Bab 28 - Alasan

5 3 0
                                    

Hai! Jangan lupa vote yak biar author tambah semangat! ❤

***

10 tahun lalu ...

Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun itu tengah memegang sebuah figura foto. Nampak di foto itu dua orang berpakaian pengantin tengah tersenyum lebar.

Anak laki-laki itu tersenyum kemudian memeluk foto itu. "Raden, kangen kalian ... kenapa kalian ninggalin, Raden? Raden, salah apa? Papa ... Mama ... Raden ... kangen ...," ucapnya lirih.

Ya, dia adalah Raden Al Surya. Anak laki-laki itu berusaha menguatkan diri untuk tidak menangis. Dia begitu merindukan kedua orang tuanya.

Usapan halus Raden dapatkan dari sang nenek yang duduk di sampingnya. Dia menoleh dan mendapati sang nenek tersenyum.

"Nenek tahu, kamu merindukan mereka, tapi kamu yang sabar, ya. Nenek lupa menceritakan sesuatu padamu." Nenek masih mengusap bahu Raden.

"Cerita apa?" tanya Raden sambil mengerjab polos.

Nenek menghela napas, kemudian mengambil figura foto itu dari pelukan Raden.

"Fotonya mau diapakan, Nek?" tanya Raden khawatir saat neneknya mengeluarkan foto itu dari figura.

"Ibu kamu meninggal karena dia!" kata neneknya, jari telunjuk menusuk-nusuk wajah pria di foto itu membuat Raden mengernyitkan dahi tak suka.

"Maksud, Nenek, apa? Papa, enggak mungkin ngebunuh, Mama!" Raden merebut foto itu kemudian memeluknya dengan erat. "Kata, Nenek, Mama, meninggal karena kecelakaan, kan? Kenapa sekarang, Nenek, bilang, Papa, yang bunuh, Mama?" pekik Raden dengan mata memerah menatap neneknya.

"Sudah nenek bilang, nenek lupa." Sejenak neneknya mengambil napas dalam-dalam. "Nenek tidak bohong."

Raden menunduk, dia mengintip foto kemudian kembali memeluknya. Bagaimana bisa papanya menjadi penyebab kematian mamanya? Itu ... tidak mungkin.

"Kecelakaan, Sarah, disebabkan oleh, Gibran--papamu. Saat itu, Gibran, dengan teganya menceraikan, Sarah, hanya karena, Sarah, pulang malam bersama temannya. Sarah, tidak ingin pernikahan mereka selesai begitu saja karena, Sarah, sedang mengandung kamu ... tapi, Gibran, tidak mau mendengarkan dan memilih pergi dari rumah.

"Sarah, sudah mati-matian mencegah agar, Gibran, tak meninggalkan rumah, tapi sia-sia ...."

Raden menatap sang nenek yang sedang bercerita kemudian mencoba mencerna semuanya.

Nenek meminum air sejenak yang sejak tadi ia genggam, kemudian melanjutkan ceritanya. "Saat kamu lahir, Gibran, tidak mengetahui hal itu. Ah, lebih tepatnya dia tidak perduli."

Rahang Raden mengeras, dia menatap mata sang papa di foto itu dengan tajam, seolah mempertanyakan semua cerita dari neneknya. Apakah papanya sejahat itu? Kenapa?

Neneknya menatap Raden kemudian tersenyum miring. "Dia tidak perduli lagi karena sudah menikah lagi dengan seorang bidan, Fatimah, namanya." Dia semakin memanas-manasi bocah sembilan tahun itu. Menerapkan api kebencian dalam bocah itu adalah tujuannya.

"Papa ..." Raden mulai merasa kecewa dengan pria itu. Dia menoleh ke neneknya. "Lanjutin, Nek."

Neneknya mengangguk. "Kemudian, Sarah, hendak meminta pertanggung jawaban atas lahirnya kamu kepada, Gibran, tapi, Gibran, malah memaki-makinya dan apa kamu tahu apa yang terjadi setelah itu?"

Raden menggeleng.

"Sarah, berkata akan bunuh diri bila, Gibran, tak mendatanginya ke rumah sore itu. Gibran, malah meludahinya kemudian masuk ke rumah, meninggalkan ibumu yang menangis saat itu.

Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang