Bab 62 - Rahasia Azra

25 8 19
                                    

Cowok itu menghempaskan diri di atas ranjang berwarna putih dengan taburan kelopak mawar, mengindahkan ranjang pengantin baru pada umumnya.

Kamar itu dipehuni dengan hiasan mawar merah juga putih, ruangan itu dipenuhi warna cerah ditambah lampu menyala sana-sini yang membuat cowok itu kesulitan untuk menutup mata. Siapa yang mendekorasi kamar ini?

Bagian pinggir ranjang seperti baru saja menampung beban hingga bergoyang membuat Reza membuka mata dan menoleh. Seketika dia menghela napas.

"Lo enggak mandi, Za?" tanya cewek itu dengan mengenakan bathrobe berwarna putih, begitu pas dengan tubuhnya yang bodygoals. Azra mengeringkan rambutnya dengan hair dryer.

Reza berdecak. "Komuk lo santay banget, ya? Padahal apa yang kita alamin ini cuma salahpaham loh."

Azra menggidikkan bahu, tampak acuh. Menurutnya semua sudah beres, toh dia sudah memiliki pasangan hidup dan tidak ada yang tahu siapa yang menjebak Reza. Asalkan Azra pandai tutup mulut, semua akan baik-baik saja.

"Terus gue harus gimana? Stres? Depresi sampe merosot? Panik sampe ngik-ngik? Buat apa kek gitu? Enggak guna juga. Semua udah selesai, beres!" Azra bangkit, meletakkan benda pengering rambut tersebut dan berjalan ke meja rias dengan raut sedikit kesal.

Reza bangkit duduk, mengernyitkan dahi memperhatikan cewek pendek yang baru saja menyandang status sebagai istrinya itu. Azra duduk di depan cermin hias seraya mengoleskan hand and body lotion ke tangan.

"Udah selesai? Beres?" Kedua alis Reza terangkat sampai mentok. Dia bangkit berdiri dan menghampiri istrinya.

Azra berdecak, duduk dengan paha saling menimpah kemudian mengoleskan hand and body lotion secara rata di sana.

Saat sampai di belakang Azra, cowok itu memutar tempat duduk istrinya hingga menghadap padanya. Kedua sisi kursi bagian sandaran terbentang tangan Reza yang mulai berotot dibalut jas putih gading tersebut, dia mengukung istrinya seolah-olah cewek itu akan kabur.

Azra menatap ke Reza seraya mengangkat satu alis. Dia mengalungkan lengan di leher cowok itu. "Mau apa, hm?"

Mata cowok itu memancarkan intimidasi, berkilat-kilat penasaran menghunus mata coklat istrinya, dia mencari-cari kesalahan dan kejanggalan di mata Azra, tetapi dia tidak menemukan apa pun. "Ck! Terus? Lo enggak ngerasa kita dijebak?" Matanya menyipit, "atau lo sebenarnya yang ngejebak gue dan nuduh-nuduh?"

"Eh! Mana ada!" Azra melotot tidak terima, menarik dasi Reza hingga wajah cowok itu begitu dekat bahkan hidung mereka sampai bersentuhan. "Ngawur lo! Lo jadi mantan bejat amat! Mau lari dari tanggung jawab? Udah jelas-jelas gue ngerasain!"

Reza mematung, jakunnya bergerak naik-turun dua kali, matanya selalu salah fokus dengan curi-curi ke bawah di mana belahan dada Azra ter-expose.

"Lah, anj--astagfirullah." Dia hendak bangkit untuk mengurangi hasratnya, suasana serasa panas sekali, celananya juga terasa mengetat, dia tidak dapat bangkit menjauh karena dasinya masih dicengkram kuat oleh Azra.

Cewek itu masih memelototinya, bahkan semakin kuat cengkraman di dasinya. Azra sadar ada perubahan di suara Reza, seperti lebih serak dan matanya seperti berkilat penuh gairah.

"Az!" tegur Reza seraya memejamkan mata, tangan kanannya berusaha mengurai cengkraman itu, tetapi sangat sulit.

"Apa?" balas Azra nyolot, dia sangat kesal mengingat Reza tampak menyesal menikah dengannya, seolah-olah pernikahan ini sia-sia karena Reza merasa tidak melakukan hal itu bersamanya.

"Lepasin, Azra! Lo mau bunuh gue secara perlahan dengan cara nyekik?" Kini mata Reza ikut membola walau sekilas kemudian cengkraman itu pun terlepas.

Reza menghela napas lega kemudian berdehem, merasa suaranya tampak lain dari biasanya. Dia segera berjalan menjauh saat memandang tubuh bagian atas istrinya, rasa aneh ini bergejolak hingga membuat Reza tidak tahan lagi. Sial, dia harus ke kamar mandi.

Azra mendengkus. Kenapa tadi Reza tampak menahan gairahnya? Apakah dia tidak ingin menyentuhnya? Bukankah dia suami Azra? Bukankah Reza hanya terjebak dan belum pernah merasakan itu bersamanya?

Cewek itu menghela napas lelah, duduk di tepi ranjang dan menyilangkan kedua tangan di depan dada, rasa sesak kian menyebar dari lubuk hati saat mengingat kejadian memalukan dengan si bajingan itu!

Jujur saja, dia malu. Malu menikah dengan mantannya, malu dengan calon besan kakak tirinya, malu dengan suaminya yang pasti akan kecewa dengan semua kebenaran ini dan malu dengan keluarganya sendiri.

Setetes cairan bening menyapa tulang pipinya yang langsung ia usap, takut ketahuan ada yang melihat dirinya bersedih, hidungnya sudah memerah dan ingusnya juga sudah keluar. Ia menatap ke atas, mencoba menghalau air mata kembali jatuh.

"Maafin gue, Za ... gue egois, lo harus kehilangan kebahagiaan karena nikah sama gue. Gue yakin lo enggak sayang sama gue lagi karena waktu kita putus aja dengan cara enggak baik-baik."

Sekejab, pipi kirinya tersentuh benda kenyal dan itu memberikan efek menegang akibat respons kaget yang terlalu tiba-tiba. Azra menoleh dan mendapati wajah Reza memenuhi pandangannya.

Senyum terbit di bibir cowok itu yang terkesan manis. "Kata siapa gue enggak sayang lagi sama lo?" Kedua alisnya naik-turun.

Azra menggeleng tak percaya. "Sejak kapan lo siap mandi? Sejak kapan woy?"

Reza tertawa sampai sedikit terbahak. "Gue mandi emang cepet, bahkan cuma lima menit keknya gue mandi, enggak betah lama-lama, takut ada kuntilanak. Magrib-magrib gini setan banyak loh."

Azra memandang dari atas sampai ujung kaki Reza. "Bahkan lo masih basah! Liat! Pasti lo mandi enggak gosok gigi sama kramas, ya? Handuk lo aja masih melilit," katanya seolah mencibir.

Reza berdecak, menyangga kedua tangan di belakang tubuh. "Yaelah, gue gosok gigi kali, kramas juga, jangan khawatir, kegantengan gue enggak bakal luntur kok walau cuma cuci muka."

Mendapatkan tatapan datar dari istrinya, Reza menunjukkan deretan giginya yang tampak tersusun rapi.

Azra memutar bola mata. "Songong," gumamnya dan dapat ia rasakan Reza mulai bangkit dari sana dan berjalan menuju lemari hotel.

***

"Cepet ambil wudhu! Jangan lupa pakai mukenah yang papa belikan! Jangan membantah!" Setelah mengatakan hal tegas itu, Gibran keluar dari mobil dan berjalan menuju tempat wudhu khusus laki-laki di mesjid besar itu.

Di dalam mobil Jennie meniru ucapan papanya dengan dimenye-menyekan, dia begitu kesal dengan pria itu yang sayangnya adalah papanya.

Katanya mau beli barang branded ternyata hanya selusin hijab pashima dan setelan mukenah berwarna coklat bermotif bunga-bunga di bagian bawahnya.

Gadis itu menatap isi tote-bag itu, mukenah. "Ini seriusan? Harus sekarang?" tanyanya dengan tatapan syok. "Gue lupa bacaannya anj*r! Mana gue lupa lagi ini salat apa? Mati gue!"

***

Apakah rahasia yang disembunyikan Azra dapat terbongkar? Apakah Reza akan mencari tahu kejanggalan yang ia rasakan.

Semoga suka! Jangan lupa vote dan komen, ya^^

Lopyu:*

Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang