6

4.1K 346 37
                                    


"Saya ingin tahu dengan siapa saja dia bertemu. Apa yang dilakukannya," kata Dante pada dua anak buahnya. "Kalian sudah mengikutinya sejak pagi ini kan?"

"Hari ini Bu Karenina di kantornya saja, Pak," sahut salah satu anak buahnya. "Tapi kami melihat Pak Erik sepupu Anda mampir ke sana. Kami masih belum tahu apa maksud kedatangannya."

"Erik?!" Suara Dante terpekik. Apa hubungan Erik dengan Karenina, pikir Dante tidak tenang. Apakah firasatku benar? Bahwa Karenina adalah Indy? Oh, bajingan tengik itu. Tentu aku tahu Erik dulu suka diam-diam mendekati Indy. Apakah mereka berkomplot untuk berbuat jahat padaku?

**

Dada Karen berjengit saat sekretarisnya memberitahunya Erik Amran menunggu di lounge depan ruang kerjanya. Karen menarik napas sekuat-kuatnya. Apa yang diinginkan pria itu, pikir Karen. Dia sudah mendengar kabar pernikahanku dengan Dante. Apakah maksud kedatangannya untuk memeras aku? Untuk apa? Bukankah dia sudah kaya dengan menjadi anak Pak Najib serta terakhir yang kutahu usahanya di berbagai bidang lagi melambung?

Atau.. dia punya agenda lain?

Karen berusaha menguasai dirinya. Disuruhnya sekretarisnya memanggil Erik untuk masuk ke dalam ruangannya. Erik tak lama masuk dengan sebuket bunga mawar di tangannya. Senyum yang terlihat licik mengembang di wajahnya.

Firasat Karen tidak enak.

Tanpa diundang Erik duduk di sofa dan menyilangkan kakinya. Dilemparnya buket bunga itu ke meja di depannya. Sudut bibirnya menukik. "Jangan menatapku seakan aku ini orang yang jahat," kata Erik yang melihat Karen terlihat sigap di hadapannya. "Santai saja. Lagipula, akulah yang seharusnya khawatir dengan keberadaan kau. Jawab saja aku. Mengapa kau tiba-tiba datang ke hidup Dante dan menerima lamarannya?"

Hubungan mereka sudah terjalin sejak Indy menjadi istri Dante. Erik menaruh perhatian pada Indy yang polos dengan suaminya yang saat itu hobi menyeleweng dengan Jena. Dia menawarkan persahabatan pada Indy, menjadi teman bicara perempuan itu saat Dante tak ada di dekat mereka. Suatu hari Erik mendapat kabar Indy menghilang dan lokasi terakhirnya ada di vila keluarga Amran. Erik menemukan Indy tak sadarkan diri di halaman belakang vila. Bukan hanya Indy, bayinya yang masih berlumur kemerahan, ada di dalam dekapan Indy.

Erik membawa Indy dan bayinya ke rumah sakit terdekat. Dia meminta anak buahnya untuk tidak memberitahu Dante-bahkan merahasiakan keberadaan Indy dari siapa pun. Ketika Indy sadar, dia hendak memaafkan Dante, tapi Erik melarang.

"Dia bersama Jena. Mereka akan liburan ke luar negeri bersama," kata Erik tidak menyembunyikan kegusarannya. "Sampai kapan kau menghina diri kau untuk pria seperti itu? Lupakan dia, Indy. Kau dan anakmu bisa hidup tanpa dia!"

"Tapi dia suamiku, dan aku mau dia mengenal anaknya...," sahut Indy lemah.

"Tidak! Aku tidak bisa membiarkanmu kembali padanya! Oh, Indy. Aku sebenarnya sudah gandrung padamu, dan aku punya perasaan khusus untuk kau. Melihat kau direndahkan seperti ini olehnya membuatku murka!"

"Aku tidak direndahkan. Dia sayang padaku."

"Lalu mengapa dia hanya datang pada kau saat dia punya kebutuhan badani? Mengapa kau dicampakkannya begitu saja setelah Jena kembali ke kehidupannya? Indy, sepolos inikah kau?!"

"Aku harus bagaimana... Aku tidak punya pegangan..."

"Tak usah kau pikirkan itu. Aku akan membantumu, asalkan kau komit untuk mengenyahkan Dante dari hidupmu!"

Karen pun mengingat janjinya pada Erik. Dia takkan kembali pada Dante, tapi di saat dia membutuhkan modal dan punya kesempatan untuk membalas dendamnya pada pria congkak itu, dia tidak mau menyia-nyiakannya. Dia memang kembali pada Dante, tapi bukan untuk mencintai pria itu lagi.

Erik memandangnya dengan sorotan tajam, namun sebenarnya Karen tahu pria itu khawatir. Ya pria yang telah menolongnya-oh, bukan hanya menolongnya, pria itu membantunya hingga dia diangkat anak oleh pasangan kaya raya. Erik juga yang mengajarkan Karen untuk menjalankan usaha tekstilnya. Dia belajar banyak tentang korporasi, finansial, strategi bisnis, dan masih banyak lagi dari Erik. Karen menjadi merasa bersalah, ketika disadarinya Erik takut sesuatu terjadi padanya.

"Dante tidak berubah meski dia buta, Indy," lanjut Erik setelah tak ada sahutan dari Karen. "Dia tetap bengis dan menyebalkan. Jika kau pikir kau bisa melakukan hal yang keji padanya, kuingin kau mundur sekarang."

"Tidak, aku tidak akan membatalkan pernikahan kami!" kata Karen bersikeras. Dia duduk di sofa lain, menatap Erik lekat-lekat. "Aku tidak akan mengalah lagi, Erik. Maafkan aku. Aku telah mengkhianati janji kita, tapi ini kesempatanku.."

"Indy," potong Erik tegas. "Dante punya banyak saingan, bahkan dia harus kehilangan penglihatannya karena ada orang yang tidak menyukainya. Sebenarnya keluarga sudah tahu siapa yang melakukannya, lawan bisnisnya, tapi kita tidak bisa mengambil jalur hukum sebab dia begitu berkuasa dan dia juga sudah memberi kompensasi yang besar untuk keluarga Amran. Tapi apakah kau lihat? Dante masih tetap hidup, ya dia memang tidak pernah keluar rumah, tapi aku tahu sebenarnya dari jauh dia masih memantau perusahaan. Otaknya yang pintar itu masih jalan, Indy. Begitu tahu kau menipunya, apa kau siap mendapat balasan darinya?"

"Pernikahan ini bukan hanya untuk membalas dendam. Sebenarnya aku butuh modal yang cukup besar. Perusahaan ini terancam pailit."

"Kau menjual dirimu?"

"Apakah aku punya pilihan?"

"Well..."

"Erik, kumohon padamu, jangan beritahu siapa pun perihal diriku yang sebenarnya," kata Karen memelas. Ditunjuknya dadanya. "Aku merasa sesak setiap malam, membayangkan Dante yang hidup lenggang saja, seakan dia tidak punya dosa besar padaku dan anakku. Hanya dengan menusuknya dari belakang aku bisa bahagia lagi, Erik."

"Tapi dia orang yang berbahaya, Indy. Terlalu berisiko."

"Aku akan ambil risiko itu," jawab Karen yakin.

"Aku tidak akan membocorkan identitas kau, asal kau berbagi keuntungan denganku," kata Erik datar. Bisnis tetaplah bisnis. Dia memang suka pada Indy, bahkan rasanya masih ada ruang yang spesial di dalam hatinya untuk Indy, tapi tetap saja Indy orang asing dan dia tidak mau orang asing ini meraup harta keluarga Amran begitu saja.

"Katakan saja. Aku akan berikan apapun untuk membalas kebaikanmu selama ini."

Erik menghela napas panjang. Dia tetap keberatan jika Karen harus menjual dirinya kepada manusia seperti Dante. Bisa dibayangkannya bagaimana Dante akan menghina Karen begitu dia tahu siapa Karen sebenarnya. Karen pasti akan sakit hati seperti dulu... atau tidak?

Karen bukan Indy.

"Kau harus benar-benar menyusun strategi, jangan sampai kau kalah lagi, sebab aku akan membunuhnya kalau dia berani menyakitimu!"

"Oh, Erik!" Karen berdiri dari duduknya, mendekati Erik dan memeluk pria itu erat. "Terima kasih!"

"Kau memang bukan Indy. Indy takkan menyodorkan dirinya padaku seperti ini," kata Erik melepaskan diri.

**

Sepulangnya dari kantor Karen mendapat telepon dari Dante. Pria itu mengundangnya lagi ke rumahnya. Suara pria itu tidak terdengar hangat sama sekali di telepon, malah sebaliknya, terdengar datar dan dingin. Omongannya pun bukan seperti undangan sebenarnya, tapi lebih cenderung ke perintah.

Karen yang sadar bahwa posisinya tidak lebih tinggi dari pria itu, menurut saja. Dia menemui pria itu yang tengah menunggunya di halaman belakang rumahnya.

"Dante, saya datang," kata Karen berjalan mendekati pria itu.

"Kau," desis Dante geram. "Kau bukan Karen, kan? Kau seseorang yang datang dari masa lalu. Yang ingin membalas dendam!"

"Bicara apa kau ini," sahut Karen berusaha tenang, namun jika Dante bisa melihat, Dante pasti tambah curiga karena wajah Karen berubah pucat. Bibir Karen pun bergetar saat bicara. "Kenapa kau tiba-tiba bertanya demikian?!"

Pria itu memukul meja di dekatnya dengan keras. Karen terbelalak. Pria ini benar-benar marah rupanya, pikir Karen. Tapi kenapa?

"Kau pikir aku tidak tahu Erik menemuimu? Untuk apa? Apa kalian sekongkol merencanakan sesuatu untuk menghancurkan aku?"

*I hope you like the story*

Ex Wife's Revenge #CompletedWhere stories live. Discover now