16

9.6K 3.5K 2.3K
                                    

Malamnya, Jihoon tidak bisa tidur. Matanya yang mirip panda semakin mirip seperti panda. Kejadian di rumah Yoshi tadi siang sangat diluar nalar, menyeramkan namun meninggalkan tanda tanya di kepala.

Sepasang tangan yang menahannya tadi tidak asing, maksudnya bentuk tangannya.

Selain tangan, ada satu hal lagi yang membuatnya terkejut sampai ingin teriak saking takutnya.

Dari dalam cahaya tersebut, terdengar suara minta tolong, terdengar lirih namun masih dapat didengar. Setelah itu sepasang tangan tersebut melepaskan genggamannya, disaat itulah Jihoon lari ke rumahnya.

Dia tidak perlu khawatir Yoshi mengetahui kehadirannya, jendela sudah ditutup kembali kok.

Ayolah, ini malam minggu. Jihoon ingin menikmati waktu me timenya tanpa memikirkan hal-hal seperti itu. Dia yang sudah kesulitan menjadi tambah kesulitan karenanya.

Pusing...

"Daripada mikirin itu, gue mending mikirin dimana Jisung. Gak salah lagi, pasti dia pilih gak muncul. Kecurigaan gue gak bakal salah, Jisung jelas tau sesuatu."

Di chapter sebelumnya sempat dibilang kalau Jisung punya banyak musuh. Salah satunya adalah Jihoon.

Dia sendiri tidak mengerti kenapa dia bisa satu circle dengan Jisung sebelum terpecah. Padahal di awal dia menolak keras ajakan Jeno dan Jaemin, tapi lama-lama dia biasa saja walaupun sering bertengkar.

Masalah di antara mereka berdua bukanlah masalah kecil, Jihoon benci mengingatnya.

Saat kelas tiga smp, Jisung pernah berbuat curang di pertandingan basket. Jihoon yang berada di tim lawan dan lebih unggul dibuat cedera serius dan hampir mati karena pendarahan di kepala.

Orang itu licik, Jihoon benci sekali padanya. Bukankah Jisung lebih baik mati?

























































































Jeno, Haechan, dan Renjun bermalam mingguan di taman kota. Banyak orang berlalu lalang dan bersenda gurau menikmati waktu libur mereka. Kalau mereka sih karena tak sengaja bertemu lalu memutuskan untuk duduk bersama di bangku taman.

Haechan menatap Renjun dari kepala sampai kaki, biasanya orang ini terlihat mencurigakan, sekarang malah terlihat seperti orang baik.

Bagaimana Haechan tidak berpikir seperti itu, pakaian Renjun seperti ingin berkencan dengan seorang wanita, dia juga membawa gitar.

Renjun mau mengamen?

"Kalian berdua kenapa kesini?" Tanya Renjun memecah situasi canggung.

"Gue disuruh beli makanan sama adek, kebetulan rumah gue deket sini dan disini banyak stand," jawab Haechan mengangkat plastik berisi sotang, burger, dan lima bungkus mie jeruk nilo.

"Kalau lo, Jen?"

"Gue bosen di rumah," jawab Jeno singkat. "Lo sendiri kenapa disini?"

Renjun menoleh ke arah lain, tangannya menunjuk ke arah gerombolan anak kecil berpakaian lusuh berlarian ke arahnya.

"Setiap malam minggu gue kesini, gue main gitar dan nyanyi untuk hibur mereka." Renjun menghela nafas. "Setiap liat mereka, gue selalu inget adik gue yang udah gak ada. Terakhir kali adik gue dalam kondisi kayak mereka, karena itu gue mau hibur mereka sebagai permintaan maaf karena gue gak bisa jaga adik gue dengan baik."

LI(E)AR | 00 Line ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang