18

3.1K 258 46
                                    

Dante tidak terkejut saat anak buahnya memberitahu Karen ingin bicara dengannya berdua saja, beberapa menit sebelum acara akad berlangsung. Dante mempersilakan kemudian didengarnya suara hak sepatu yang berbunyi di dekatnya.

Mereka berdua sudah siap dengan setelan formal mereka. Dante duduk saja di atas ranjangnya, sementara Karen berdiri di dekatnya dengan sebuah map di tangannya. Map berisi perjanjian pranikah mereka.

Karen sudah mengubah isi perjanjian itu. Dia menghapus klausula tentang pemisahan harta. Dengan Dante yang buta, menurutnya mudah baginya untuk memperdaya laki-laki itu hingga semua harta Dante jatuh untuknya.

"Kita bisa menandatangani itu setelah nikah," kata Dante datar.

"Saya perlu jaminan Anda menepati janji Anda untuk memberi modal," jawab Karen lantang. "Saya juga harus memastikan Anda tidak bermain tangan pada saya jika kita terlibat konflik selama kita menikah."

"Saya pria yang buta, Karen," sahut Dante mengingatkan. Nada suara pria itu begitu tenang hingga membuat Karen gemas. "Kalau kau takut saya akan melakukan kekerasan, kau gampang berkelit. Dan terkait modal itu..." Dante turun dari tempat tidurnya, melangkah sampai posisi tubuhnya dekat dengan Karen. Hidungnya yang sensitif itu dapat mencium aroma tubuh Karen-aroma yang sama dengan Indy. "Kau juga tak perlu khawatir. Perusahaan saya sudah mentransfer ke perusahaanmu pagi ini." Senyum tersungging di wajahnya.

Karen segera mengecek ponselnya dan benar saja apa yang disampaikan Dante barusan. Salah satu karyawannya di divisi keuangan memberitahunya dana dari salah satu perusahaan Dante sudah masuk ke bank perusahaan Karen.

"Kita bahkan belum sah menjadi suami-istri, tapi saya sudah menepati janji," sambung Dante menyindir. "Kau tak punya alasan apapun untuk mendesak saya menandatangani perjanjian pranikah kita."

Karen tidak menjawab. Terus terang dia malu.

"Satu hal lagi. Jangan pernah minta saya melakukan perbuatan hukum apapun jika saya tidak didampingi lawyer, atau setidaknya satu anak buah saya," lanjut Dante dingin. "Sekali pun kita sudah menikah nanti, saya tidak suka disetir istri. Itu juga yang harus kau ingat."

"Anda tidak perlu khawatir. Saya akan ingat apa yang Anda katakan hari ini."

Dengan mereka berdua saja di kamar Dante, dan kedekatan mereka yang menyisakan jarak beberapa centi saja, membuat Dante lupa diri. Deru napas mereka yang saling berpapasan, mengundangnya untuk menarik tubuh Karen ke dalam pelukannya, kemudian Dante meletakkan bibirnya di leher wanita itu.

Indy, gumamnya dalam hati. Masih adakah kebaikan dalam dirimu? Saat kita intim seperti ini, aku serasa berdekatan dengan Indy yang polos. Indy yang baik yang kukenal. Apakah sisi Indy yang itu masih ada di dalam diri Karen-mu?

"Dante," desah Karen.

Suaramu. Suara itu, pikir Dante merasa nyeri di dadanya. Suaramu yang memanggil namaku tak pernah berubah, Indy. Oh, Indy. Aku merindukanmu!

Dante merasakan tubuhnya didorong oleh Karen tapi dia lebih kuat menahan tubuh wanita itu. Jangan berhenti, pinta Dante. Jangan pergi. Biarkan aku bertemu dengan Indy walau sebentar saja, karena setelah ini kau akan menjelma menjadi Karen dan mungkin aku takkan bisa bersama Indy lagi.

Tangan Dante turun ke dada perempuan itu. Diremasnya dengan keras sampai dia mendengar lenguhan Karen. Bibir Dante melumat bibir perempuan itu untuk mencegahnya mengeluarkan suara.

Dan dia teringat..

Indy tidak akan membiarkan dirinya hanyut begitu saja. Indy tidak mau melakukan hal semacam itu sebelum mereka terikat pada pernikahan.

Perempuan yang bermesraan dengannya bukan Indy.

"Maaf," kata Dante akhirnya. Dia perlahan melepaskan Karen dari dekapannya. "Kita harus menahan diri setidaknya sampai malam ini."

Ex Wife's Revenge #CompletedOnde histórias criam vida. Descubra agora