Keberanian Asya

117K 18K 905
                                    

Saat ini Lora dan Asya tengah berada di dalam perpustakaan. Bukan hanya mereka tapi juga ada Serly dan Ani, kedua gadis itu akan menjadi lawan Lora dan Asya nanti untuk seleksi.

“Ra, Lora yakin?” tanya Asya, pasalnya dia takut nanti Serly akan berbuat yang tidak-tidak padanya dan Lora yang memicu kebencian yang semakin menjadi dari keluarga besarnya.

“Gue tau Lo punya banyak temen orang luar kan? Jadi gue yakin seribu satu persen, kalo kita bisa.” Asya mengehela nafasnya.

Lora mengetahui itu saat tak sengaja membaca pesan dari salah satu teman Lora dari Belanda.

“Tapi nanti kalo ki–

“Percaya sama gue. Kita buktiin ke semua orang, kalo cucu perempuan dari Anggara tak pernah mengecewakan.”

“Ok, Asya percaya.”

Keduanya tersenyum, Asya menggenggam tangan Lora.

“Kalian ikut juga ya?”

Lora dan Asya langsung melirik malas pada orang yang bertanya itu.

“Em, Kak. Saran aku mending kalian mundur aja sebelum malu,” ujarnya.

Lora mengangkat bahunya tak acuh, siapa peduli dengan ucapan gadis ini? Lora? Oh tentu tidak, yang menempati raga Lora saat ini adalah tipikal orang yang tidak mudah terpancing hanya dengan kata-kata. Tapi kalau sudah main tangan, jangan salahkan jika Lora membalas lebih sadis.

Asya hanya bisa menunduk disamping Lora, dia takut menatap mata gadis yang tak lain adalah Serly.

“Udahlah Ser, biarin aja mereka pasti kalah. Lo tau sendiri kan kalo saudara Lo ini BODOH, ups canda bodoh.” Serly hanya terkekeh sinis mendengar penuturan temannya, Ani.

“Sya, gue heran deh. Kok bisa ya ada orang yang banyak bacot padahal belum tentu dia berhasil,” ujar Lora yang sudah jelas menyindir kedua gadis itu.

Serly yang geram pun kembali ke tempat duduknya bersama dengan Ani.

Lora hanya mengangkat bahu acuh, bodoamat sama orang seperti Serly.

“Siap-siap kalah kakak!”

_____

Lora tersenyum remeh pada Serly dan Ani yang memasang wajah kesal, sedangkan Asya tersenyum senang.

“Wah, wah. Mana nih yang tadi gayanya selangit?” tanya Lora menyindir Serly.

“Wah, pasti keluarga Anggara malu banget punya cucu kayak dia.” Serly semakin geram pada Lora.

“Makanya anak haram jangan sok keras! Yuk Sya, kita rayain keberhasilan kita.” Lora menarik Asya  menjauh dari kedua gadis itu.

“Lo gimana sih?! Katanya mereka gak mungkin bisa lawan kita! Tapi tadi apa?!” bentak Ani pada Serly.

“Kok Lo jadi marah ke gue sih?! Ini tuh salah mereka bukan gue!” balas Serly dengan bentakan pula.

“Aah! Bodoh! Gue gak mau lagi satu tim sama orang bodoh kayak Lo!” sengit Ani dan pergi meninggalkan Serly yang menggeram ditempat.

“Sial! Gimana bisa gadis bodoh itu bicara dengan begitu fasih sepuluh bahasa tadi?”

Ditempat Lain tepatnya di kantin Lora dan kedua sahabatnya beserta babunya yang kini sudah menjadi teman-temannya tengah berkumpul di kantin.

“Seriusan Lo bisa ngalahin sih cabe?” tanya Toni.

“Iyalah, kita bisa sepuluh bahasa sedangkan dia cuma lima. Nih sih Asya, ngomongnya lugas banget. Udah kayak orang luar asli,” puji Lora.

“Wah hebat-hebat!! Tapi kenapa semester satu kalian gak ikut?” tanya Aziz.

“Ya males aja,” jawab Lora.

"Gue akan bikin Lo malu Ser, liat aja". Batin Lora.

“Asya bukannya bodoh ya?” tanya Bagus.

"Mulut Lo minta di tabok ya," ketus Toni.

“Lo nama doang yang Bagus, mulut kagak ada bagus-bagusnya. Asya tuh cerdas, cuma karena sih ulet keket itu Asya takut buat nunjukin kemampuannya.”

Mereka mengangguk mengerti dengan penjelasan Lora, dan setelahnya tiba-tiba muncul lah Serly dan Abang-abangan Lora.

Serly berjalan menggandeng cowok yang tak lain adalah cowok yang dulu Lora sangat cintai.

“Sumpah ya gue jijik banget sama diri gue yang dulu.” Mereka menyerngit heran.

“Kenapa?” tanya mereka.

“Kok bisa gue cinta sama cowok kayak setan itu. Sumpah kalo diinget najis banget woi!” pekik Lora dan hal itu membuat teman-temannya tertawa.

Tawa mereka mengundang tatapan banyak orang yang berada di kantin, termasuk Darren dan yang lain.

“Malu-maluin,” ketus Lora.

“Oh jadi ini yang curang.” Mereka yang di meja Lora lantas menoleh pada sumber suara.

Lora mengangkat sebelah alisnya. Lalu menoleh pada orang yang tadi bersuara.

“Siapa yang curang? Gue? Asya?” tanya Lora.

Mereka mendengus jijik pada Lora.

“Sorry ya kita gak curang, dianya aja yang bodoh. Eh Serly pinter ya Lo bohong ke mereka,” ujar Lora.

Asya menggenggam tangan Lora membuat Lora menoleh padanya.

“Denger ya, we bedriegen nooit. talg beschuldigt kijk eerst, is het waar wat hij zei? er is bewijs?”
(Translate : kami tidak  pernah bermain curang. Sebelum menuduh lihat dulu, apakah benar yang dia bilang itu? Ada bukti?)

Semua terdiam saat Lora berbicara dalam bahasa Belanda, dan hanya Asya yang mengerti.

“Wah diam, berarti tidak tau artinya. Asya coba kasih tau mereka apa artinya,” titah Lora.

Asya menatap Lora lalu menarik nafasnya panjang.

“Lora bilang 'kami tidak  pernah bermain curang. Sebelum menuduh lihat dulu, apakah benar yang dia bilang itu? Ada bukti?' gitu.”

“Sejak kapan Lo bisa bahasa Belanda?” tanya Arya pada Asya.

“Sejak dulu.” Arya diam saat Asya berani menjawab pertanyaan dengan mata yang menatap lurus pada mata Arya.

“Dan mulai hari ini, Asya gak punya Abang!”

Entah dapat keberanian dari mana Asya berani mengatakan hal itu, dan itu membuat semua orang diam termasuk Arya.

“Asya cuma punya satu saudara. Yaitu Alora Azzeta Audrine, sisahnya? Hanya semu,” lanjut Asya.

Lora tersenyum puas, akhirnya rencananya berhasil.

“Dan kamu Serly, cukup semua ancaman kamu ke aku selama ini. Aku udah gak perduli lagi sama Bang Arya, kamu mau rebut? Terserah, aku gak perduli.”

Semua orang diam mendengar penuturan Asya.

“Jangan pernah ngatur aku lagi. Aku bukan adik kamu lagi ARYA!” tegas Asya lalu pergi meninggalkan semua orang yang masih diam.

Arya? Entahlah dia tidak tahu apa yang dia rasakan saat ini.

“Wah, gimana rasanya?” tanya Lora.

“Rasanya ah! Mantap!” jawab Aziz dan kedua temannya serentak membuat Lora tertawa puas.

“Cabut guys, biarin mereka mencerna apa yang dibilang sama Asya tadi.”

Jiwa yang Tersesat (ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang