V. Kobaran Sepucuk Harapan [3/3]

16 6 0
                                    

Cepatlah Ravn menggendong Rin di punggungnya. Manalah lagi sempat ia peduli dengan pedang besar yang ia jadikan senjata utama. Dia masih punya pedang yang tergantung di pinggang dan harus menyisihkan tenaga untuk berlari menaiki tangga.

Siapa sangka kalau sekadar terdapat dua kelompok yang hadir untuk menangkap Ravn. Mereka datang dari jalur kanan dan kiri ruangan, yang ia duga merupakan jalur terpendek untuk dilalui.

"Sayang sekali, kalian terlambat!"

Sementara si buron mulai mengambil langkah mundur melewati jalur di mana ia masuk. Dia mulai melempar sejumlah belati, mengaktifkan tabir penghalang dari elemen api berselubung bayangan, dengan begitu ia bisa mengulur waktu rombongan pengejar.

Yah, setidaknya sekarang ia merasa beruntung diberkahi dua elemen yang saling berlawanan sifatnya. Hingga Ravn dengan Rin yang masih di gendongan sampai lebih cepat dari yang diperkirakan.

Tentu saja rintangan tidak berhenti di sana.

Ruan memang telah menanti, tetapi di posisinya yang masih terikat oleh segel, Fonigxa api itu disibukkan oleh kehadiran prajurit yang hendak masuk. Sebisanya ia mengepakkan sayap, melempar hawa panas yang dapat menyibak rombongan, tetapi tetap saja mereka yang masih berpegang kuat terhadap titah terus bangkit hingga akhir hayat.

Jelas kawan berbulunya mulai terdesak karena itu. Maka dalam derapnya, Ravn lantas berseru, "Berpeganglah erat-erat! Jangan lupa menutup matamu."

Si gadis lekas menurut, demikianlah Ravn mulai menghunus pedangnya dan menyalur kekuatan elemen pada bilah.

Dalam situasi seperti ini, memanglah tidak memungkinkan baginya untuk membalas. Ravn sekadar mengancam, menghindar setiap serangan yang datang.

Ya, sekarang tujuannya hanyalah satu, yakni Ruan untuk penyempurnaan pelarian ini. Namun, entah ia akan berhasil menghalau peliknya kepungan prajurit, sama sekali ia tak tahu.

Tenaganya bahkan sudah habis.

Berhenti di sini sama saja dengan bunuh diri. Kian kabur pemandangan sekitar, mulai ia rasa sesak dan lelah menghinggapi, sisi keras kepala Ravn terus mengayun pedang bagai orang gila.

Hawa yang mulai bersemayam di dalam diri Ravn sukses mengundang Rin kembali membuka mata. Memang, tidaklah sanggup sepasang netra keemasan menghadapi hamparan prajurit yang tumbang dibuat orang asing ini. Hanya saja, sungguh ia tak tahan oleh keadaan si pria muda yang mulai melemah.

Sementara Rin tidak tahu mesti berbuat apa. Dia tidak dapat membantu, pula Ravn melarangnya untuk melepas diri. Ditambah kepungan kian ramai. Tampak para prajurit hanya tinggal menanti lagi mengincar titik lemah yang mereka pun.

Dentang lonceng peringatan mulai berkumandang di luar sana, gemanya begitu membuncah hati sepasang insan. Pun, si burung besar telanjur putus asa kepakannya. Namun, betapa kuat kesetiaannya kepada sang tuan, tetaplah sepasang manik legam itu terus mengawasi gerak-gerik mereka.

Seolah si Fonigxa api tahu, masih ada sepucuk harapan yang dapat dipetik dari percikan cahaya, tengah berkerubung di tubuh seorang gadis yang tengah melantun doa dalam batin.

Ravn merasakan aura hangat yang menyeruak, kian meluas di punggungnya bahkan ikut menoleh ke sumbernya. Barangkali inilah yang menumbuhkan ragu dari puluhan pasang kaki yang mengepung.

Demikian sinar menyilaukan berkuasa, seruan luluhlantak para prajurit melaung karenanya.

"... Dia pula merupakan sosok yang paling dinanti bagi mereka yang memercayai kuasa Sang Pencipta." Dalam keraguan yang tersirat pada wajah Ravn, begitulah Arslan kembali mengundang tatapan si pria muda kembali padanya. "Sebaliknya, dia merupakan petaka bagi para pemeluk kegelapan. Begitu ditakuti penguasa alam di kaki bumi sebab memiliki kekuatan mentah yang tersembunyi di dalam dirinya.

SeeressWhere stories live. Discover now