30

8.4K 3.3K 1.5K
                                    

Perihal cover bakal terjawab nanti :D





Jeno sudah biasa kebut-kebutan di jalan. Tapi dia tidak biasa kalau kebut-kebutannya sambil dikejar polisi seperti ini!

Dasar Sunwoo, kalau kena tilang nanti siapa yang susah? Ya mereka! Mana Jeno tidak pakai helm, Sunwoo sesat nih!

"Sun, masih jauh gak?!" Tanya Jeno keras agar terdengar.

"Dua kilo lagi!"

Jeno melihat ke belakang, satu mobil polisi terus mengejar. Bagaimana ini? Dia tidak mau ditilang.

"Sunwoo!"

"Apaan?!"

"Di depan ada lampu merah. Cepetan, sepuluh detik lagi!"

Brmmm!

Dengan kecepatan 100 km/jam, Sunwoo yakin dia bisa melewati lampu lalu lintas sebelum waktunya. Dia menambah kecepatannya menjadi 120 km/jam, dia salip kendaraan di depan sampai diklakson berkali-kali.

Dia melirik kaca spion, mobil polisi di belakang tampak terhambat karena beberapa mobil berhenti akibat ulahnya. Seringaian terbit di bibirnya, tiga detik lagi...

"Sunwoo, jangan bablas kalau gak bisa!" Seru Jeno karena di depan ramai sekali.

Jeno itu anak motor, tapi kalau sudah ramai begini mana berani. Dari kanan kendaraan sudah maju, lampu sudah berganti warna.

Tepat saat itu, Sunwoo melaju kencang melewati perempatan lampu merah sebelum kendaraan lain bergerak. Mobil polisi tadi tertinggal jauh, terjebak di antara kendaraan yang bergerak sesuai giliran.

"Kemampuan balapan lo kalah sama gue kayaknya," ejek Sunwoo bercanda.

"Sialan, gue tau situasi buat ngebut!"

Sunwoo tertawa terbahak-bahak sampai hampir oleng karena tidak sengaja menekan rem, untung baik-baik saja.

"Eh, Jeno."

"Apa?"

"Temen-temen kita meninggal karana dibunuh sama pembunuh bayaran yang ternyata temen kita sendiri. Menurut lo yang bayar mereka siapa?"

Benar juga, sejauh ini mereka hanya tahu kalau mereka menjadi target pembunuh bayaran, tapi Jeno tidak kepikiran sampai sana. Pembunuh bayaran itu bekerja, mereka punya klien, artinya mereka diminta seseorang.

Masalahnya adalah mereka tidak tahu siapa yang membayar mereka.

Saking seriusnya berpikir, Jeno tidak sadar kalau mereka telah tiba di wilayah markas kedua para pelaku berada, tinggal mencari rumahnya saja.

Sunwoo merinding karena wilayah sini jauh dari keramaian, disini hanya area kebun dan sawah dan baru saja panen. Tidak ada orang selain mereka.

Jalan disini juga tidak mulus, berlubang dan berbatu, Sunwoo jadi harus mengurangi kecepatan agar tidak tergelincir atau parahnya jatuh. Apalagi saat ini baru saja selesai hujan, jalanan licin. Syukurlah saat dikejar polisi tadi mereka baik-baik saja.

"Gue minta maaf karena gak jujur. Gue cuma takut dibunuh sama pelaku," kata Sunwoo.

"Lo itu saksi mata, wajar aja kalau lo takut. Tapi sekarang lo aman, karena Jihoon sama Renjun berusaha tangkap pelakunya."

Jeno tahu Sunwoo itu merasa bersalah. Menjadi saksi mata pembunuhan adalah hal yang sulit. Bila dilaporkan, nyawa diri sendiri bisa terancam. Namun bila tidak dilaporkan akan timbul rasa bersalah berkepanjangan.

Syukurlah Sunwoo berani melapor, patut diacungi jempol.

Brmmm!

Kening Sunwoo mengerut melihat mobil datang dari arah belakang lewat kaca spionnya. Mobil tersebut kencang sekali. Tunggu dulu, mobil itu kenapa mengikutinya?!

"Jeno, pegangan!"

"Kenap─anjing!"

Jeno sampai kejengkang, untung tidak jatuh. Kalau situasinya berbeda, Sunwoo pasti sudah tertawa ngakak saking lucunya.

Sunwoo fokus menyetir sambil mencari keberadaan markas. Mobil sedan di belakang masih mengikutinya, kecepatan mobil tersebut semakin bertambah.

Jeno yang menoleh ke belakang untuk melihat plat mobil bertanya, "Itu mobilnya Jungmo, kan?!"

Setelah dilihat lagi, ternyata benar, itu mobil Jungmo. Bagaimana bisa dia lolos dari polisi?! Bukannya tadi mobilnya rusak dan dia terkunci di dalamnya?!

"Sun, hati-hati!"

Sunwoo baru sadar di depan sana ada jalan berbelok ke kanan. Karena tidak sempat menekan rem, motornya tergelincir tepat di belokan karena jalan yang licin. Alhasil mereka berdua terpental dari motor.

Mobil Jungmo berhenti, si pemilik mobil turun dari mobil. Jungmo mengenggam pistol seraya menghampiri Sunwoo yang berusaha bangkit dari posisi telungkupnya.

Kondisinya cukup parah. Pipinya berdarah akibat terkena aspal, begitu pula telinga dan tangannya. Namun Jeno lebih parah, pemuda itu sampai tidak sadarkan diri karena kepalanya lebih dulu membentur aspal.

"Gak usah berusaha bangun, sebentar lagi mati ngapain berdiri?"

Jungmo menempelkan pistolnya ke kening Sunwoo, bersiap membunuhnya.

"Penyihir sialan, untung mobil gue bisa nyala lagi," umpatnya kesal entah kepada siapa, Sunwoo tidak tahu.

Badannya sakit, pandangannya buram, dia berusaha mempertahankan kesadarannya. Dia tidak mendengar semua perkataan Jungmo, dia fokus ke Jeno.

"Jen... maaf," lirihnya.

"Apa sih? Percuma lo minta maaf, kalian berdua bakal mati."

Sunwoo pasrah, nasibnya tidak akan baik. Tubuhnya tidak bisa bergerak lagi, semuanya sakit. Kalau dia bangun juga percuma, Jungmo akan menembaknya.

"Seharusnya lo gak cepu tentang Jinyoung ke Jihoon sama Renjun, Sunwoo. Seharusnya lo terima tawaran Woobin untuk cari tau apa yang ada di list buatan gue. Kalau begitu lo gak akan mati."

Pistol di kening sedikit ditekan, Jungmo menyeringai lebar. "Selamat tinggal, Sunwoo. Eric pasti nungguin lo di alam sana."







Duakh!






Pukulan mendarat tepat di punggung Jungmo yang hampir saja menekan pelatuknya. Pukulan menggunakan kayu tersebut cukup ampuh, pistol di tangan Jungmo langsung terlempar jauh.

Yang dipukul mengerang sakit, dengan marah dia menghadap ke belakang. Siapa yang berani menggagalkan tugasnya?!

"Lo lagi, lo lagi!" Serunya kepada si pemukul.

Shotaro lega karena Sunwoo gagal terbunuh. Jika dia terlambat sedikit saja, nyawa orang itu pasti tidak tertolong, begitupun Jeno.

"Ngapain lo ikut campur?! Lo mau mati juga?!"

"Terserah gue mau ikut campur atau enggak, lagipula gimana caranya lo bunuh gue? Pistolnya aja kelempar."

Rupanya Jungmo terpancing emosi.

"Gue masih punya pisau, lo mana bisa lawan gue pakai kayu doang."

Shotaro tersenyum remeh. "Kata siapa? Gue ini jago berantem, tangan kosong juga bisa."

"Sombong amat."

"Jelas gue sombong, omongan gue fakta."

"Apanya yang fakta? Lo ngomong begitu biar gue takut kan?"

Shotaro tertawa. "Hahaha, kata siapa? Omongan gue bener kok. Tau Dewa Mars? Nah, gue anaknya."

LI(E)AR | 00 Line ✓Where stories live. Discover now