The Stars and the Memories

865 158 15
                                    

Hai-hai ... Udah lama gak up. Maaf banget soalnya draf ceritanya hilang karena aku simpan di laptop dan moodku hancur seketika😭. And karena hari ini lagi baik banget moodnya, aku kebut bab yang ini🌻🌻🌼🌼

.

.

.


Ruangan itu membeku, dua manusia di dalamnya tidak ada yang memulai pembicaraan. Bian kembali diam begitu pula dengan Juna yang tidak mau mengusik lebih dalam. Di balik diamnya mereka, keduanya sama-sama hanyut dalam skenario yang sedang berputar di kepala. Juna dengan rencananya setelah ia keluar dari rumah sakit, lalu Bian dengan angan-angannya terhadap mimpi di depan mata.

Sekitar satu jam berlalu, Tian datang. Juna yang melihat kedatangan adiknya tanpa Satria pun langsung bertanya.

"Satria mana?" tanya Juna memastikan.

"Masih belum selesai kayanya. Gue udah chat dia kok kalau gue duluan ke sini."

Juna mengangguk. Namun melihat itu Bian tidak tinggal diam. Daripada ia ditanya-tanya, lebih baik ia menyusul sang kakak, "Bang gue susulin kak Satria ya."

Tanpa menunggu persetujuan Juna, Bian ngacir begitu saja. Dan di sanalah, tertinggal dua manusia yang juga berada di dalam pikirannya masing-masing. Tian hanya menatap kosong ke jendela kamar sang kakak membuat Juna merasa heran. Ia yakin bahwa ada sesuatu yang terjadi di dalam keluarganya.

"Yan, ada apa?" Juna kembali mengeluarkan suara namun tidak langsung mendapatkan jawaban dari sang adik. "Yan!" panggilnya sedikit keras.

"Hah, apa Bang?"

"Lo kenapa sih? Sebenarnya ada apa sama kalian, kenapa gue ngerasa ada yang gak beres?"

"Enggak kok Bang, mungkin perasaan lo aja. Lo fokus penyembuhan aja deh."

"Gue paling gak suka dibohongi, ya Yan!"

Juna serius dengan ucapannya. Ia tidak berniat mengancam Tian atau sebagainya. Ia memang benar-benar tidak suka dibohongi, apalagi ini menyangkut adik-adiknya. Jika Tian tetap diam, jalan satu-satunya adalah dengan mengumpulkan mereka semua dan berdiskusi bersama ayah Tama.

"Gue juga gak tahu, Bang. Gue gak tahu apa yang terjadi sama kita, kenapa keluarga kita jadi kaya gini?"

Pernyataan sekaligus pertanyaan Tian itu membuat Juna semakin bingung. Memangnya apa yang terjadi dengan keluarganya? Kenapa Tian sampai terdengar frustasi seperti itu?

"Kenapa, Yan? Ada apa?"

"Kak Satria sering marah-marah ke Kak Bian. Oke, kita tahu sifat Kak Sat emang keras kaya gitu, tapi ini udah jauh dari dia biasanya, Bang!"

"Terus Bian gimana?"

"Lo tahu sendiri kak Bian gimana. Dia selalu minta maaf dan selalu menjadi pihak yang salah padahal dia sendiri gak tahu kenapa Kak Sat bisa marah kaya gitu."

"Yan, gue minta maaf sama kalian karena belum bisa jadi abang yang baik. Gue boleh minta tolong?"

"Bang, tujuan gue cerita bukan untuk bikin lo ngerasa bersalah, ya! Plis jangan ngomong kaya gitu kalau lo gak mau gue gibeng!"

Juna tersenyum kecut. Ternyata dugaannya tidak salah. Selama di rumah sakit, ia terus memikirkan adik-adiknya di rumah. Juna merasa ada yang tidak beres karena perasaannya mengatakan keluarganya tidak sama seperti dulu, atau sebenarnya keluarganya memang tidak baik-baik saja sejak awal?

"Lo mau minta tolong apa?" tanya Tian sambil mencomot jeruk di meja sebelah Juna.

"Jangan bilang dulu masalah ini ke ayah. Selagi masih bisa kita tangani, lebih baik jangan ngelibatin ayah, ya. Dan tolong selama gue belum balik, selalu awasi mereka."

Menjaga BintangWhere stories live. Discover now