21

3.2K 247 29
                                    

Suara Erik yang terdengar lirih itu menghantui Karen. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh pria itu dan Karen yakin sekali Erik dalam keadaan masalah yang serius.

Dia harus melakukan sesuatu.

Karen tidak berdiam diri di rumah. Dia menelusuri seisi kamar Dante dan melihat laci lemari dengan kunci menggantung di sana. Diputarnya kunci itu dan ditariknya laci.

Di sana terdapat beberapa buku tabungan milik Dante-yang Karen asumsikan hanya beberapa saja, tidak mungkin orang seperti Dante menaruh semua buku tabungannya di tempat yang sama, bukan? Tapi sepertinya memang begitu. Karen juga menemukan dokumen-dokumen penting lainnya di sana, termasuk beberapa sertifikat hak milik atas tanah.

Waktu Karen sendiri tidak banyak. Dante bisa pulang kapan saja, dan mungkin dia akan menetap di rumah itu untuk waktu yang lama. Dengan ponselnya Karen memoto dokumen-dokumen itu, kemudian dikembalikannya lagi dokumen-dokumen itu ke dalam laci.

Dia menelepon Valerie, menanyakan kapan Dante akan menjemput Valerie lagi. "Ya, katanya dua jam lagi. Aku disuruh tunggu saja di rumah," jawab anaknya.

Karen bergegas turun, membawa mobilnya meninggalkan rumah Dante dan mendatangi sebuah gudang di kawasan Jakarta Utara. Gudang tempat para pembuat dokumen palsu berkumpul. Dia pernah menggunakan jasa mereka untuk membuat akun rekening yang tidak diketahui siapa pun kecuali dirinya.

"Siapkan surat kuasa untuk beberapa dokumen yang telah saya kirim via Telegr*m," perintahnya. "Di sana juga sudah ada tanda tangannya."

"Hanya itu?" Bos dari kumpulan pembuat dokumen itu menaikkan satu alisnya.

"Dan siapkan paspor palsu untuk satu orang," kata Karen. Tak lupa dia menyodorkan segepok uang di atas meja. "Jangan lebih lama daripada dua minggu."

Aku tidak menghendaki pernikahan ini lebih dari satu bulan, pikir Karen mengingatkan dirinya. Jika aku tidak bisa memisahkan Val dari ayah kandungnya, setidaknya aku bisa meninggalkan Dante. Kurasa Dante tidak akan menyakiti Val tapi pasti dia takkan segan menyakitiku begitu dia tahu aku menipunya.

Kau orang yang pintar, Dante, tapi semoga aku lebih cepat untuk membuatmu menderita. Aku tidak takut apa-apa lagi, Dante.

Karen teringat pada pesan Pak Ramli sebelum Beliau meninggal. "Di dunia ini, kita tidak punya siapa-siapa selain diri kita. Anak kandung saya, istri saya, semuanya meninggalkan saya. Kau harus pahami betul untuk menjaga dirimu, Indy. Kau harus punya pekerjaan dan simpanan uang yang bisa kau kelola. Segala urusanmu bisa mudah jika kau punya pegangan."

"Tapi saya tidak yakin saya bisa menjadi sehebat Bapak."

"Perusahaan tekstil itu memang punya banyak masalah, tapi entah mengapa selalu saja bisa bertahan dan tak pernah gulung tikar. Saya yakin, di bawah kelolamu, perusahaan itu akan menjadi jauh lebih baik."

Aku sudah berusaha semampuku untuk mempertahankan perusahaan itu, pikir Karen. Sampai aku rela menjadi istri Dante dan aku yakin, dengan dia sebagai main shareholder, dia bisa membuat perusahaan itu lebih berkembang.

Keinginanku bukan untuk memiliki perusahaan itu. Sejak awal Pak Ramli juga menegaskan perusahaan itu milik keluarga Samad dan aku bukanlah keluarga Samad. Aku yakin, setelah Dante tahu siapa aku, dia akan mengungkapkannya pada semua orang, dan dia akan menjual semua atau sebagian sahamnya ke anggota keluarga Samad.

Keakraban Dante dan Pak Anwar mampir ke benak Karen. Dia bukan tidak memperhatikan. Di balik senyumnya saat pesta pernikahan itu, dia tahu sebenarnya Dante merencanakan sesuatu. Dia juga yakin sebenarnya Dante sudah bisa mendeteksi siapa dirinya.

Ex Wife's Revenge #CompletedWhere stories live. Discover now