keberhasilan

116K 16.3K 1.2K
                                    


Kemarin Lora dan Asya baru saja memenangkan olimpiade debat bahasa dan tentu keduanya menjadi juara satu.

Kabar kemenangan mereka pun sudah menyebar seantaro sekolah.

"Waah! Nina bangga banget sama kalian. Akhirnya bisa ngalahin Serly," ujar Nina penuh semangat.

"Iya, kita juga bangga banget. Akhirnya kalian bisa bikin mereka bungkam," sahut Toni.

"Makasih, Asya juga gak nyangka bisa menang." semua tersenyum.

Lora hanya tersenyum mendengar itu, sedari tadi dia dan Asya di banjiri pujian dan ucapan selamat dari orang-orang yang berpapasan dengan mereka.

PERHATIKAN UNTUK SELURUH SISWA DIHARAPKAN UNTUK BERKUMPUL DI LAPANGAN SEKARANG!!

Mendengar panggilan itu seluruh siswa siswi SMA Wijaya langsung bergegas menuju lapangan.

Sekitar lima belas menit barulah seluruh barisan rapih. Biasalah kalo di suruh kumpul itu susah sampe bikin emosi.

Kepala sekolah SMA Wijaya langsung naik ke podium.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatu."

"WAALAIKUMSALAM WAROHMATULLAHI WABAROKATU!!"

"Disini saya mengumpulkan kalian ingin memberi pengumuman yang sepertinya beberapa dari kalian sudah tahu ya. SMA Wijaya tahun ini menang lagi dalam lomba debat bahasa. Dan itu di menangkan oleh Alora Azzeta Audrine dan Asya Anggara," jelas kepala sekolah.

"Untuk Alora dan Asya silahkan maju kedepan."

Keduanya berjalan maju kedepan, banyak orang menatap kagum pada mereka. Sedangkan Abang-abang mereka entahlah mereka merasa ada yang salah pada diri mereka.

Serly menatap benci pada kedua gadis itu.

"Bapak ucapakan selamat pada kalian berdua, tingkatkan lagi prestasi kalian." Lora dan Asya tersenyum seraya menerima piala dan medali yang di kalungkan di leher mereka.

Lora menatap sinis pada Darren dan teman-temannya.

"Look at girls more than him." Lora mengucapkan itu tanpa suara kearah Darren dan yang lain.

___

"Abang gak nyangka kamu bisa menang," ujar Devan.

Saat ini keduanya tengah berada di kamar Lora.

"Gue kan udah bilang, ngalahin tuh bocah gampang banget buat gue." Devan tersenyum.

"Oh satu lagi, itu sih Gavin-Gavin emang udah kepelet kali ya sama sih ulet keket," ujar Lora.

"Kamu bisa aja," ujar Devan.

"Sebenernya kenapa sih kalian tuh sayang banget sama dia? Sampe lupa kalo punya adik yang gak kalah unggul dari tuh bocah?" tanya Lora.

"Pertama karena kita kasian sama dia, dan dia bilang kalo kamu sama Asya sering kasarin dia. Yang kedua karena dia itu cerdas, keturunan Anggara itu gak mau punya keturunan yang bodoh kayak kamu sama Asya, maka dari itu semua lebih sayang ke dia walaupun dia anak haram." Lora mengangguk paham.

"Gila emang," gumamnya.

"Kalo gitu Abang ke luar dulu ya," pamit Devan, Lora hanya mengangguk acuh.

Darren mendengar pembicaraan mereka hanya bisa menghela nafas berat lalu pergi dari sana.

"Apa gue bilang, gampang banget ngejatuhin tuh anak haram. Heh, dikit lagi gue juga bakal bikin bungkam tuh tua bangka."

Di lain tempat, Asya tengah duduk berdua dengan Bundanya.

"Bunda bangga banget sama kamu sayang. Coba aja dari dulu kamu tunjukkan kemampuan kamu, pasti Abang akan sayang sama kamu." Asya tersenyum.

"Ini semua berkat Lora Bunda, Lora yang terus kasih support ke Asya. Dan soal Abang, Asya udah gak perduli lagi." Bundanya menatap kaget padanya.

"Loh kenapa? Bukannya kamu mau Abang sayang ya ke kamu?" tanya beliau.

"Itu dulu Bunda, sekarang Asya udah sadar kalo Asya gak butuh sosok Abang. Asya gak perlu perhatian dari Abang, yang Asya butuhkan cuma dukungan dari Bunda." Bundanya menggenggam erat kedua tangan Asya.

Asya langsung memeluk Bundanya.

"Maaf sayang, Bunda sering ninggalin kamu karena bisnis."

"Bunda, Asya gapapa kok di tinggalin selagi Asya masih berani sendiri kenapa harus ditemenin. Asya udah besar," ujar Asya.

Bundanya menatap bangga pada putrinya. Asya bukan lagi anak manja yang selalu merengek-rengek saat di tinggal. Asya bukan lagi gadis cengeng saat dalam keadaan melow seperti ini.

Asya sudah berubah dan ini berkat Lora.

"Bunda bangga sama kamu nak," ujar Bundanya.

Keduanya tak menyadari ada orang yang terluka mendengar ucapan Asya, dia menatap sendu pada Asya.

"Maafin Abang dek."

___

"Kira aku kangen banget sama kamu," lirih seorang pemuda pada gundukan tanah.

"Kenapa kamu ninggalin aku?"

"padahal aku belum mengungkapkan isi hati aku," lanjutnya.

"Aku hancur Ra, gak ada yang bisa aku lakukan sekarang."

Pemuda itu terus mengusap batu nisan yang ada di depannya.

"Aku pulang dulu ya, besok aku ke sini lagi."

Pemuda itu melangkah dengan berat hati meninggalkan gundukan tanah tersebut.



Pendek?

Sengaja, kan lagi mentok:(

Mau spam Next gak?

Jiwa yang Tersesat (ENDING)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora