11

3.5K 320 42
                                    

Acara makan malam telah selesai namun mereka masih terlibat dalam perbincangan dengan topik yang berbagai macam, sampai akhirnya jarum jam menunjuk angka sepuluh dan Dante yang tak ada habisnya ngobrol dengan Valerie, diingatkan oleh Oom Najib bahwa hari sudah malam dan Valerie serta ibunya harus pulang.

Karen melihat kekecewaan di permukaan wajah pria itu. Dante mengulurkan tangannya ke arah sampingnya, dan walau pria itu tidak menyuruh Valerie untuk menyambut uluran tangan itu, Valerie tetap menerima tangan pria itu. Dia mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Valerie.

Dante tersenyum lagi. "Besok kau ke sini lagi. Ibumu kan kerja, kau tidak ngapa-ngapain di rumah?"

"Valerie," panggil Karen menegur.

Valerie menoleh pada ibunya. "Ma, boleh ya?"

"Iya, boleh," kata Karen pelan. Dia sebenarnya menahan kantuk apalagi malam ini didominasi oleh suara Dante dan Valerie bak orang-orang lain tugasnya hanya menyahut dan menonton mereka. Mereka membicarakan hal apa saja tanpa jeda. Apa yang dikatakan Valerie menarik perhatian Dante dan begitu pun sebaliknya.

Keluarga Oom Najib pamit terlebih dahulu. Sempat Karen menatap Erik sebentar. Pria itu tidak memandangnya dengan sorotan sinis, malah Karen dapat melihat keprihatinan dan kesenduan di dalam mata pria itu. Kau pasti mengkhawatirkan aku, pikir Karen. Kau tahu apa yang kurasakan. Dari dulu pun begitu.

Aku tidak punya pilihan, Karen mengingatkan dirinya. Aku sudah sampai sini dan aku.. aku akan menjadi istri Dante Amran lagi. Aku harus melihatnya menderita agar aku tidak dikecamuk amarah dan sedih setelah apa yang diperbuatnya padaku.

Kini sisalah mereka bertiga. Dante meminta maaf pada Karen, selama makan malam dia jarang sekali mengajak bicara Karen. Dia begitu terkesima dengan pencapaian akademik Valerie dan yang paling penting, anak itu tidak sombong. Anak orang kaya di kalangan Dante mudah memandang sebelah mata seseorang, tapi hari itu, Dante bersyukur karena tidak sekali pun Valerie menyinggung kekurangan Dante yang tidak bisa melihat. Valerie tahu caranya bersikap sopan dan baik pada orang lain

Dapat dipastikan Karen mengajarinya dengan baik. Hal itu disampaikannya pada Karen dengan perasaan kagum. "You are a good mom," di akhir kalimat pria itu.

Perasaan itu. Perasaan aneh yang menjalari hati Karen. Pria ini... Pria yang dulu selalu menyakiti hatinya, menilainya rendah karena dia tidak sekaya pria itu dan mengkhianatinya, pada saat itu mengakui kemampuannya sebagai seorang ibu.

Karen tidak tahu apa yang hangat di dalam hatinya saat Dante memujinya. Dia menatap wajah Dante yang diselubungi kebahagiaan. Apa kau sebegitu senangnya bisa bicara dengan anakmu sendiri, Dante, pikir Karen pilu. Di mana Dante Amran yang congkak dan berhati dingin itu? Mengapa kau justru begini.. bersikap baik pada anakmu, dan membuatku sulit untuk melanjutkan rencanaku untuk menghancurkanmu?

"Saya masih ingin dia terus berusaha dan tidak mudah puas dengan hasil yang diperolehnya," jawab Karen. "Saya ingin kelak Val punya pekerjaan yang baik dan tidak bergantung pada orangtuanya. Hal itu sudah saya tekankan, bahwa orangtua tidak selamanya hidup, dan cepat atau lambat dia harus bertumpu pada kakinya sendiri."

Dia tidak menyangka dia dan Dante akan membicarakan anak mereka, bahkan dia pikir kesempatan itu-kesempatan untuknya di ruangan yang sama dengan Valerie dan Dante, tidak akan pernah datang.

Dante tidak langsung menyahut. Sebelum menikah dengan Indy, dia meminta perempuan itu untuk resign dari pekerjaannya.

"Kau tidak perlu pekerjaan itu, Indy. Akulah yang memastikan kebutuhanmu akan terpenuhi begitu kau jadi istriku," kata Dante kesal karena permintaannya ditolak. "Kenapa sih sulit sekali menurut?"

"Tentu aku aku tidak bisa mengikuti keinginanmu. Untuk diterima di perusahaan itu, aku harus bersaing dengan banyak orang, dan untuk sampai posisi ini aku harus banting tulang sampai kurang tidur, Dante."

"Tapi kau tidak perlu lagi banting tulang. Aku, akulah Dante Amran, yang akan bekerja keras untukmu!" bentak Dante jengkel.

"Aku hanya akan mempertimbangkan usulanmu setelah kita menikah," kata Indy tawar. "Sejak orangtuaku meninggal, aku hanya bertumpu pada kakiku sendiri, dan hidupku hanya bergantung pada pekerjaan yang kupunya sekarang. Karena itu, selama hubungan kita belum resmi, aku tidak mau mengorbankan pekerjaanku."

"Perempuan," desis Dante marah. "Perempuan macam apa yang mengelak keinginan calon suaminya? Bagaimana jika kita menikah nanti? Akan seperti inikah kau?!"

"Justru karena kau calon suamiku, Dante. Aku tidak bisa percaya pada siapa pun," jawab Indy tegas. "Apakah kau pernah merasa kau tidak punya uang? Apakah kau pernah merasa jika kau keluar dari pekerjaanmu, kau tidak bisa makan? Tentu tidak, kan? Sebab ada keluarga yang memastikan kau tidak akan kelaparan, sementara aku tidak punya, Dante.."

Indy, gumam Dante dalam hati. Matanya yang tak bisa melihat itu menunjukkan nanar. Aku tahu kau Indy. Oh, Indy, apa yang kau inginkan sebenarnya? Apa maksud dan tujuan kedatanganmu? Tidak mungkin kau datang untuk meminta cinta dariku. Lalu apa? Harta? Apakah Indy yang kukenal sanggup menipu anak dan suaminya hanya untuk harta? Apakah manusia bisa berubah menjadi serendah itu?

Dari sisi Karen pun merasa penasaran. Karen dapat melihat reaksi Dante yang tak berkutik.

Apakah kita sudah sama-sama tahu, pikir Karen. Kau manusia yang tidak bisa dikelabui, bukan? Apa kini sikapku begitu kentara hingga kau sadar siapa aku sebenarnya? Apakah sebaiknya aku urungkan saja niatku untuk menjadi istrinya? Aku dan Valerie.. Kita tak usah butuh uang pria ini. Aku akan mencari investor lain untuk perusahaanku. Aku tidak bisa membayangkan begitu Dante membuktikan siapa aku, dia akan mengambil Valerie dariku.

*Semoga kalian suka cerita ini. Jangan lupa tinggalkan vote dan comments :)*

Ex Wife's Revenge #CompletedWhere stories live. Discover now