23

3.9K 257 42
                                    

Oom Erik telah menjelaskan semuanya pada Valerie. Oom Erik menunjukkan foto pernikahan Oom Dante dan mamanya. "Wanita dalam foto ini adalah ibumu, Valerie. Ibumu adalah istri pertama Dante, laki-laki yang sekarang menjadi ayah sambungmu. Kau mungkin belum paham. Ayah kandungmu, Dante, mengasingkan ibumu yang hamil tua di sebuah villa tua. Ibumu ditinggalkan sendiri di sana. Bahkan, kau dilahirkan di bawah pohon. Oom-lah yang menemukan ibumu tak sadar dengan kau di dalam pelukannya saat itu.

Oom akui Oom salah. Oom mendekati ibumu saat dia menjadi istri Dante, tapi Oom berani bersumpah hubungan kami tidak jauh sampai melakukan hal yang dilarang. Alasan Oom mendekati ibumu karena Oom kasihan. Ibumu tidak pernah dicintai Dante. Ayah kandungmu, Dante itulah, yang berselingkuh duluan. Kau tahu Jena? Istri Dante yang meninggal dalam incident itu? Dialah yang menjadi duri dalam pernikahan ibumu dan Dante. Dia dan Dante yang membuatmu menderita."

"Lalu kenapa wajah Mama berubah, Oom?" tanya Valerie.

"Oom tak mau ibumu kembali pada Dante. Oom mengenalkan ibumu pada kakek-nenekmu yang kau kenal, Pak Samad dan istrinya. Mereka setuju untuk menjadikan ibumu sebagai anak mereka asalkan ibumu sepakat untuk menjadi Karenina Samad sekali pun dia harus mengorbankan wajah lamanya."

"Jika apa yang dikatakan Oom benar, kenapa Mama tidak bangkit saja? Kenapa Mama menikah lagi dengan pria yang telah menyakitinya?"

"Karena mamamu ingin kau memperoleh hak sebagai anak Dante. Yang harus kau ingat, mamamu sangat menyayangimu. Mamamu bukan orang jahat, Valerie. Dan jika sesuatu terjadi pada Oom, hanya kaulah yang dimiliki mamamu. Karena itu kau harus menjaga mamamu. Kau paham?"

Valerie menggeleng. "Aku tidak bisa kembali ke rumah Oom Dante kalau begitu. Aku tidak mau menjadi anaknya."

"Kau harus bertahan kalau kau sayang ibumu. Kau harus berada di dekat ibumu sampai dia selesai menjadi istri Dante."

Sesaat Valerie tidak menyahut. Dia bertanya lagi, "Oom mau ke mana? Selama ini Oom menjaga Mama, kenapa Oom tiba-tiba bicara begini?"

Erik hanya menatap nanar ke arah Valerie.

Valerie bisa saja tidak memercayai apa yang dikatakan Oom Erik, namun pikirannya goyah saat dia melihat foto Jena dan Alden di lemari kaca. Dia mendengar Dante memarahi pembantu yang lupa membersihkan lemari kaca. Pada saat itu Dante kesal tangannya yang memegang gagang lemari terkena debu. "Lemari harus setiap hari dibersihkan, atau setidaknya dua hari sekali, agar tamu yang datang bisa melihat jelas mereka di sini!"

Aku yang bukan Mama saja jengkel menyaksikan kepedulian orang itu kepada mendiang anak dan istrinya, pikir Valerie berlalu dari tempatnya. Bagaimana Mama? Untung saja Mama bekerja sampai malam, jadi tak usah berlama-lama dengan orang itu.

Orang itu. Valerie enggan menyebutnya dengan panggilan lain.

Valerie pun berusaha keras untuk tidak menyemburkan kemarahannya pada pria itu. Hati Valerie mengeluh keras setiap melihat kehangatan yang ibunya berikan pada Dante. Valerie tahu, ibunya pasti sebenarnya tertekan harus melayani pria yang begitu jahat di masa lalu.

Selama menjadi istri Dante, Karen menghindari masalah dengan pria itu. Dia selalu berada di dekat Dante. Setiap Dante memanggilnya, dia siaga menghampiri dan memberikan apa yang diperlukan Dante. Bukan hanya itu. Dia melayani segala keperluan Dante dari urusan makan, pakaian, sampai urusan kamar.

"Aku seperti dilahirkan kembali sejak menjadi suamimu. Aku jadi punya gairah untuk hidup," gumam Dante pada suatu malam setelah mereka melakukan hubungan suami-istri di atas ranjang. Saat itu posisinya kepala Karen ada di dada Dante. Tangan Dante mengelus-elus lengan Karen.

"Jangan pikirkan lagi masa lalumu yang hanya melukaimu," sahut Karen menenangkan. Tangannya turun ke bagian bawah tubuh Dante. "Kau harus menikmati setiap waktumu sekarang." Dan dia duduk di atas tubuh Dante, membiarkan Dante melenguh penuh kenikmatan.

Di saat Karen memeluk pria itu, dia berdoa agar Dante memang menikmati waktunya sekarang. Jangan pikirkan lagi masa lalumu, kata Karen dalam hati. Sebab kau masih punya masa yang akan datang yang menyiksamu. Penderitaanmu kehilangan anak dan istri yang habis terbakar tidak akan seberapa dengan hal yang akan kuberikan kepadamu nanti!

Enam bulan terlewati bersama dan mereka tidak terlibat dalam pertengkaran yang berarti. Hal itu tak luput dari perhatian Dante. Sikap Karen yang hangat dan peduli padanya menjadi tanda tanya bagi Dante. Apakah perempuan itu punya taktik? Atau dia memang tulus saja melayani Dante? Dante menjadi bimbang. Dia tidak tahu apakah dia akan melaporkan Karen atau tidak. Rasanya dia sudah terlalu nyaman dengan keluarganya yang sekarang dan dia lupa dengan dugaannya terkait Indy yang membunuh Jena dan Alden.

Di sisi lain, Karen merasa kaget dia bisa selama itu dengan Dante. Dia bisa berlakon menjadi istri yang baik sementara hatinya berat. Pikirannya terpusat pada Erik. Setiap malam setelah dia melihat Dante terlelap, Karen keluar dari kamar untuk menelepon Erik. Tak ada satu pun telepon yang digubris oleh Erik. Semakin hari Karen semakin khawatir.

Sampai pada suatu malam, Erik mengangkat teleponnya. Saat itu Karen sedang bersembunyi di ujung lorong rumah Dante. "Erik! Akhirnya aku bisa mendengar suaramu!"

"Ada apa?"

Suara enggan itu lagi, keluh Karen.

"Aku hanya ingin tahu kabarmu saja. Aku selalu memimpikanmu, Erik. Apakah kau sehat sekarang?"

"Jika aku mengatakan aku sakit keras, apakah kau rela meninggalkan statusmu sebagai istri Dante?"

"Pertanyaan apa itu?"

"Kenapa tidak kau jawab saja?"

"Tentu aku akan melakukannya, tapi apa kau betul sakit keras?" tanya Karen gugup. Tak kunjung ada jawaban setelah beberapa saat. "Erik? Kau dengar aku, kan?"

"Aku ingin bertemu denganmu besok siang. Jika kau bisa, akan aku kirim lokasinya via SMS."

"Tentu! Lekaslah beritahu aku di mana aku bisa menemuimu. Oh, Erik. Kupikir kau tak mau lagi berhubungan denganku."

"Kau sehat, Indy? Makanmu teratur?"

"Ya, aku sehat, Erik. Di sini juga aku selalu makan tepat waktu," jawab Karen merasa miris menerima perhatian Erik. "Kau sehat, kan? Kenapa kau terdengar lesu? Apa yang bisa aku lakukan untukmu?"

"Jagalah dirimu baik-baik dari Dante. Dia sudah tahu siapa kau. Kau harus bergerak cepat mendapatkan apa yang kau mau sebelum Dante membawamu ke tempat yang buruk lagi. Kau janji?"

"Oh, Erik! Terima kasih kau sudah memberitahuku! Aku akan...." Dia lanjut berbisik-bisik dan entah berapa lama waktu dihabiskannya untuk berbincang-bincang dengan Erik.

Sementara Dante, yang berdiri di dekat pintu kamarnya yang terbuka, mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Dia mensyukuri dengan kebutaannya, kemampuannya mendengar semakin kuat. Bahkan suara dari jarak sejauh apapun bisa sampai ke telinganya.

Dante tidak jadi memercayai Karen. Dia kembali berjalan ke atas tempat tidurnya dengan mata terpejam, namun tidak tidur. Beberapa jam kemudian, dia mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Dirasakannya sentuhan di lengannya dan teguran Karen, "Kupikir kau terbangun. Pintu kamar terbuka soalnya," kata Karen pada diri sendiri.

Posisi Dante yang memunggungi Karen membuat Karen tak melihat kedua mata Dante yang terbuka. Sorotan matanya pun terlihat mengerikan.

*I hope you like the story*

Sebelum tamat ayo vote dulu Erik atau Dante, terima kasih 😊

Ex Wife's Revenge #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang