25π • LuJ

22 13 7
                                    

Bab 25
-Be careful-

π

"Lo udah denger kalo nama Leonna ilang dari kandidat Bintang Cakrawala?"

Pertanyaan berselubung infomasi mengejutkan dari Grey, berhasil membuat Jingga bergegas memastikan desas desus gosip itu di mading, tepat setelah bel istirahat pertama berbunyi.

Kontan tubuhnya membeku di tempat. Melihat nama Leonna Astari menghilang dari daftar ketiga kandidat siswi terbaik. Matanya mengerjap berulang kali, entah-entah penglihatannya salah, namun daftarnya tidak berubah, nama Leonna tidak ada. Dan di bagian bawah pengumuman nama kandidat terdapat keterangan bahwa Leonna telah mengundurkan diri.

Normalnya, orang yang berkompetisi akan merasa senang ketika saingannya mengundurkan diri. Tapi entah mengapa kali ini Jingga merasa sebaliknya, ia merasa pengunduran diri Leonna cukup janggal.

Pertama, siapa orang bodoh yang akan mengundurkan diri dari menjadi kandidat siswi terbaik dengan potensi hadiah tiket gratis berkuliah di universitas ternama.

Yang kedua, jangan lupakan tentang satu kandidat lain yang memungkinkan menyebabkan hal ini terjadi. Dengan segala previlege yang ada, bukan tidak mungkin jika Hanna yang membuat Leonna memilih mundur.

Seseorang menghampirinya dengan berdiri di sisi kanan Jingga, dengan posisi serupa dengan gadis itu, menghadap mading. Kehadirannya membuat Jingga terusik, lantas menoleh ke sebelahnya dan menemukan siapa pelakunya.

Tak ingin menatapnya lebih lama, Jingga kembali menatap lurus ke arah mading yang membentang dihadapannya. "Gue yakin ini kerjaan lo 'kan?"

"Lo nuduh gue?" suara lembut gadis itu membuat Jingga muak sendiri mendengar keterbalikan dari sifat asilnya.

"Iya. Tapi bener 'kan?"

Hanna terkekeh kecil, lalu mengubah posisi tangannya yang saling bertaut di belakang menjadi bersidekap di depan dada. "Bisa dibilang begitu."

"Lo gila. Lo pikir menang dengan cara curang kayak gitu bisa bikin lo tenang?" ujar Jingga yang memutar tubuhnya sembilan puluh derajat, menatap Hanna dengan alis yang bertaut.

"Itu nggak penting, Jingga" Gadis itu melengkungkan senyum di bibirnya. "Bahkan gue bisa bikin nama lo hilang juga dari kandidat, kayak Leonna."

"Lo cuma perlu siap-siap dari sekarang," tambahnya, kemudian menepuk lengan atas Jingga.

"Nggak akan semudah itu, Hanna. Lo, papa lo, dan kekuasaan kalian itu nggak bisa ngubah fakta kecerdasan seseorang. Yang bakal dapet predikat itu, jelas orang yang memang berhak, karena punya otak, bukan ngandelin orang tua." Jingga terkekeh sinis sambil menggelengkan kepalanya. "Berlindung di balik ketek bapak kok lagunya selangit."

"Terserah. Kita lihat aja siapa nanti yang bakal nangis-nangis kalah," tandas Hanna sebelum ia beranjak pergi meninggalkan Jingga yang masih berdiri di tempatnya.

π

Kaki jenjangnya melangkah perlahan di antara rak-rak penuh berisi buku, mencari bagian mengenai informasi umum sekolah, memeriksa keberadaan salah satu buku penting yang mungkin tersimpan di perpustakaan sekolah yang sengaja dia kunjungi sekarang.

Ketika menemukannya, senyumnya seketika mengembang senang. Lantas jemarinya meraih buku tersebut, memisahkan dari buku lainnya yang semula berdempetan. Seraya menatap buku tersebut yang agak berdebu, Jingga berbalik bersiap menuju tempat membaca.

"Dor!"

Gadis itu berjengit tatkala seseorang mengejutkannya dengan tiba-tiba berada tepat di hadapannya ketika berbalik.

Langit Untuk Jinggaحيث تعيش القصص. اكتشف الآن