27π • LuJ

13 13 6
                                    

Bab 27
-Little surprise-

π

Kenapa mimpi itu lagi?

Bukannya semua udah selesai?

"Eh Jing, Jing, lo gila ya?" Suara Grey menyita lamunannya, menyadarkan kebodohan yang baru saja ia lakukan pada mie ayam miliknya. "Doyan pedes sih doyan, tapi ya enggak dituang semua juga kali. Gue lebih kasian sama abangnya yang rugi daripada lo yang sakit perut nanti."

Grey menegakkan kembali botol berisi saus sambal itu dan meletakkannya di atas meja. Ia menatap heran Jingga yang kini menopang kedua tangannya di meja, sembari memegangi kepalanya.

"Lo kenapa, sih?" heran Grey yang menautkan kedua alisnya. "Mikirin hasil tryout yang bakal keluar hari ini?"

"Ya ampun, ngapain dipikirin, Jing? Lo sih udah pasti peringkat satu paralel lagi. Harusnya gue yang mikirin, omelan kayak apa bakal gue dapet dari nyokap gue." Oliv menggaruk kepalanya. "Apa kabar uang jajan gue? Dibabat abis sih ini, huhu."

Jingga menghembuskan napasnya, lantas menggelengkan kepala perlahan sambil melepaskan kedua tangan yang semula bertengger di kepala, lalu menegakkan tubuhnya kembali.

"Gue cuma—"

"Lo liat barang gue nggak? Gantungan kunci yang suka gue bawa itu!"

Suara setengah memekik yang tersirat kepanikan itu datang dari meja sebelah mereka, yang kontan saja mengalihkan perhatian beberapa orang termasuk Jingga, yang sampai tak sempat melanjutkan kalimatnya.

Beberapa saat ia memerhatikan gerak- gerik laki-laki yang mencari barangnya yang hilang itu, sampai tiba saat di mana kepalanya seperti tersengat oleh ingatan, mengenai kekeliruan dalam menyelesaikan permasalahannya kemarin. Dan tentu saja menjadi jawaban atas mimpinya yang kembali muncul seolah memberi peringatan.

Ingatan mengenai saat di mana Fajar kehilangan barang.

Benar, Jingga keliru. Karena Fajar seratus persen berbohong mengenai pouch itu miliknya.

Karena sekarang dia ingat betul, Fajar 'mengaku' kehilangan barang ketika mereka di taman saat pulang sekolah. Sementara pouch itu sudah disimpan Jingga bahkan jauh sebelum mereka saling mengenal.

Itu pertanda bahwa, permasalahannya belum selesai sampai di sini.

Terus apa yang harus gue lakuin, sementara keberadaan Fajar aja nggak tau di mana. Dia ngilang gitu aja, dan sekarang makin buat gue yakin kalo emang ada yang nggak beres sama dia.

"Woy Jingga!" Pekikan Grey disertai kegiatannya mengguncangkan lengan Jingga pun segera menyadarkannya dari dunia batinnya.

"Ngelamuunn lagi. Lo nggak takut pikiran lo beserta otak encer lo disedot Oliv?" ledek Grey sembari mengedikkan dagu pada Oliv yang sudah fokus pada makanannya sejak beberapa menit lalu.

Jingga menghela napasnya. "Gue nggak ngelamun."

Mendengar gadis itu menampik tuduhannya, Grey memutar bola matanya, kemudian berkata, "terus apa? Lagi lurusin menara pisa?"

Dan lagi, Jingga tidak sempat membahas mengenai apa yang membuat Grey penasaran atas isi kepalanya sekarang. Sebab kini suara dering ponselnya menengahi percakapan, dan menyita perhatiannya untuk segera melihat pelaku penelepon.

Nomor nggak dikenal?, Jingga membatin sesaat seraya mengernyit kala melihat layar ponsel yang menunjukkan deretan nomor telepon tanpa nama.

"Bentar Ge," katanya sebelum mengangkat panggilan tersebut.

Langit Untuk JinggaWhere stories live. Discover now