15π • LuJ

29 13 17
                                    

Bab 15
-Pertanyaan-

π

Warung dekat halte kembali mereka singgahi kini. Membeli minuman dan menikmatinya di tempat duduk sebelum merealisasikan niat mereka untuk mengutarakan pertanyaan. Ya, penyelidikan mereka masih berlanjut.

"Hanna gapapa lo balik bareng gue?"

Langit berhenti menyeruput es teh manis miliknya. "Loh, lo nggak liat dia salto sambil kayang tadi?"

Kedua alis Jingga terangkat. "Emang tadi dia sampe salto sambil kayang gara-gara ini?"

Cowok itu mengedikkan bahu. "Lah nggak tau, makanya gue nanya."

"Ish!"

Tangan Jingga terangkat untuk menempeleng kepala Langit sebagai balasannya. Dia mendengus kesal, sementara laki-laki itu hanya menyeret-nyeret tawa gelinya.

Setelah itu melepas ikatan di separuh rambutnya dengan tujuan merapikannya kembali. Dia menggerai sementara lantas menyisirinya dengan jemari-jemari lentik miliknya.

Melihat pemandangan tidak disengaja itu membuat Langit menjatuhkan rahang menatap Jingga yang masih menyibukkan diri. Cowok itu mengerjap berulang kali.

"Lo tau nggak?"

Pertanyaan Langit membuat Jingga menunda mengikat rambutnya untuk menoleh pada cowok itu dengan alis yang bertaut. Setelahnya kembali berwajah datar. "Enggak."

"Mau tau nggak?" tanya Langit, lagi.

"Enggak."

"Mau dong!"

Jingga berdecak kesal. "Orang nggak mau!"

Langit ikut-ikutan mendecak. "Mau ajasi biar cepet!" Desaknya yang memaksa.

"Nggak mau, soalnya apa yang lo omongin pasti nggak penting!"

Jingga menjulurkan lidahnya, kemudian mengalihkan pandangan dari Langit, dan kembali menyibukan jemarinya untuk merapikan tatanan rambutnya.

"Kalo gue bilang lo cantik banget, penting nggak?"

Kontan Jingga memutar kepalanya menghadap Langit lagi, menatap cowok itu dengan mata yang membola akibat keterkejutannya. Dia mengerjap beberapa kali, sedangkan jantungnya berdegup tak terhitung lagi saking cepatnya. Darahnya berdesir hangat seketika.

"Langit muji gue—cantik?"

Ditambah, Langit mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum manis. Jelas saja, ini tak bagus untuk kesehatan jantungnya.

Dan ini adalah kali pertama di sepanjang hidupnya. "Iya, lo cantik banget. Tumbenan serius loh ini gue. Suatu hal yang langka loh! Patut dimuseumkan!"

Jingga masih membeku di tempat, dia tak bisa lagi berkata-kata. Sedangkan Langit menyenggol lengan gadis itu beberapa kali untuk menggodanya. "Cie dibilang cantik sama gue, cie!"

"Ck, apaansi."

Gadis itu melanjutkan kembali kegiatan merapikan rambutnya lalu mengikatnya ala kuncir kuda. Langit terkekeh hingga memudar dan kembali pada minumannya lagi.

Langit Untuk JinggaWhere stories live. Discover now