20. All the flashing sparks in our relationship have turned into ashes

3.1K 409 161
                                    

🍷🍷🍷

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🍷🍷🍷

Barangkali satu-satunya persembahan yang bisa Mingyu berikan untuk menebus dosa ialah menguburkan jasad Sungkyung bersisian dengan makam Joohyuk yang masih basah. Seperti mimpi, kepergian Sungkyung begitu cepat bahkan sangat cepat karena Mingyu tak sempat menyapa sepulang dari luar kota. Sebut itu sapaan untuk terakhir kalinya, sebab momen yang masih basah dalam ingatan Mingyu hanya senyum sang madu kedua yang kala itu memeluk dan mengucap hati-hati saat dia hendak pergi ke bandara.

Padahal seharusnya Mingyu yang menguatkan Sungkyung di tengah deritanya. Tepatnya derita yang telah dia ciptakan dengan cara memisahkan dua insan saling mencintai dalam sebuah keegoisan. Mingyu yang memutus kesempatan Joohyuk untuk bertanggungjawab atas buah hatinya. Mingyu pula yang menanam luka di hati Sungkyung sampai tak terbendung dan meletup seketika.

Mingyu benar-benar terpukul ketika dokter memberitahu salah satu penyebab dropnya Sungkyung lantaran menanggung depresi berat. Tanpa sepengetahuan dan dia sadari di setiap harinya. Senyum cantik sang wanita Beta benar-benar menipu Mingyu karena berpikir jalan yang mereka lalui adalah solusi terbaik dari solusi yang ada.

Tapi salah. Sebuah kesalahan fatal untuk sang Alpha Mahavir menganggap semua baik-baik saja setelah dalam waktu berurutan apa yang dijaga hancur seketika. Keluarga yang utuh dan hangat, semua laksana mimpi seorang bocah yang takkan pernah terlaksana. Mingyu jatuh sejatuh-jatuhnya. Bersama air mata yang tiba-tiba mengering setelah menangis beberapa jam sebelumnya.

Kini di hadapannya sebuah nisan yang mengguratkan nama sang istri Mingyu tatap lamat-lamat. Mengelusnya dengan ibu jari penuh penyesalan, Mingyu benar-benar tak memiliki kata yang pantas untuk diucapkan pada wanita Beta yang telah menemaninya selama dua tahun belakangan.

“Aku jahat ya?” suara parau Mingyu teredam angin yang menambah sunyi areal pemakaman setelah semua pelayat pulang, meninggalkannya yang membutuhkan waktu sendirian. “Aku sama sekali nggak tau kalau luka yang kamu tanggung sedahsyat ini. Andai aja dokter nggak bilang, mungkin aku nggak akan sadar jika penyebab kamu pergi karena keegoisanku.”

“....”

“Ghania, aku bukan suami yang baik,” kalimat itu terhenti, kerongkongannya kering ditambah angin menerbangkan debu dan mengenai sepasang manik coklat tua Mingyu. “Aku juga bukan teman dan adik yang baik. Aku pikir dengan memberikan hidup kamu kemudahan dengan lepas dari Edward, artinya akan ada bahagia untuk keluarga kita. Tapi aku salah besar, Ghan. Aku terlalu sombong menganggap semua akan baik-baik Aja yang jelas-jelas mengorbankan kebebasan kamu. Sampai kamu berpura-pura di hadapanku seolah semua bukan hal sulit untuk dilalui. Andai aku membiarkan kamu memilih jalan hidup seperti Kenang, mungkin bukan ini akhir untuk kita. Bukan dengan cara seperti ini kamu kembali dengan pria yang kamu cinta. Bukan dengan perpisahan yang diakhiri oleh kematian. Bukan seperti ini.”

“....”

“Maafin aku, Ghania. Ampuni aku. Aku udah berdosa sama kamu, berdosa pada Edward, dan juga pada anak kalian. Aku yang memisahkan malaikat mungil itu dengan kedua orang tuanya. Akulah tersangka yang menghalangi kebahagiaan hidup kalian. Aku pantas dibenci dan dikutuk. Aku ikhlas, Ghania ... jika memang itu satu-satunya cara untukku membayar apa yang sudah kuperbuat. Aku nggak masalah kamu menyalahkanku atas semuanya, termasuk akhir hidupmu yang merupakan hasil keegoisanku.”

[✔] GetasWhere stories live. Discover now