu, dia akan berusaha untuk membahagiakan Amara.

Arman memasuki Coffee Shop dengan langkah tergesa-gesa. Hari ini dia harus mempresentasikan desain untuk kliennya di Bali. Rencananya kliennya tersebut akan datang ke kantornya jam sembilan pagi ini. Meskipun belum lama berdiri, Urban Design dan Arsitektur, perusahaan yang dirintisnya sudah memiliki banyak klien.

Langkah kakinya terhenti ketika melihat Amara ada di dalam. Wajahnya terlihat serius menatap Macbook di hadapannya. Arman tersenyum.

"Nggak bosan menulis?" Tangannya memeluk Amara dari belakang. Amara tersentak kaget.

"Mas, lepasin, nggak malu dilihat sama Beni dan Tasya?" Dia berusaha melepaskan diri dari tangan kekar Arman yang memeluknya. Arman bergeming, malah mempererat pelukannya. Dia menyukai aroma vanila dari tubuh Amara. Diciumnya mesra pipi kekasihnya itu.

"Ya ampun Mas, aku pulang aja deh kalau kamu kaya gini terus. Tuh liat, udah banyak orang," protes Amara. Arman terkekeh. Melepaskan pelukannya, lalu duduk di samping Amara. Tangannya meraih kedua tangan Amara dan meletakkannya di atas pahanya.

"Hmm Ra, kencan pertama kita kamu mau pergi ke mana?" tanyanya.

Amara tertawa mendengar pertanyaan lelaki di hadapannya.

"Kok tertawa sih? Kamu nggak mau ya kencan sama aku?" Arman memasang muka merengut. Amara menghentikan tawanya.

"Kamu ini Mas, kayak remaja aja ngajakin kencan," katanya.

"Aku serius, Ra," ucap Arman seraya memandang wajah cantik Amara. Amara terdiam, membayangkan melihat sunset di pantai pasti sangat romantis.

"Cepetan Sayang, aku ada presentasi. Sebentar lagi klienku datang," ucap Arman gemas.

"Ke pantai, " jawab Amara riang.

"Ok, kalau begitu hari sabtu kita ke pantai," kata Arman.

"Aku ke atas dulu. Aji sudah menungguku. Nanti kita makan siang bareng ya," Arman bangkit dari duduknya, mencium puncak kepala Amara sekilas lalu bergegas menuju lantai dua.

***

Sabtu pagi, Arman menjemput Amara di apartemennya. Amara sangat bersemangat. Melihat sunset dengan kekasih bukankah sangat romatis?Batinnya berkata.

Jarak pantai yang cukup jauh membuat mereka harus berhenti untuk makan dan salat Dzuhur di masjid terdekat. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju pantai.

Amara berlari kecil dengan kaki telanjang ketika sampai di pantai. Arman tersenyum melihatnya. Kekasihnya itu terlihat cantik dengan dress selutut motif bunga-bunga berwarna biru dipadukan dengan cardigan warna senada. Tidak ada yang lebih menggembirakan selain berdua dengan gadisnya sepanjang hari.

"Mas, sini duduk di pasir, " ajak Amara.

Amara menghampiri dan duduk di samping Amara. Mereka memandang ke arah laut lepas.

"Masya Allah ini sangat indah," bisik Amara melihat ke arah laut.

Deburan ombak mengenai kaki mereka. Amara melihat ke arah Arman. Lelaki tampan dan mapan di sebelahnya adalah perpaduan apik yang Allah ciptakan dalam kehidupan Amara. Meskipun mereka belum lama saling kenal, tapi dia bisa melihat ketulusan cinta Arman padanya.

"Nggak usah segitunya mengagumi calon suami," Arman memalingkan wajahnya hingga kening mereka hampir beradu. Amara memerah, dia sangat malu sekarang.

Arman merangkul pundak kekasihnya dan Amara menyandarkan kepalanya pada pundak lelaki itu. Mereka tenggelam dalam suasana hening. Arman menatap Amara, menarik wajah kekasihnya itu dan mencium bibirnya. Meskipun hanya beberapa detik, tapi membuat Amara hampir terjungkal ke belakang saking kagetnya. Jantungnya berdetak kencang.

Amara menarik kembali wajah Amara. Namun Amara segera mundur untuk mencegah Arman melakukan tindakan yang lebih jauh.

"Jangan macam-macam Mas, belum halal, " katanya membuat Arman tertawa.

"Jadi kamu minta dihalalin nih?" candanya. Wajah Amara kembali memerah.

"Ya udah, kalau kamu nggak mau. Masih banyak kok lelaki yang mau menghalalkan aku, " Amara menggoda Arman. Lelaki itu mencium keningnya.

"Nggak boleh ada lelaki lain. Kamu milikku," bisiknya lembut. Amara merasa jantungnya seperti lari marathon mendengar perkataan kekasihnya itu.

Hari semakin gelap, pantai menjadi semakin hening. Hanya deburan ombak yang terdengar saling bersahutan. Terdengar suara adzan Maghrib berkumandang.

"Salat dulu yuk, lalu kita pulang, " ajak Arman.

"Pulang?" tanya Amara.

"Ya masa mau nginap, kan belum halal, " canda Arman yang disambut tawa renyah Amara.

Mereka bangkit dari duduknya, mengibaskan pasir yang menempel pada baju mereka, lalu berjalan bergandengan tangan menuju masjid yang tak jauh dari pantai. 

TAKDIR CINTA AMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang