CHAPTER 2 : ECCEDENTESIAST

1.1K 152 18
                                    



Suara ketukan di pintu kamarnya membuat Seulgi menegang. Ia merapatkan selimut yang menyelubungi tubuhnya, berharap siapapun yang ada di balik pintu segera pergi. Tapi ketukan itu terus berlanjut.

"Sayang?"

Seulgi mengerang pelan. Panggilan itu tidak bisa ia abaikan. Karena yang memanggilnya adalah ibunya. Dia berdehem pelan, "ya Eomma." Jawabnya, masih agak serak.

"Sayang! Sudah pagi! Kau bangun belum?"

Seulgi bangkit, menyeret selimut menyelubungi kepalanya dan memasang raut mengantuk di wajahnya. Membuka kunci pintu kamarnya untuk menemui ibunya.

"Astaga!" Ibu kaget melihat penampakan acak acakan putrinya, "kau berantakan sekali!"

Seulgi pura pura menguap, "aku begadang semalaman mengerjakan naskah Eomma. Aku baru tidur sebentar."

"Sarapan dulu, ayo! Jangan bekerja seperti ini dong!"

"Aku sudah makan dini hari tadi." Bohong Seulgi, "sekarang aku hanya ingin tidur sampai sore Eomma."

"Tidak bekerja?"

"Work from home." Seulgi menguap lagi. Berusaha natural, "jangan bangunkan aku ya?"

"Baiklah. Eomma akan membangunkanmu saat makan malam nanti."

Seulgi mengangguk, tersenyum, menyembunyikan lukanya untuk sekedar menenangkan ibunya "terimakasih Eomma."

Setelah menutup pintu kamarnya, Seulgi kembali menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Memejamkan matanya yang perih karena sudah terlalu banyak air mata yang keluar dari sana sejak kemarin sore. Sejak Jongin mencampakannya.


Seulgi tidak ingat bagaimana caranya ia pulang. Mungkin seseorang memanggilkan ia taksi karena ia terlihat begitu hancur dan depresi kemarin. Seulgi tidak menyadarinya. Ia hanya ingat samar samar ada yang membantunya naik taksi dan ia berhasil menyebutkan alamatnya dan akhirnya ia pulang ke rumah. Beruntung Seokjin tidak ada di rumah sehingga Seulgi dapat langsung menuju kamarnya dan melanjutkan ratapannya disana.


Semalaman ia menangis, menelaah apa yang salah padanya, hingga Jongin mencampakannya, tetapi ia tak kunjung mengerti. Tidak tau apa maksud Jongin dengan 'perasaannya memudar'. Tidak masuk akal. 

Tapi betapapun tidak masuk diakal, itu sudah terjadi. Seulgi menghela nafas. Ia meraih tasnya yang ia pakai semalam dan mencari ponselnya yang tidak ia sentuh sejak kemarin. Dan mendapati banyak notifikasi disana.

Semangat Seulgi terpompa sedikit. Harapannya melambung. Berharap salah satu pesan itu dari Jongin yang meminta maaf padanya. Menjelaskan bahwa ia bersalah, ia memutuskan sembarangan dan mereka akan kembali lagi.

Pesan dari Jisoo. Yerim. Hoseok. Seokjin. Ibunya. Beberapa spam. Beberapa teman lain. Notifikasi di grup divisinya.


Tidak ada dari Jongin. Sama sekali.


Air mata bercucuran lagi di pipi Seulgi. Menyadari bahwa ini bukan mimpi buruk. Bahwa semuanya benar terjadi.

Seulgi mencari kontak Jisoo. Sahabat sekaligus rekan kerjanya dan mengiriminya pesan.


'Aku sakit, tidak bisa masuk. Bisa izinkan aku pada timjangnim? Terimakasih.'


Seulgi meletakkan ponselnya kembali, menghela nafas sambil memeluk lututnya. Ia menatap plester luka yang terpasang disitu. Dari mana ia mendapatkannya? Dia tidak ingat. Semuanya terasa samar. Hanya luka di hatinya yang terasa, tidak dengan lainnya.

PERJALANAN PATAH HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang