Prolog: Alkisah Sekeping Benih Harapan

182 44 34
                                    

Dia merupakan perwujudan yang paling dinanti para penghuni Kerajaan Langit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dia merupakan perwujudan yang paling dinanti para penghuni Kerajaan Langit. Dia persis bagaikan bayi fana yang kelak penyambutannya begitu membahagiakan sepanjang rencana.

Itulah dia, bagian kecil dari Pohon Kadaroak yang menampung masa lalu dan masa depan; sekeping benih bertabur harapan bagi kehidupan fana yang kelak mendatangkan kejayaan pula.

Namun, tiba masanya batang dari Pohon Agung menghitam tepat memperlihatkan apa-apa yang kelak terjadi padanya.

Tunasnya amat lambat bertumbuh, sementara akarnya terus menjalar.

Terus ia menembus hingga lapisan terendah Kerajaan Langit, merusak tatanan alam semesta yang telah Kau ciptakan.

Maka kehadirannya kelak menjadi kabar baik bagi Ia yang Dijatuhkan Dari Surga.

Itulah kebahagiaan baginya; sebuah kekuatan baru untuk menjatuhkan-Mu dari singgasana Yang Maha Agung lewat si Kecil Penuh Harapan.

Luntur sudah kegembiraan penghuni Kerajaan Langit oleh kegetiran yang teramat sangat. Namun, Dia Yang Maha Bijaksana menanggapi dengan begitu tenangnya.

Disaksikan Dewa dan Dewi serta Pasukan Kerajaan Langit, telah Ia cabut benih itu dari sisi Pohon Kadaroak. Ia turunkan benih mungil itu kepada kaki tangan-Nya.

"Kuserahkanlah ia kepada Kalian, wahai Anak-Anak-Ku yang terlahir dengan roh mulia," sabda-Nya. "Biarkan pula ia memilih tempat yang diinginkannya untuk berlindung dari tangan-tangan yang kotor."

Dijatuhkanlah benih itu, lantas memilih Dewi Kembar untuk dijadikan pangkuannya. Sukses ia membuat kedua saudari terpana akan roh yang bersemayam di dalam si benih mungil.

Hidupnya; matinya. Juta-juta cabang takdir yang ia perlihatkan—mengenai makhluk fana, Dunyia, bahkan dirinya—tiada henti mengiris hati Dewi Kembar, sekaligus membesarkan tekad untuk bersungguh-sungguh melindunginya.

"... Maka atas sabda-Mu, Yang Maha Mulia, akan Kami ciptakan tempat untuknya agar ia terhindar dari Ia yang Terlaknat," ucap Si Pemegang Kematian.

"Namun, Engkau Yang Maha Pengasih, izinkanlah Kami untuk mengembuskan segala-gala yang ia butuhkan semasa hidup di alam yang Kami berikan." Begitulah Si Pemeluk Kehidupan menyambung saudari.

Pun, Sang Pencipta merestui.

Benih itu diberikan perlindungan berupa tabir pelindung penuh khayal. Lekas ditenggelamkanlah ia ke dasar Kolam Teratai Fana.

Demikian ....

Nan jauh dari sana, dentang lonceng gereja bergemuruh.

Begitulah pemilik sepasang netra senada batu kecubung menjeda lantun dongengnya, bersama senyuman yang kemudian dia jatuhkan kepada anak-anak yang betapa khidmat mendengarkannya.

Namun, alih-alih bergembira akan senyum yang diumbar si wanita, di antaranya mulai terang-terangan menunjukkan betapa tak sabar mereka menanti.

"Ibu Gentiana! Jangan menggantung ceritanya seperti itu!" tuntut salah seorang gadis kecil. "Apa yang terjadi pada benih mungilnya?"

Melebar senyum si ibu asuh bersama kekehan tertahan atas tuntutan suara melengking itu.

"Maaf, Cera. Lonceng gereja mengalihkan perhatian Ibu," ucapnya, yang kembali menjeda sebab dentang kedua mulai terdengar.

Hingga tersisa gema dari lonceng raksasa itu, barulah Gentiana menghela napas dalam-dalam, lalu utuh menuntaskan dongeng dengan berujar, "Demikian ia ditinggalkan dengan persiapan yang nyaris sempurna. Namun, siapa pun yang menjadi saksinya, tidak pernah lupa akan eksistensinya."

Akan tetapi, tampaknya anak-anak sama sekali tidak puas.

Pada akhirnya, mereka mulai merenungi apa yang terjadi pada si benih mungil milik Sang Pencipta; masing-masing pula bergelut di dalam pikiran, tenggelam di dalam khayal mereka.

Sampai dentang keempat kembali menggaung, seorang bocah bersuara, "Ibu Gentiana, jika ia berada di dasar kolam itu, apakah mungkin kini ia berada di Dunyia?"

"Mungkin," sahut Gentiana, yang kemudian disambut dengan sekelebat gumaman kagum. "Oleh karena itu penting bagi kita, makhluk fana, untuk saling menyayangi satu sama lain. Sebab mungkin atas kehendak Mereka, bisa saja dia diturunkan dengan wujud makhluk fana—"

Nasihat si ibu asuh terputus, sekali lagi perhatiannya teralih.

Bukan.

Kali ini bukan lonceng gereja yang sampai membuatnya meluruskan pandangan.

Melainkan derik pintu yang menghadirkan sesosok gadis kecil berambut panjang.

Dia terlihat terengah-engah, tetapi sedikit pun tak menyurutkan semringah di wajahnya yang mungil konon manik keemasannya jatuh kepada sosok Gentiana.

Demikian ia merentangkan tangan, berbangga atas Jubah Upacara Agung yang kebesaran membalut tubuhnya yang mungil, lalu berseru, "Ibu Gentiana! Lonceng sudah berdentang, saatnya berdoa!"

Manalah Gentiana tahan untuk tidak tertawa atas perbuatannya yang menggemaskan. Namun, pada akhirnya ia bangkit, membimbing anak-anak sembari berkata, "Kalian mendengar Rin. Saatnya bersiap untuk berdoa sebab Sri Paus akan datang ke Gereja Utara."

Lekas sorak-sorai anak-anak meledak, bersama-sama mereka berhambur mempersiapkan diri sementara Rin menghampiri Gentiana.

Dia diizinkan hidup di sekitar kita, batin si ibu asuh menyenandungkan nasihat yang ia telan bulat-bulat bersama meluapnya kegembiraan gadis kecil di depannya. Pun, ia berada teramat dekat dengan kita.

Dentang kelima lonceng gereja berdentang lebih keras usai ia mengakhiri patah kata dalam hatinya.[]

[]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
SeeressWhere stories live. Discover now