20. She Warned Me

4.7K 454 18
                                    

HAPPY READING!
Jangan lupa vote dan komen

Kita memang harus mencari jalan keluar dari suatu permasalahan.
Tapi, terkadang kita juga perlu melupakannya sejenak, untuk bisa menikmati kehidupan.

"Sil, sebenernya kamu mau cari baju yang gimana sih? Dari tadi bolak-balik, ganti ini itu, aku yang liat aja ikutan capek," keluhku yang dari tadi duduk di samping ruang ganti, menopang dagu bosan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sil, sebenernya kamu mau cari baju yang gimana sih? Dari tadi bolak-balik, ganti ini itu, aku yang liat aja ikutan capek," keluhku yang dari tadi duduk di samping ruang ganti, menopang dagu bosan.

"Sstt, daripada ngomel-ngomel nggak jelas mendingan lo bantuin gue, yang ini bagus gak?"

Aku memperhatikan baju yang sedang di pakai Sesil, long sleeve backless mini dress berwarna hitam itu terlihat pas di tubuhnya. "Bagus, udah itu aja. Lagian kamu mau kemana? Kok aneh banget tiba-tiba beli baju baru gini."

"Pas banget lo tanya. Gibran ngajak gue jalan malam ini. Bukan jalan sih, em... dia ngajak gue ke birthday party temennya."

"Then...?" Aku merasakan suatu hal buruk, kalau melihatnya tersenyum lebar seperti sekarang ini.

"Karena gue takut kalau sendirian. So, nanti lo temenin gue ya, Sha?"

"What? Sil, aku mana kenal sama temennya mantan kamu itu."

"Nah, itu masalahnya gue juga nggak kenal. Lagian gue juga udah tanya sama Gibran, dia bilang fine-fine aja tuh."

"But still... Hell, no! I won't go. Aku juga nggak yakin Papah ngijinin aku keluar malam gitu."

"Yah, Sha. Bilang aja lo nginep di rumah gue. Please, sekali ini aja ya? Pleasee?" Sesil menangkupkan kedua tangannya dan memandangiku penuh pengharapan.

"Okay, fine. Syaratnya kamu yang bilang sama Papah."

"Beneran, Sha?" tanyanya memastikan yang aku balas lirikan malas. "Hehe... iya-iya, gampang itu mah," imbuhnya lalu kembali masuk ke ruang ganti untuk mengganti bajunya.

"Bentar gue bayar dulu, lo tunggu sini aja."

Aku tak menjawabnya karena Sesil sudah berjalan menuju kasir. Demi menghilangkan rasa bosan aku memainkan permainan yang ada di ponselku. Sejak kemarin aku sama sekali belum membuka kembali sosmed milikku. Huh, memikirkan itu membuat moodku jelek saja.

"Esysha!" Sesil berteriak tepat di telingaku sehingga ponsel kesayanganku terjatuh ke lantai.

Aku mengambilnya sambil berdesis pelan, "God, you don't have to shout- I am not deaf."

"My bad. I called you since then, dan lo nggak jawab-jawab."

"Udah kan? Ayo, balik tapi kamu anterin aku pulang dulu," ajakku sambil melihat jam tangan yang sudah menunjukkan tepat pukul lima sore.

"Nay, kita langsung ke rumah gue. Nih buat lo." Sesil mengulurkan sebuah paperbag yang sama persis dengan yang dia tenteng di tangan kirinya.

CHOOSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang