24π • LuJ

23 13 19
                                    

Bab 24
-Sial-

π

Tangan gadis itu terangkat untuk melambai perpisahan pada guru les privat-nya yang hendak pulang. Setelah memastikan gurunya telah menjauh dari kawasan rumahnya, barulah Jingga bersiap menutup pintu gerbangnya. Namun entah apa yang menahannya, pandangannya justru jatuh ke halaman rumah Langit, mencari tanda-tanda keberadaan lelaki itu.

Tapi nampaknya dia belum juga pulang, sebab tak terlihat motor yang biasa langit gunakan untuk memboncengnya keliling kota itu.

Pasti dia masih sama Hanna.

Dan lagi, Jingga menghela napasnya panjang. Mengingat mungkin satu-satunya orang yang paling dia percaya, suatu saat akan benar-benar meninggalkannya. Hanya karena satu wanita resek yang tiba-tiba saja datang dan mengacaukan segalanya.


Tapi Hanna juga tidak sepenuhnya salah, toh Jingga juga bukan siapa-siapa, tidak berhak seutuhnya memiliki Langit 'kan seharusnya?

Jingga kembali menutup gerbang rumahnya, melangkah masuk sesegera mungkin karena ada hal lain yang harus dia lakukan setelah ini.

Tidak perlu berdandan lebih, dia hanya mengambil hoodie berwarna beige, lalu mengenakannya. Setelahnya ia menguncir kuda rambut yang semula tergerai, bercermin sebentar lantas meraih kunci motornya dan segera turun ke lantai bawah untuk bersiap pergi.

"Loh-loh."

Sekali lagi, Jingga mencoba menyalakan mesin
motornya. Mulai agak panik sekarang.

"Loh kok nggak nyala?"

Jingga melepas setir motornya, menurunkan standar lalu turun dan menatap panik kendaraan roda dua berwarna hitam miliknya.

Kemudian mencoba standar dua dan menyalakannya kembali dengan kick starter. Beberapa kali dan tiada hasil, motornya tetap tidak mau menyala.

Gadis itu menyeka bulir keringat yang membasahi sekitar dahi hingga pelipisnya karena rasa panik yang menguasai dirinya. Dia sudah tidak bisa berpikir lagi saat ini. Bagaimana cara dia membeli barang-barang untuk drama jika tidak naik kendaraan?

"Padahal bensinnya juga penuh loh, pake mogok segala lagi!" gerutunya.

"Minta tolong siapa ya?" Jingga mengambil ponsel dari tas selempang kecilnya. Lantas memutar-mutar bola matanya yang menunjukkan bahwa dia sedang berpikir keras mengenai siapa yang bisa dimintai bantuan.

"Kalo Grey sama Oliv nggak mungkin, soalnya nggak enak juga 'kan mereka nggak ikut drama, masa ketimpahan repotnya?"

"Anak tim drama pada mau nggak ya? Coba deh," monolognya, lantas mencoba membuka grup chat berisikan beberapa orang terpilih dalam pementasan drama nanti.

Me:

Guys, ada yang mau anterin gue beli barang nggak?
Soalnya ada beberapa yang harus dibeli nih.

Lina:

Nggak bisa gue lagi jagain adek gue Jing.

Tika:

Gue juga nggak bisa Jing lagi ada acara.

Arga:

Gue juga nggak bisa Jing, sama putra coba.

Langit Untuk JinggaWhere stories live. Discover now