CHAPTER 14 : SOLITUDE

2.1K 144 39
                                    


Detak jantung Kang Seulgi perlahan melambat setelah menit demi menit dalam hening. Ia juga bisa merasakan hal yang sama pada Jimin yang menempel di belakangnya. Detak jantung Jimin yang tadinya memburu, kini perlahan kembali normal. Kenapa Seulgi bisa tau hal itu? Karena dada telanjang pria itu menempel dengan punggungnya yang juga telanjang sehingga tiap detakan terasa di kulit Seulgi.

Tangan Jimin bertengger nyaman di perut Seulgi, mengusapnya perlahan -membersihkannya dari apa yang tersisa dari kegiatan panas mereka- dan nafasnya yang teratur terasa di tengkuk Seulgi.


Seulgi sadar apa yang sudah mereka lakukan. Dan efeknya untuk dirinya. Sebenarnya, ia tau hal ini cepat atau lambat akan terjadi. Ketertarikan diantara ia dan Jimin terlalu besar. Sulit untuk diabaikan. Dan lagi, mereka punya sesuatu yang jadi pegangan, bahwa mereka akan melupakan semua yang sudah terjadi disini ketika menginjakkan kaki kembali di Seoul. Maka, satu kesalahan tidak akan menjadi dosa bukan?


Ini bukannya berselingkuh. Dia dan Jimin sama sama bebas. Meski rasanya, tetap saja, ia seperti tengah menjadi selingkuhan Jimin. Pelampiasannya. Pelariannya. Tapi Seulgi sudah tau itu yang akan ia terima jika ia bermain main dengan Jimin. Dan untuk kali ini saja, ia memutuskan untuk menutup matanya. Karena toh, setelah ini mereka tidak akan bertemu lagi. Jadi biarlah terjadi.




"Aku hampir bisa mendengar desingan otakmu." Bisik Jimin, "jangan terlalu keras berfikir. Pembuluh darahmu bisa pecah."


Seulgi berbalik dan langsung menghadapi wajah Jimin dari jarak yang begitu dekat. Mata mereka bertemu dan Jimin langsung menutup jarak. Mencium bibir Seulgi lembut.

Dan untuk beberapa detik, mereka hanya berciuman. Jimin merengkuh Seulgi lebih rapat padannya.  Sampai kebutuhan akan oksigen membuat mereka harus melepaskan diri. Jimin mengusap bibir basah Seulgi dengan ibu jarinya.

Seulgi sedikit memberi jarak meski Jimin masih merengkuh pinggangnya. Ia memutar kepalanya, dan melihat pada jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam. Jika ia ingin kembali ke Seoul malam ini, Seulgi harus bersiap siap sekarang karena penerbangan terakhir menuju Seoul adalah pukul setengah sepuluh malam.

Tangan Jimin menyentuh dagu Seulgi lembut, mendorong wajah itu kembali menghadapnya.

"Jimin, aku ..."

Jimin memasukkan jarinya ke mulut Seulgi yang terbuka. Membuat ucapan Seulgi terhenti.

"Aku tidak pernah melarangmu. Saat kau bilang akan kembali, aku tidak pernah menahanmu." Bisik Jimin lagi, "tapi untuk kali ini, bisakah aku memintamu untuk tinggal? Hanya untuk malam ini ... bisakah kau tetap bersamaku?"



Tidak, tidak, tidak, tidak.

Otak Seulgi menjeritkan kata kata itu.

Oh, Ya, ya, ya, YA! YA! TENTU SAJA YA!



"Ya." Bisik Seulgi. Mengulum jari Jimin di mulutnya.


Jimin menatap Seulgi dengan kilat gairah lagi. Nafasnya kembali menjadi berat. Seulgi yang tau akan efeknya pada Jimin, sengaja melanjutkan aksinya sambil menatap mata Jimin. Terang terangan menantangnya.

PERJALANAN PATAH HATIWhere stories live. Discover now