VIII. Ribu-ribu Tangga Penguji [2/2]

16 4 0
                                    

Lantas kabut tersibak secepat kilat. Lantas dua pasang mata dari insan-insan itu lekas memerhatikan bercak yang meluas, bertumbuh tunas hingga menjalari tepi-tepi jalan. Cepat sekali pertumbuhan tinta menjulang, tanpa disangka menghadirkan sepucuk bambu yang rindang kian ia meninggi.

Terkagum si gadis memandanginya. Sementara pria mulai memandang curiga.

Jelas itu baru permulaan yang sama sekali bukan diperuntukkan memanjakan mata barang sejenak.

Dedaunan bambu itu meneteskan tinta-tinta yang lantas bergerak cepat ke belakang, spontan menumbuhkan bambu-bambu lain yang memiliki ujung-ujung runcing. Ravn yang peka terhadap suara-suara yang mengganjal lekas menoleh, disusul oleh Rin.

Jauh dari setengah jarak yang mereka lalu, saling bersahutan tumbuh-tumbuh bambu runcing yang menutupi jalan. Lekas empunya mata senada karamel itu menarik tangan Rin, memperingatkan, "Lari!"

"Ravn, tetapi—"

Percuma. Rin segera ditarik paksa sebelum menyelesaikan ucapannya. Hanya saja sebelum cengkeraman kian mengencang, cepat pula si gadis menarik tangan dan menolak untuk berlari melarikan diri.

Dia mengambil langkah yang berlawanan secepat mungkin tanpa menoleh ragu.

"Kau gila?!"

Sedikit pun tiada tanggapan yang diterima dari hardikan Ravn sehingga si pemilik rambut kecokelatan panjang itu sekadar membeku di tempat. Setidaknya ia paham mengapa Rin berbuat demikian.

Buntalan kecil yang tercipta dari tinta yang dipoles setengah hati, berdiam gentar sebab tidak tahu ke mana ia harus pergi. Ravn menyipit kencang, berharap dapat menangkap lebih jelas makhluk apa yang tengah dikejar si gadis.

Seekor kelinci?

Cepat sekali Rin berlari, tampak benar-benar dirundung panik, seolah hanyalah keberhasilannya menyelamatkan si kelinci putih yang dapat menenangkannya. Sementara batang-batang bambu berujung runcing kian mencuat dari segala sisi menghampiri kelinci, tampak siap melukai siapa saja dan apa pun tanpa pandang bulu.

Entah sepadan atau tidak sama sekali, setidaknya Rin sukses memeluk kelinci dengan kelegaan teramat sangat. Terpikir dalam hatinya untuk beristirahat akibat lonjakan adrenalin dan gentar yang menguasai raga, tetapi dia tahu tidaklah lagi sempat.

Bambu-bambu itu semakin dekat.

Begitu cekatan Ravn, yang sedari tadi mengekori situasi mau tak mau, melempar belati berlumur elemen bayangannya. Seketika tercipta tabir penghalang, sukses menyita pertumbuhan bambu yang hampir menyerang Rin dan kelinci putih.

"Rin, cepat! Tabir itu tidak bertahan lama!"

Si gadis bangkit dan mulai berlari menyusul Ravn yang kemudian menangkap tangannya. Cukup jauh jarak yang mereka lampau menghindari bambu-bambu lukisan yang terus saling tolak-menolak mendorong tabir penghalang. Seolah tampak tak putus asa mengincar mangsa, bambu-bambu itu sekuat tenaga membuyarkan kekuatan bayangan.

Kejar-kejaran kembali berlangsung.

Sepasang insan sudah kehabisan napas, keringat dingin telanjur bercampur dengan peluh jerih payah. Pun, adrenalin yang nyaris mencapai puncak konon membuat keduanya merasa jantung siap meledak kapan saja kalau mereka tak berhenti.

Malang nian nasib mereka. Sedikit pun belum terlihat jalan keluar dari sini, bertambah pula satu kejutan lain yang mencemaskan keduanya.

Tanah mulai bergemuruh, menciptakan guncangan yang melahap bulat-bulat keseimbangan siapa pun yang berdiri di ruang kanvas ini. Ravn bahkan tersungkur karenanya, hingga ia menggeram.

SeeressWhere stories live. Discover now