34. Who Loves Ya, Baby?

4.1K 327 53
                                    

“I wish I could hurt you the way you hurt me. But I know that if I had the chance, I wouldn’t do it.” — Unknown

Aku memandang gedung sekolah tak minat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku memandang gedung sekolah tak minat. Kemarin Papa dan Mamaku terkejut saat melihat kondisiku saat pulang. Tetapi namanya juga orang tua, mereka pasti memiliki firasat kalau ada apa-apa dengan anaknya. Ditambah hari Selasa kemarin aku tidak pulang ke rumah. Tanpa mengintrogasi diriku, Papa hanya mengelus kepalaku sayang lalu membiarkan aku menangis di pelukan Mama. 

Sebenarnya Mama menyarankan agar aku tidak masuk hari ini. Tapi setelah aku pikir-pikir, masa iya aku tidak masuk sekolah hanya karena patah hati dan kehilangan seorang teman.

Aku menepuk pelan kedua pipiku, meyakinkan diri agar tidak terlarut-larut dalam kesedihan.

Menarik napas panjang, kakiku hampir menyentuh tangga pertama jika tidak ada seseorang yang dengan cepat mencengkram bahuku dan membalikan tubuhku dengan kasar.

"BITCH!"

PLAK!

Kejadiannya cepat sekali, wajahku kini tertoleh ke samping kanan. Kedua mataku yang sebelumnya tertutup, membuka pelan. Aku masih berusaha memahami sesuatu yang baru saja terjadi, hingga rasa panas mulai menjalar di pipi kiriku. Goodness, what the heck? 

Aku membuka mulutku perlahan, memastikan sesuatu. Tamparan itu cukup kuat sehingga aku takut rahangku yang terkena imbasnya. Bisa saja rahang bawahku tergeser. Aku bahkan belum sempat membenarkan posisi kepalaku, rambutku sudah ditarik ke bawah dengan kuat terlebih dulu. Membuat diriku terpaksa mendongak dan melihat pelaku yang menamparku.

"Janne?! Aawww... Sakit! Lepasin nggak rambutku?!" jeritku kesakitan sambil memegang tangannya yang menarik rambutku.

Janne menatapku nyalang, "JALANG KECIL SIALAN. BERANI-BERANINYA LO GODA TUNANGAN GUE?!! Udah berapa kali lo buka selangkangan lo buat El?! Masih belum puas juga, hah?!! Sampai mau godain tunangan gue?!"

Teriakan Janne mengundang minat siswa-siswi yang ada di sekitar kami, mereka mulai mengerubungi kami layaknya sebuah tontonan yang wajib untuk dilihat. Banyak siswi yang seketika memandangku penuh penilaian ditambah suara bisik-bisik yang mengikutsertakan namaku.

Kali ini dia sudah keterlaluan, aku tidak terima direndahkan seperti ini. Seumur-umur orang tuaku saja tidak pernah meninggikan suaranya apalagi mengangkat tangannya— dalam hal kekerasan terhadapku. Luka hatiku bahkan masih basah, mana mungkin aku menggoda Kak Aresh yang notabenya tunangan orang. Tidak akan aku membiarkan dia menginjak-injak harga diriku. Aku harus melawannya, tanganku terangkat membalas menarik rambutnya.

"Anjing! Lepasin nggak tangan lo dari rambut gue?! Aaahh... Esysha bangsat!" Janne meraung kesakitan, aku tak peduli dia duluan yang memulai pertengkaran. Apalagi kata-kata yang dia ucapkan sama sekali tidak benar. Bodo amat, aku tidak peduli.

CHOOSEWhere stories live. Discover now