13

3.2K 298 46
                                    

Erik tidak pernah berubah. Suara Erik yang memberi kesan peduli pada Karen membuat Dante ingin muntah. Sewaktu dulu setelah Dante mengusir Indy dari rumahnya, dia menunggu kedatangan Erik di depan pintu rumahnya. Sesuai dengan dugaannya, Erik memang hadir di rumahnya dan apa lagi tujuannya selain menemui istri Dante.

"Dante, kau di rumah..," kata Erik terperanjat. "Aku tidak tahu kau." Menyadari bahwa Dante sudah tahu kebiasaannya yang suka datang ke rumah Dante, Erik mulai panik. "Di mana Indy? Apa kau menyakitinya?"

Dante tertawa sinis melihat kekhawatiran Erik terhadap istrinya. Dia membentak Erik, "Apa urusanmu sekali pun aku menyakitinya? Beraninya kau selama ini menemui istriku! Bagaimana... Bagaimana kau bisa mengkhianati sepupumu sendiri, Erik?!"

"Aku tidak mengkhianati siapa pun. Yang kulakukan padanya adalah menenangkannya sebagai bentuk kepedulianku padanya! Tidak ada yang salah dalam hal apa yang aku lakukan!" jawab Erik membela diri.

"Tidak ada yang salah! Hah!" Dante berdecak-decak. "Indy istriku! Dan aku sudah melarangnya keras untuk menerima kedatanganmu, tapi rupanya kalian berdua punya main di belakangku!"

"Kami tidak melakukan hal yang menjijikkan seperti yang kau lakukan dengan Jena!" sahut Erik murka. "Menurutmu Indy tidak tahu kau sering menemui Jena di hotel, Dante? Suami macam apa kau? Istri hamil besar, kau malah..." Erik diam. Kekalutannya semakin menjadi-jadi. "Dante. Katakan di mana Indy sekarang. Sebentar lagi dia akan melahirkan anak..."

Dante tidak menggubris pertanyaan Erik. "Katakan padaku, Erik. Berapa lama kau mencintainya?"

"Lebih lama dari yang kau tahu."

"Kenapa kau tidak mencarinya sendiri? Kalau kau bisa menemukannya, aku akan menyerahkannya padamu."

"Suami macam apa kau?!" Erik menatap Dante tak percaya. "Apakah kau tidak waras? Istrimu sedang hamil besar, Dante! Bukannya mengkhawatirkan kondisi istrimu, kau malah mengutamakan egomu!"

Erik bergegas masuk ke rumah Dante dan Dante membiarkannya. Dante tetap berdiri di depan rumahnya sampai Erik selesai mengitari seisi rumahnya.

Diberikannya senyum licik ketika Erik kembali ke hadapannya. "Kau takkan bisa menemuinya lagi."

"Oh, aku bisa," jawab Erik lantang. Dia tidak takut dengan ancaman Dante. "Jangan sesali omonganmu hari ini, Dante. Bisa jadi kaulah yang tak bisa melihat istrimu lagi. Tapi.. apakah kau akan menyesal? Bukankah itu yang kau harapkan, ingin Indy menyerah agar kau bisa bersama Jena?"

Giliran Dante-lah yang terlihat terperanjat. Pria tidak tahu rasa syukur, maki Erik dalam hati. Oh! Betapa sakit hatinya Indy mendapat suami brengsek macam dia!

Kembali ke masa sekarang. Dante tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Dia sudah bodoh membiarkan Indy pergi darinya-yang dia yakin dibantu oleh Erik. Jika dia bersikap keras lagi, mereka akan melakukan hal yang sama dan kali ini Dante tidak punya pilihan selain mengikuti permainan mereka atau dia takkan punya kesempatan lagi untuk memperoleh haknya sebagai ayah Valerie.

"Aku ke sini untuk..."

"Aku tidak peduli kalian punya hubungan apa. Kedatanganku ke sini untuk menjemput Valerie. Dia janji untuk menemuiku."

"Tidakkah ini terlalu pagi, Dante?" tegur Erik.

"Kenapa? Apakah aku tidak boleh meminta calon anak tiriku untuk bangun pagi? Kurasa perempuan berpendidikan seperti Karen tidak mungkin membiarkan anaknya bermalas-malasan sampai bangun siang, kan?"

"Dante." Erik tidak tahu harus menyahut apa selain melisankan nama pria itu.

"Saya akan memanggil Valerie," kata Karen tawar. Dia segera meninggalkan ruang makan.

Posisi Dante dan Erik masih sama. Masih sama-sama berdiri berhadapan dan untuk beberapa saat mereka terjebak dalam kebisuan yang mencekam.

Erik merasa bersalah. Di hadapannya Dante dengan matanya yang menyorot kosong. Sekali pun Dante menyebalkan dan jahat di masa lalu, Erik tidak sampai hati menyinggung ego sepupunya yang tinggi itu dengan menemui calon istrinya.

"Erik? Kau masih di sini?" tanya Dante memecah keheningan.

"Ya," sahut Erik pelan.

"Kau naksir Karen, Erik? Itu sebabnya kau mendatanginya, di kantornya dan sekarang di rumahnya."

Andai saja kau tahu rasa yang kumiliki terhadapnya tidak hanya sekadar naksir, pikir Erik.

"Maafkan aku, Dante."

"Aku dan Karen akan menikah. Pernikahan itu nyata, Erik, sekali pun alasan pernikahan itu karena uang," jelas Dante. "Kau harus bisa menahan dirimu."

"Aku tidak bisa menjanjikan hal itu," sahut Erik terus terang. "Kau tahu aku. Jika aku tahu kau tidak bisa membahagiakannya, aku akan melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan pada istri pertamamu."

"Kau tak usah khawatirkan hal itu."

"Apa maksudmu?"

"Kebahagiaan Karen dan anaknya akan menjadi hal utama bagiku setelah kami menikah," jawab Dante penuh ketegasan. "Karena itu aku memintamu untuk berhenti mengusiknya."

"Kau memintaku? Apakah sekarang.. kau memohon?"

Dante Amran, sepupunya yang punya sikap congkak karena kekuasaannya, memohon pada Erik yang selama ini direndahkannya? Erik ingin Dante menyatakan dengan jelas terkait permohonannya.

"Ya," kata Dante tanpa keraguan. "Aku memohon padamu, Erik."

*Semoga kalian suka cerita ini. Btw cerita ini gak jadi short story ya karena aku skrg mempertimbangkan tim Erik :). Jangan lupa vote dan comments.*

Ex Wife's Revenge #CompletedWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu