2

6.9K 587 114
                                    

Pintu besar rumah mewah itu terbuka lebar saat Karen melangkah masuk ke dalamnya. Dia mengenakan dress merah panjang dengan bagian atasnya yang terbuka. Dante memang buta, tapi mengingat tabiat pria itu di masa lalu, tidak menutup kemungkinan pria itu akan merabanya hanya untuk menerka wajahnya atau berbuat hal lain.

Karen tahu-sangat tahu-bagaimana pria itu bersikap pada wanita, sebab sebelum mereka menikah dulu, Dante pernah mencoba menidurinya dan Karen saat itu sangat sulit menolak rayuan pria itu, namun Karen tetap menghindari sentuhan sebelum menikah dan mereka melakukannya pada malam pertama mereka.

Orang sepertimu tidak mungkin berubah, Dante, pikir Karen saat pelayan mengarahkannya ke suatu ruangan. Buktinya, kau membuangku dan tidak menemukanku dan anak kita sampai hari ini. Bagimu aku hanya angin yang pernah melewati wajahmu, yang tak perlu kau cari atau bahkan kau ingat lagi.

Karen masuk ke ruang kerja pria itu. Dadanya berjengit saat matanya melihat Dante yang duduk di sofa dengan satu tangan yang menggenggam kepala tongkat. Kau tidak berdaya, Dante, gumam Karen dalam hati. Aku tidak menyangka akan melihatmu lebih lemah daripada sebelumnya.

"Selamat sore," kata Karen menyapanya.

Raut wajah Dante berubah saat dia mendengar suaranya. Dahinya yang berkerut membuat Karen sedikit takut. Masih ingatkan dia pada suaraku, pikir Karen panik, kemudian dilihatnya Dante mengulurkan satu tangannya ke arah sofa di seberang sofa yang diduduki Dante.

"Silakan."

Karen duduk di sofa tersebut. Dia menunggu sampai Dante bicara lagi.

"Jadi siapa nama kau?" sahut Dante. "Karenina?"

"Betul."

"Maaf mungkin ini kesannya kaku, seperti interview kerja, begitu." Dante tertawa untuk mencairkan suasana. Tawanya begitu kering sampai Karen menatapnya aneh. Untung saja pria itu tidak melihat ekspresinya. "Jadi, kenapa kau mau dijodohkan dengan saya? Ya, ini sama saja dengan perjodohan, kan. Pamanku, Oom Najib yang memintamu untuk menikah denganku, bukan?"

"Anda pasti tidak suka dengan orang yang suka berdusta, bukan, Pak Dante?" jawab Karen tenang. "Saya butuh uang. Untuk ekspansi bisnis saya di industri fashion."

"Ekspansi? Saya mendengarnya lain. Bukankah bisnis Anda terancam pailit?"

"Itu juga betul," sahut Karen. "Saya ingin melunasi hutang perusahaan, lalu membuka cabang perusahaan untuk mengepak sayap."

"Anda tidak bisa gegabah seperti ini, dengan kegiatan operasional yang sebelumnya membuatmu hampir bangkrut. Kau perlu menelaah apa-apa saja untuk dilakukan sebelum ekspansi. Lagipula, saya kira ekspansi bisnis yang Anda maksud, Anda berniat untuk melirik bisnis lain."

"Saya sepakat. Saya tidak menolak masukan dari Anda jika Anda mau menjadi mentor saya, tentunya."

"Kau tidak terdengar gugup. Apakah memang Anda sepercaya diri ini kepada siapa pun, Karenina?"

"Saat nasib Anda berada di ujung tanduk, hanya kepercayaan diri yang menjadi modal Anda," kata Karen datar.

"Saya juga bukan manusia sempurna. Istri dan anak saya meninggal, dan sejak saat itu saya kehilangan percaya diri." Dante tertawa lagi, namun kali ini terdengar miris. "Itulah sebabnya saya berada di rumah terus."

"Istri dan anak?"

"Ya, Jena, mendiang istri saya, meninggal dengan anak saya, Alden karena kebakaran."

Jena dan Alden, ulang Karen dengan pilu di hatinya. Hanya mereka yang membuat hidupmu menyedihkan, Dante. Aku penasaran, apakah kau sengsara seperti ini saat aku dan bayi kita pergi?

Ex Wife's Revenge #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang