11π • LuJ

38 13 23
                                    

Bab 11
-Tryout-

π

Satu jam lagi tryout pertama di semester akhir ini akan dimulai. Semalaman suntuk Jingga sudah memaksakan diri untuk mengolah kapasitas otaknya, mengisinya dengan rumus-rumus yang harus terhapal sempurna tanpa cela.

Gadis itu gugup, sejak menginjak ruangan tryout yang berada pada ruang lima di gedung A lantai dua, entah mengapa dia jadi mual jika harus berhadapan dengan tumpukan buku.

Hingga ia memutuskan untuk berada di sini sekarang, berada di toilet untuk menenangkan diri sembari menatap pantulan dirinya depan cermin besar di dinding wastafel.

Menarik napas, menghembuskannya, dan melakukan itu berulang kali meski tidak membantunya lebih tenang. Ditambah, ingatan ketika melihat Hanna mendapat bocoran soal membuatnya semakin frustasi. Mau tidak mau, bisa tidak bisa, dia tetap harus mengalahkan gadis itu dengan hasil murni. Dan itu cukup menjadi beban.

Jingga mencuci tangan kemudian membasuh wajahnya tergesa. Namun menepuk dahi setelah kembali melihat pantulan wajah di cermin.

"Luntur!"

Gadis itu bergegas mengambil tisu di dekatnya lalu menyeka wajah dari sisa air. Tiba-tiba membeku dengan tangan yang masih menggenggam tisu di wajah. Beberapa saat menatap dirinya sendiri dengan datar, Jingga mendekatkan wajahnya pada cermin dan melihat jelas lebam yang tersisa ketika concealernya luntur terkena air.

Lagi-lagi menghela napas gusar, lalu mengambil tabung concealer dari saku rok abunya yang sudah dia modifikasi agar tidak terlihat seperti make up.

Jemarinya mulai mengaplikasikan concealer ke wajahnya dan meratakannya hingga lebamnya tak nampak, namun tetap tak terlihat dempul.

"Mantep juga nih produk, sampe nggak ada yang notice gue pake make up," monolognya yang cukup terpukau dengan hasil polesannya.

"Oke Jingga, kelamaan di sini itu ngabisin waktu. Yang ada nanti lo kelupaan malah cuci tangan lagi, cuci muka lagi, nggak kelar-kelar."

Setelah memastikan seragamnya rapi dengan dasi abu yang juga terpasang simetris, ikat pinggang juga sudah dikenakan, lalu rambut sudah dia ikat dengan poni yang juga rapi, gadis itu pun memutuskan untuk meniti langkah keluar toilet untuk segera ke ruangan tryoutnya.

Senyuman menyeringai itu tercetak ketika melihat sesosok gadis dengan rambut dikuncir setengah -sedang berdiri mengamati trofi yang berjajar rapi dengan berbagai bentuk di balik kaca sepanjang koridor penghargaan.

Jingga melangkah mendekat dengan kedua tangan yang bersimpul dibelakang tubuh.

"Semua trofi ini, gue dapet selama tahun 2017."

Gadis itu menoleh ketika suara Jingga mendistraksi kegiatan berdiam dirinya. "Jingga..."

"Di sebelah sana tahun 2018 awal sampe pertengahan tahun, 2018 pertengahan sampe akhir tahun semua ada di kaca seberang. Mostly, semua ini hasil jerih payah gue. Hampir semua bidang, akademik maupun non-akademik. Thats why, orang bilang gue kandidat terkuat Bintang Cakrawala."

Hanna terdiam menatap Jingga yang tiba-tiba menghampiri hanya untuk berbesar kepala.

"Dan yang paling penting, semua ini murni kemampuan gue sendiri." Gadis itu menggeleng. "Bukan ngandelin kekuasaan."

Langit Untuk JinggaWhere stories live. Discover now