35π • LuJ

11 13 3
                                    

Bab 35
-Penyusup-

π

Kedua alis Jingga saling bertaut mengekspresikan rasa herannya, sebab laki-laki bernama Langit itu sejak tadi mengikuti langkahnya tanpa berucap sepatah kata. Tapi masalahnya adalah, bukannya ia sedang marah?

"Jangan pikir gue udah nggak ngambek sama lo, Jigong."

Ya, Langit tetaplah Langit. Begitulah caranya tetap mengkhawatirkan Jingga disaat bahkan ia tengah bertarung dengan pikirannya mengenai kesalahan gadis itu.

Hingga langkah mereka menerobos masuk ke dalam ruang dengan papan bertulis perpustakaan di pengait kusennya.

Satu persatu rak buku mereka lalui tanpa minat, Jingga hanya tertuju pada sebuah rak berisikan buku data umum tahunan siswa. Kemudian menghentikan langkah dihadapannya, dan berusaha meraih salah satu buku di bagian rak paling atas yang tertulis angka tahun ini.

"Bisa nggak?"

Jingga tak menggubris pertanyaan Langit yang dibuat dengan nada sok cueknya. Gadis itu memilih berusaha sendiri dengan berjinjit dan mencongkel bagian bawah buku tebal itu agar lebih mudah ditarik.

"Ayo dong," gumamnya pelan setengah geram akibat keberhasilan tak meliputinya dalam hal ini. Ia terus berusaha menarik buku itu dengan kasar, hingga—

Syutttt

—buku yang dimaksud keluar dari raknya dan bersiap mendarat di kepala Jingga.

Namun dengan cekatan, Langit menangkapnya sebelum kepala gadis itu tumbuh benjolan sebesar bola kasti. "Nih," ujarnya seraya menyerahkan buku tahunan tersebut.

"Bilang apa?"

"Makasih."

"Sama-sama."

Setelah menerimanya, gadis itu membawa buku tersebut ke ruang baca. Mulai mencari data seseorang yang begitu ingin ia ketahui banyak mengenai sosok itu. Terutama, alamat rumahnya.

Jingga berhenti membalikkan halaman ketika data yang ia cari akhirnya ia temukan. Fajar, tanpa berpikir lebih Jingga langsung menyiapkan ponselnya untuk memotret halaman data diri dari cowok itu.

"Ganteng banget lagi ih," gumam Jingga yang merasa gemas sendiri.

"Gantengan gue kali," sambar Langit penuh kepedean meski dengan wajah yang masih datar sok cuek.

Jingga hanya menatap geli cowok itu kemudian memilih bangkit meninggalkan buku itu di atas meja sebab tak ingin berkutat dengan rak menyulitkan tadi. Dan tentu saja dengan Langit yang masih mengekorinya.

Di tengah perjalanan menuju gerbang belakang sekolah untuk segera meninggalkan area sana, Jingga menghentikan Langkah yang juga membuat Langit berhenti mengikutinya.

Tubuhnya berbalik arah seratus delapan puluh derajat. "Stop, sampe sini aja lo ngikutin gue. Gue mau pergi, dan lo nggak boleh bolos," peringatnya serius.

"Siapa bilang gue ngikutin lo? Geer. Orang gue mau ke rumah Fajar."

"Ya itu namanya ngikutin! Lo kan tau gue emang mau ke sana," Jingga memberi jeda dengan hembusan kasar napasnya sebelum melanjutkan kalimatnya. "Jangan cari masalah, Lang. Kalo lo ngikutin gue karna butuh penjelasan soal kesalahpahaman lo tadi, gue nggak bisa jelasin sekarang. Nanti malem gue ke rumah lo, gue jawab semua pertanyaan yang ada di otak lo."

Langit Untuk JinggaWhere stories live. Discover now