Bab 63 - Apa lagi ini?

15 7 18
                                    

Jennie menatap ke sekitarnya, suara azan magrib mulai berkumandang, orang-orang juga mulai ramai berdatangan. Mereka segera masuk ke masjid dan sesekali melirik Jennie dengan heran.

Jennie menatap bangunan megah berwarna putih gading beserta kubah silver di atasnya. Hatinya terasa bergetar kala lafaz adzan mulai menyapa pendengaran membuatnya tanpa sadar menyunggingkan senyum.

Seseorang menepuk bahu kiri membuat Jennie langsung menoleh dan mendapati seorang gadis seumuran dengannya mengenakan hijab biru dongker dan membawa tas mukenah di tangan kiri.

Jennie mengernyitkan. "Iya?" tanyanya, menatap manik mata hitam gadis itu.

Gadis itu tersenyum hingga terlihat kedua pipinya mengembang membuatnya terlihat imut. "Assalamualaikum. Kamu anak santri baru, ya?" tanyanya dengan mata berbinar.

Jennie menggeleng cepat. "Gue bukan anak santri! Belum siap!"

"Jawab salam Fitri dong." Gadis yang bernama Fitri itu mengerucutkan bibir membuat Jennie terkekeh gemas.

"Eh, waalaikumsalam. Sorry, lupa." Jennie menggaruk leher belakang, canggung.

"Astagfirullahalazim, gitu loh. Minta maaf sama Allah, bukan sama Fitri."

Jennie mengangguk terpatah. "I--iya, astagfirullahalazim."

Fitri tersenyum lebar, lagi-lagi membuat Jennie gemas ingin mencubit kedua pipinya. "Nah, gitu dong!"

"Ya ampun, itu pipi atau bakpau, sih? Tembem banget sumpah!"

Fitri terkikik, dengan akrab mengait lengan kiri Jennie dan membawanya ke ruang wudhu. "Yuk, wudhu. Jangan sampai ketinggalan, nanti setannya seneng."

Jennie berdecak, tetapi tidak membantah saat dirinya ditarik demikian. Tak sengaja, saat matanya menelusuri tangga masjid, seorang cowok dengan mengenakan sarung hijau kotak-kotak dipadukan dengan kemeja putih menarik perhatiannya.

Jennie menyipitkan mata, memerhatikan cowok itu memejamkan mata dan menengadahkan kedua telapak tangan ke atas seraya berdoa.

Semakin lama semakin jelas dan hal itu membuat Jennie speechless. Dia menutup mulut, masih memperhatikan cowok itu sampai pandangannya terhalang dinding koridor.

Astaga! Itu Raden? Enggak mungkin dia ada di sini? Insaf-kah tuh orang?

***

Pria berambut ikal dengan warna hitam itu tidak dapat memudarkan senyumnya. Menatap foto berfigura itu intens.

"Aku tahu lokasimu dan akan kugapai dirimu, setelah ini," gumamnya dengan menatap figura itu seolah-olah foto dalam figura tersebut dapat mendengarnya.

"Wih, foto siapa tuh?"

Dadang terperanjat, menoleh ke samping kanan dengan raut terkejut. "Bagas! Lo!" hardiknya kesal.

Bagas menyengir. "Maaf, Bosku. Lagian saya kepo ingin tahu apa yang membuat Bos begitu bahagianya hari ini." Pria itu mengambil duduk di depan Dadang tanpa disuruh.

"Ini, doi gue," kata Dadang yang masih tersenyum menatap foto itu, foto Jennie sedang tersenyum lebar.

"Cantik banget--" Tenggorokan Bagas tercekat saat Dadang menatapnya tajam. "Em, tenang, santai. Saya cuma bermaksud--"

"Bermaksud apa?" tanya Dadang dengan sinis.

"Cuma muji, emang salah?"

"Dia cantik di mata gue doang! Jangan lama-lama liatinnya, gue enggak mau, milik gue dilirik orang. Lagian lo udah punya istri, kan?" Dadang memasukkan figura foto itu ke laci meja kerjanya.

"Iye, iye. Lagian istri saya lebih bahenol, asoy, daripada punya Anda." Bagas berdecak kesal.

Dadang mendengus kesal, sisanya hening menyelimuti sampai dering handphone di atas meja memecahkan keheningan.

"Iya? Halo, Na? Apa? Nenek kecelakaan? Na! Jangan bercanda?" Dadang bangkit dari duduk dengan kasar sampai kursinya bergeser ke belakang dan membuat Bagas terkejut. Raut cemasnya begitu mendominasi. "Oke, akang ke sana sekarang. Ini enggak bisa dibiarin!"

Kemudian, Dadang sibuk mengutak-atik handphone setelah memutuskan panggilan telepon dari sang adik. Dia memberikan sejumlah uang berwarna merah pada Bagas yang langsung diterima dengan raut heran.

"Buat apa, Bos Arif?" tanya Bagas menghentikan pergerakan Dadang yang hendak berlalu.

"Hari ini sampai besok, lo yang jadi bos di sini, gue ada keperluan yang sangat-sangat penting di Jakarta. Waspada! Jangan lengah dan inget, foto doi gue jangan lo apa-apain!" Setelah Bagas mengangguk cepat, Dadang bergegas keluar dari ruangan pribadinya malam itu juga. 

Bagaimana bisa neneknya kecelakaan dari kursi roda di dalam rumah? Sedangkan Nana berada di rumah?

***

Jennie mengenakan mukenah dengan susah payah, pasalnya, rambut pendeknya membuat sulit segalanya hingga membuatnya mengumpat kesal. Dia ingin meminta bantuan pada Fitri, tetapi gadis itu tidak ada di barisannya.

Jennie berada di barisan anak-anak kecil yang berusia sekitar delapan sampai sepuluh tahun. Gengsi dong hendak bertanya pada anak kecil, apa kata dunia? Jennie Dinawanti seorang anak dari militer tidak bisa mengenakan mukenah.

"Aduh, Kak. Itu rambutnya masih kelihatan, nanti salatnya enggak sah loh." Gadis mungil dengan mukenah pink bergambar hello kitty menegur dari samping Jennie.

Jennie mematung, malu. Segera membereskan rambut yang masih terlihat di tulang pipinya. "Kakak bisa makai, cuma rambutnya aja yang nakal, Dik," alibinya berusaha menutupi rasa malu.

Lagipula, Jennie salah tempat, seharusnya ia memilih paling depan, di mana posisi ibu-ibu berada dan anak remaja bukannya malah menunggu terakhir. Lihatlah, di antara anak-anak berbaris di sana, hanya Jennie-lah yang terlihat menonjol.

Ya ampun, kenapa gue gemetar? batin Jennie saat tubuhnya bergetar mendengar lantunan takbiratul ihram dari sang imam.

Saat semua berkomat-kamit membaca doa iftitah dengan pandangan menuju ke sajadah, Jennie menggerakkan mata ke sana-sini karena bingung hendak membaca apa, sebab doa yang ia hapal hanya doa makan dan al-fatihah. Sedangkan doa al-fatihah dibacakan oleh imam nanti.

Siapa yang menyangka? Gelagat Jennie seakan-akan ditulari oleh seorang cowok yang sempat membuat Jennie terkejut di tangga masjid tadi.

Dialah, Raden.

***

Ingat, vote dan komen adalah cara raders menghargai karya author, setidaknya nge-vote, susahkah?

Okelah, semoga menikmati. Alur sudah Fitri rancang dan sebenarnya sudah sampai ending, tapi mau update lama-lama aja biar penasaran dan belajar menunggu.

Buat cerita itu enggak mudah, author nulis berjam-jam dan baru mendapatkan seribu kata, tapi readers bacanya tidak sampai sejam bahkan hanya beberapa menit saja.

Jadi, tolong hargai, ya, karyanya^^

Lopyu:'

Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔Where stories live. Discover now