V. Kobaran Sepucuk Harapan [2/3]

14 6 0
                                    

Tampaknya melemparkan pedang besar yang sedari tadi ia pikul ke tabir pelindung bukanlah tindakan bijak. Dia tidak tahu tipe dan setiap elemen yang dimiliki para ahli Aora yang menjaganya, pula seberapa besar pengaruh mereka dalam memperkuat tabir pelindung tersebut.

Maka Ravn lemparkan satu belati berlumur tanah yang telah ia alirkan elemen api ke bilahnya. Persis belati tersebut menancap di celah bebatuan lantai, secepatnya elemen api menyebar membentuk tabir penghalang sementara si pria muda melangkah masuk.

Ringan sekali langkahnya hingga seorang yang berjaga di samping pintu terperanjat mendapati Ravn yang begitu santai melenggang. Pun, keempat penjaga tabir pelindung si Wadah nyaris tak mampu menyembunyikan sirat keheranan dari mulut mereka yang terperangah.

Sebisanya sang tamu bersikap wajar, tetap tenang bersama ekspresi minim yang ia punya sementara kakinya terus membawa ia mendekati keempat penjaga tabir pelindung.

"Ah, kupikir Ayah telah memberi tahu kalian kalau aku hendak datang untuk pemberkatan dari Sang Penghancur?" Begitulah ia berujar tepat ia mengusap tengkuk dan mengempaskan tangannya dengan ringan.

Dia tengah melempar belati bayangan pemberian Arslan ke Alat Penyampai Kode Udara. Sulit untuk diterawang oleh pandangan mata, konon pula kehadiran Ravn telanjur membuat mereka memakukan atensi terhadapnya.

Pun, tidak sedikit rasa percaya singgah di antara mereka kala mendengarkan perkataannya. Sebab selama lima tahun ini, bahkan Ravn tidak pernah mampir untuk pemberkatan sebelum berangkat menjajah. Terasa sangat janggal ia tiba-tiba datang dan meminta pemberkatan.

Yah, memang keputusan bodoh mengarang sedemikian rupa. Namun, alih-alih mundur dan angkat senjata, sekenanya Ravn menaikkan bahu sembari mengangkat tangan sejajar siku.

Kali ini ia melemparkan sepasang belati bayangan ke arah dua pintu masuk lainnya.

"Memang membutuhkan waktu lama untuk tersadar," katanya melanjutkan sandiwara. "Kupikir pemberkatan tidaklah terlalu lama, mengingat kami saling terjalin bagai saudara sedarah."

Sungguh, Ravn menahan mual kala memuntahkan patah kata itu. Selanjutnya ia meneruskan, "Setelah itu, aku bersumpah akan benar-benar kembali."

Ah, lalu dia mendustai mereka di atas sumpah pula.

Semoga Sang Pencipta memaafkannya.

Dua ahli Aora di hadapannya saling pandang. Jarang sekali terdapat para ahli Aora dari Enfierno memiliki kemampuan telepati. Meski demikian pastilah mereka tengah berkomunikasi lewat isyarat mata, sebab salah satu di antara mereka mengangguk sebelum keduanya mempersilakan Ravn untuk mendekati tabir pelindung.

Ah, tampaknya mereka tak mau menanggung hukuman berat. Begitulah satu langkah mudah terlewat sebagaimana Ravn membalik telapak tangan. Memang, itu keputusan yang bijak bagi para ahli Aora, sebab melawan Serangkaian Api maupun Budak Kegelapan adalah larangan.

Berakhir si pria muda menghadap tabir pelindung yang lebih senang ia sebut sangkar bayangan, menengadah guna menerawang kepada empunya wajah bulat yang sedang tertidur pulas bagai bayi polos. Namun, tidak sedikit pun ketenangan menghampiri batin Ravn kala memandangnya.

Benar ternyata bahwa yang tengah tekurung di dalam situ ialah sang Wadah. Jika diteliti, samar-samar Ravn bisa melihat tanda yang menjadi segel Buah Hati Pembawa Kehancuran di atas dada si gadis; bunga tiga kelopak yang mengitari bintik-bintik besar, berhias akar di sela-selanya pula.

Dibandingkan kulit putih berseri, si gadis memiliki warna pucat pasi bagai seonggok jasad. Samar, tetapi beberapa bagian tubuhnya yang kurus tampak nadi yang mudah dipandang mata. Bahkan bibirnya mengering, nyaris menghitam pula.

SeeressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang