Buta

61.3K 7.1K 1.2K
                                    

"Rel makan dulu ya." Garel hanya menatap datar pada Karisa.

Lagi dan lagi Karisa hanya bisa mengenal nafas. Sudah hampir satu minggu sejak kepulihan Garel, Garel tak pernah menanggapinya paling hanya menggeleng dan mengangguk.

Karisa menarik kasar mangkuk bubur tersebut, namun hal itu masih diabaikan oleh Garel.

"REL! GUE DISINI! SELAMA INI SELALU JAGAIN LO!! GAK BISA APA LO HARGAIN ITU!!??" tanya Karisa dengan penuh emosi.

Garel melirik sekilas lalu kembali menatap lurus pada pintu masuk.

"Rel, gue yang selalu ada disaat Lo kek gini. Gue sahabat Lo, please hargain gue." Suara Karisa mulai terdengar melirih.

"Gue pasti akan hargai itu kalo itu bukan rasa cinta." Karisa terdiam.

Karisa sadar sampai kapan pun Garel tak akan bisa mencintainya.

Karisa dan Garel ada sahabat sejak kecil, hingga saat SMP mereka berpisah. Cukup lama berpisah karena Karisa pindah ke Bogor dan saat kembali Garel sudah berubah.

Garel yang dia kenal dulu kini sudah berubah, Garel yang dulu adalah laki-laki yang hangat. Nun sekarang Garel bahkan lebih dingin sari sebongkah es.

Itu semua salahnya, salahnya mengungkapkan perasaannya. Harusnya dulu Karisa tidak mengakui tentang perasaannya.

Hingga kini Garel berubah total.

"Rel," lirih Karisa.

"Lo tau Sa. Sampai kapan pun gue gak akan pernah cinta sama Lo, karena gue udah nganggep sebagai adik gue. Jangan paksa perasaan gue Sa," ujar Garel dingin.

Karisa menatapnya senduh.

"Kenapa Rel? Kenapa Lo gak bisa bales perasaan gue?" tanya Karisa.

"Lo tau jawaban. Lo udah ngerusak persahabatan kita Sa, ingat itu." Karisa menangis.

"Dan satu hal yang harus Lo tau. Gue gak pernah minta Lo untuk rawat gue, karena tanpa Lo pun masih ada suster yang bakal dengan suka rela ngerawat gue." Karisa menangis mendengar penuturan dingin dari Garel.

Karisa mengambil sling bagnya yang ada di kursi lalu pergi dengan perasaan yang sangat sakit.

Namun saat Karisa hendak membuka pintu, namun pintu terlebih dahulu di buka.

Karisa menatap kedua gadis tersebut dengan sinis lalu langsung pergi dengan sengaja menabrak bahu gadis yang berambut pendek.

"Dih," ketus gadis berambut pendek itu.

Keduanya langsung masuk setelah menutup pintu tersebut.

"Gimana keadaan Lo?" tanya gadis berambut panjang dengan crully.

Garel hanya mengangguk.

"Mana Lora?" tanya Garel.

Kedua gadis yang tak lain adalah Asya dan Nina hanya bisa menghela nafas.

"Nih." Garel menyerngit heran namun tak urung menerima sebuah kertas amplop berwarna biru yang diberikan oleh Asya.

"Ini dari Lora." Garel lantas menoleh pada Nina.

Jiwa yang Tersesat (ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang