CHAPTER 7 : NODUS TOLLENS

959 140 56
                                    


Seulgi mendorong dada Jimin agar mereka sedikit berjarak, "bersenang senang apanya." Gerutunya, menegakkan tubuhnya dan mulai melangkah, "aku masih harus menemukan penulis brengsek itu."

"Penting sekali ya, untukmu menemukan dia?" Tanya Jimin, mengikuti langkah Seulgi.

"Tentu. Mungkin karirku bergantung dengan ini. Juga teamku."

Jimin memikirkan sesuatu, bahwa ia mungkin bisa membantu Seulgi menemukan orang yang dicarinya. Pengaruhnya sebagai pengacara, mungkin bisa di gunakan dalam taraf tertentu. Terutama jika mereka terpaksa harus berurusan dengan yang berwenang yang mana menurut Jimin itu akan lebih praktis daripada mencari dengan metode acak seperti ini.

"Apa tidak sebaiknya menghubungi polisi?" Tanya Jimin.

"Lalu bilang apa pada polisi? Dia pria dewasa berusia dua puluh delapan tahun dan pergi atas kehendak sendiri. Tidak melanggar kontrak kerja apapun. Bagaimana aku bisa melaporkan itu ke polisi?"

"Kau bisa berpura pura sebagai istrinya, mencari dia untuk menuntut pertanggung jawaban atau nafkah anak." Itu sering terjadi selama Jimin magang di Firma ayahnya, sebelum ia menggenggam gelar Pengacara secara resmi. Hukum perdata memang spesialisasinya sementara Kakaknya adalah Pengacara kriminal. Keduanya adalah pasak yang menguatkan Firma hukum yang didirikan ayah mereka sehingga kepergian Jimin tepat setelah dia menyelesaikan magangnya dan harusnya bisa menjadi pengacara andalan Firma membuat ayahnya murka.

Meskipun Jimin punya alasannya sendiri untuk tindakannya.

"Lalu nanti dia akan balik menuntutku dengan fitnah dan pencemaran nama baik?" Seulgi mendelik.

Jimin tersenyum sampai matanya menyerupai garis, "aku punya kenalan pengacara yang bagus jika kau dituntut." Yaitu diriku sendiri.

Seulgi mendengus, "tawaran yang menarik. Mungkin akan ku ambil jika aku sudah kehabisan akal." Ia menatap Jimin, "kita pulang sekarang? Sudah hampir malam."

Jimin mengangguk, "kita akan mulai memburu penulismu lagi besok?"

Seulgi menghela nafas, lalu mengangguk.

"Bagaimana proses healingnya? Bagaimana jika setelah selesai mencari, kita pergi ke tempat menyenangkan untuk menyegarkan pikiran? Seperti hari ini. Kita mengakhiri hari di tempat indah ini."


Seperti kencan?


"Baiklah. Ide bagus." Seulgi tersenyum. Menatap Jimin. Merasa aneh karena tiba tiba, hidupnya bergulir ke arah yang tidak ia sangka karena adanya pria ini. Park Jimin.



Tapi mungkin ... Itu memang langkah yang perlu ... untuk memulihkan kembali hati mereka yang patah.



*


Keesokan harinya, Jimin dan Seulgi keluar dari kamar masing masing dengan timing yang hampir bersamaan. Dan Jimin mengrenyit melihat Seulgi tidak membawa kruknya. Tatapannya turun ke bawah dan melihat kaki kiri Seulgi menapak normal.

"Kemana kruk mu?"

"Sudah tidak perlu." Jawab Seulgi, "semalam aku merendamnya dalam air hangat dan pagi ini rasa sakitnya nyaris tidak terasa lagi."

"Coba, jalan!"

Seulgi berjalan dan Jimin mengerutkan kening melihat Seulgi masih sedikit menyeret kakinya.

"Itu jalanmu masih begitu!"

"Tapi sudah lebih baik. Tidak perlu pakai kruk lagi. Ayo!"





PERJALANAN PATAH HATIUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum