XIII. Di Kota Musim Semi

8 2 0
                                    

Kuil yang dikelilingi hutan itu senantiasa didatangi angin. Setiap cerahnya, berikut gelap dan remangnya, tiada sedikit pun sepoian berminat absen di sekitar.

Kehadiran mereka sukses melegakan mereka yang lelah memanjat tangga dan mereka yang berkelana jauh-jauh ke kuil, menghilangkan pengandaian khalayak ramai di halaman akan membuat mereka merasa panas. Pun, barang sedikit embusannya tidak pernah menyentuh seujung kobar api dari sumbu lilin yang menyala setiap malam.

Ravn masih ingat betul kali terakhir ia pergi bersama almarhum sang ayah ke sana. Tiada orang sedikit pun mengeluhkan keadaan kuil yang tampak sederhana, atau desak-desak antrean menuju lapak persembahan.

Mereka tampak bersuka cita meski harus berdiri di bawah langit terik, bahkan sudi bertukar cerita kepada orang-orang asing sembari menikmati aroma yang disebarkan pepohonan persik.

Seolah mereka sedang berada di rumah keluarga besar. Tiada batas canggung yang menyinggung, semuanya bagai saudara kandung yang tengah merayakan hari besar bersama-sama.

Jika dititah membayangkan bagaimana Kuil Gradrua dengan perubahan yang beberapa tahun lalu ditetapkan Tiga Kuasa Negara ... sulit sekali rasanya.

Entah kali keberapa pria muda pemilik rambut yang dikucir ke bawah itu mendesah penuh keluh.

"Undangan, ya ...."

Yah, keluhannya pun sudah terlampau banyak untuk perihal serupa. Tak mudah pula bagi seisi kepala teralih. Ditambah lagi, kini ia sendirian di rumah. Bagaimana ia mampu melakukan itu?

Padahal ia yakin sudah melahap obat pahit racikan Ai Qing. Namun, kalau berkutat di dalam undangan, pelipis hingga ke belakang kepalanya bagai seperti ditusuk paku-paku besar nan tajam.

Bukan hal yang mengherankan jika Tiga Kuasa Negara benar-benar menjaga setiap sudut Heyuan begitu baik usai tragedi lima tahun silam. Hanya saja, tampaknya ketentuan tersebut agak berlebihan.

Mungkin itu menurutnya.

Atau mungkin Ravn berpikir demikian sebab perubahan kecil yang telah ditetapkan ini telanjur menjadi penghalang besar atas segala rencana mereka.

Pada akhirnya ia tetap tak bisa mendapatkan jawaban yang ia harapkan. Lantas dirinya hanya bisa mendengkus sebelum menutup mata.

Yah, mungkin beristirahat dapat membantunya menemukan jalan keluar nanti.

Atau entahlah.

Sepasang tapak jalan yang dihuni bebatuan jelas kurang menyenangkan dilewati gerobak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sepasang tapak jalan yang dihuni bebatuan jelas kurang menyenangkan dilewati gerobak. Walau demikian, kuda yang menariknya tampak tak hirau. Barang sedikit tak menunjukkan keluhan atas bertambahnya muatan berupa dua orang di belakang, ia tetap berjalan dengan kecepatan konstan sampai Rin hafal ketukan langkah yang kuda itu ciptakan.

"Beruntung sekali Tuan He hendak mengirimkan beberapa hasil panen ke pelabuhan." Akhirnya Ai Qing berceletuk usai diam beberapa saat. "Kita bisa menghemat waktu dan tenaga saat pergi."

SeeressWhere stories live. Discover now