Rumah Sakit

1.5K 209 19
                                    

Tama berlari tergesa di koridor rumah sakit, mengabaikan orang-orang yang menatapnya aneh. Beberapa jam lalu ia mendapat kabar bahwa kelima putranya mengalami kecelakaan. Mendengar hal itu tanpa pikir panjang Tama langsung memesan pesawat dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja.

Tama semakin mempercepat langkahnya ketika melihat dua putranya duduk di salah satu kursi tunggu depan IGD. Tama melihat keadaan dua putranya itu tidak baik-baik saja. Tangan kanan Tian terbungkus gips serta terdapat beberapa luka di wajahnya. Sedangkan kening Bian ditutup oleh kasa. Entah bagaimana keadaan anak-anaknya yang lain. Tama pun segera memastikan.

"Bian, Tian, gimana keadaan Bang Juna, Kak Satria, dan Kai?" tanya Tama dengan wajah paniknya.

"Kak Satria sama Kai ada di ruang inap. Kai gak papa Yah tapi kayanya dia sedikit trauma, sekarang dia masih tidur. Kalau keadaan bang Juna, Ayah harus nemuin dokter Hardi ," jawab Tian membuat Tama semakin panik pasalnya keadaan Juna masih belum jelas saat ini.

"Ya udah, Ayah cari ruangan dokter Hardi."

"Maaf, Yah. Bian yang nyetir gak hati-hati," ucap Bian dengan lirih.

"Jangan mikir itu dulu, Bi. Kalian berdua beneran nggak papa? Tangan Tian gimana?"

"Tangan Tian retak, Yah. Tapi kata dokter gak papa kok."

Tama mengangguk, lantas pandangannya beralih menatap Bian yang sedari tadi menunduk. Sepertinya anak itu ketakutan dilihat dari tadi ia tidak mau menatap Tama.

"Bian, kepalanya sakit banget, nggak? Udah CT scan?"

Begitu ditanya, Bian mengangkat kepalanya menatap Tama sedikit ragu lantas menggeleng pelan, "Bian nggak papa, Yah. Kening Bian cuma luka ringan."

"Ya udah, mending kalian ke ruang rawat Satria sama Kai, dulu."

"Bian mau nungguin Bang Juna di sini, Yah."

"Tapi kamu juga harus istirahat. Seenggaknya di ruang Satria sama Kai kamu bisa lebih rileks."

"Bener yang dibilang sama ayah, Kak," Tian ikut membujuk sang kakak.

"Gue beneran gak papa, Yan."

Tama menghela napas pasrah lalu menuruti kemauan anaknya itu. Tak mau membuang waktu lebih lama lagi, Tama segera mencari ruangan dokter yang menangani anaknya. Setelah bertanya kepada petugas, Tama pun segera menuju ke sana.

"Dengan wali dari Baranata Arjuna?" tanya dokter Hardi. Tama mengangguk mendengar pertanyaan dokter yang berusia sekitar lima puluh tahun itu.

"Iya Dok, saya ayahnya."

"Untuk saat ini putra bapak sudah dalam kondisi stabil namun, karena terjadi patah tulang di tungkai kiri bawah, putra bapak harus segera menjalani operasi."

"Lalu, saya harus bagaimana?"

"Bapak harus menandatangani surat persetujuan terlebih dahulu setelah kami, dari pihak rumah sakit memberikan informed consent kepada bapak."

Dokter Hardi pun segera memberikan penjelasan mengenai diagnosis, tujuan tindakan, alternatif tindakan lain, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.  

Sementara itu, Tian masih berusaha membujuk Bian untuk ikut dengannya ke kamar Satria dan Kai. Namun begitu juga tekad Bian yang besar, ia bahkan tidak mau beranjak dari tempatnya.

"Kak Bi, plis ini demi kebaikan lo!"

Masih sama, Bian tidak menanggapi bujukan dari Tian tetapi ia malah larut dalam pikirannya sendiri. Entah apa yang kini bersarang di benaknya, ia hanya menatap kosong lantai rumah sakit.

Menjaga BintangWhere stories live. Discover now