WARBIN 55 | MUSIBAH

123 31 1
                                    

YOU'LL NEVER WALK ALONE 


"Lo gak kasih tahu Azel?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo gak kasih tahu Azel?"

Akhtar menggeleng. Tatapannya kosong, ia masih shock dengan kabar yang baru ia dapat. Apalagi tragedi malam kemarin masih jelas dalam bayang-bayangnya. "Besok dia udah take-off. Azel pasti khawatir banget sama keadaan ibunya."

Eezar mengangguk. Menghargai keputusan Akhtar. Ada baiknya juga Azel di beri tahu besok saja jika sudah di Jakarta. "Semoga Ibunya Azel bisa lewat dari masa kritisnya sebelum Azel datang."

Akhtar pun berharap begitu.

Hawa dingin masih terasa walaupun tubuhnya sudah terbalut hodie. Netranya melirik arloji yang menunjukan pukul satu dini hari.

"Lo tahu siapa pelakunya?"

Akhtar terdiam. Ia tak tahu bagaimana kejadian si pelaku menabrak wanita yang sudah ia anggap sebagai Ibunya. Akhtar hanya melihat Lyta yang sudah tak sadarkan diri dengan bersimbah darah.

"Gue gak bisa mastiin dia siapa. Tapi ... gue kenal mobilnya."

"Lo jangan pernah tutupin sesuatu, Thar. Apalagi ini tabrak lari. Lo jangan tutupin keadilan seandainya lo tahu siapapun pelakunya."

Akhtar melirik Eezar di sebelahnya. Berbagai spekulasi terus menerornya sejak tadi. Bisa saja kan mobil itu di pinjam oleh orang lain dan menabrak Tante Lyta. Pikirnya.

Akhtar tetap harus memastikan siapa pelaku sebenarnya. Ia tidak bisa menuduh sembarang orang hanya karena familiar dengan mobil kemarin.





💦💦💦




Akhtar menanti Azel dari pintu kedatangan dengan resah. Pikirannya berkecamuk mencari cara bagaimana memberitahu keadaan Ibu Azel yang berada di rumah sakit dan sampai sekarang belum melewati masa kritisnya.

Ia takut melihat respon Azel. Akhtar sengaja tidak mengabari Azel semalam karena Azel pasti akan panik. Akhtar takut Azel malah bertindak ceroboh dan membahayakan nyawanya sendiri.

"AKHTAR."

Senyumnya terbit melihat Azel yang tersenyum berseri-seri. Ia memeluk gadis yang amat di cintainya itu setelah pamit dengan guru pembimbing semasa di Manado.

"Wih hebat banget pacar gue bisa dapet medali emas."

"Katanya harus aku-kamu," tegur Azel.

"Oh iya lupa. Sorry, masih belum terbiasa."

The Strait of GibraltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang