Kepada Siapa?

813 133 17
                                    

Bian masih terpaku membaca tulisan tangan milik adiknya. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ada banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya, ada beribu ketidakpahaman yang tersimpan di benaknya. Apakah Kai selama ini baik-baik saja? apakah adiknya itu menyimpan banyak hal sendirian dan tidak mau berbagi kepada siapa pun?

Ia harus segera mendekati adiknya ketika pulang sekolah nanti. Ia tidak mau hal buruk terjadi pada adiknya, ataupun saudaranya yang lain. Ia juga harus memastikan bahwa kecurigaannya tidak benar, bahwa skenario buruk yang sedang berputar di kepalanya hanya sebuah ketakutan belaka. Adiknya pasti baik-baik saja, ia yakin itu. 

Bian melangkah keluar dari kamar si kembar. Ia memutuskan untuk menuju ruang keluarga, menonton TV sembari menunggu keluarganya. Berada di rumah sendirian sangatlah menyebalkan. Pantas saja Kai tidak suka homeschooling karena rasanya menyesakkan. 

Tetapi Bian sadar bahwa dengan keadaannya saat ini, cepat atau lambat sang ayah pasti menyuruhnya untuk berhenti sekolah. Buktinya, saat ini Tama sudah menyuruhnya berhenti mengikuti kegiatan apa pun di luar jam pelajaran. Tapi ia tahu bahwa Tama melakukan itu demi kebaikannya. 

Kegiatan menunggunya terus berlangsung hingga tepat pukul 15.00 Kai da Tian pulang. Dua anak itu nampak lelah, Bian pun mengurungkan niatnya untuk menginterogasi Karafilo. Biarkan adiknya itu beristirahat terlebih dahulu dan menunggu keadaan yang tepat.

"Kalian capek banget ya? Istirahat dulu sana," Ujar Bian menyuruh dua adiknya beristirahat.

Namun siapa sangka, dua anak kembar itu malah ikut duduk menonton TV. Kini Bian telah diapit oleh dua manusia yang tadinya terlihat seperti mayat hidup. 

"Kalian kenapa sih?" tanyanya dengan heran. 

"Mau ikut nonton," jawab si kembar dengan serempak.

Bian sempat terpukau dengan kekompakan dua adiknya. Sepertinya anak kembar memang memiliki ikatan batin yang kuat, terbukti dengan ucapan mereka barusan.

"Tapi gak usah mepet juga kali, sofanya masih luas noh!"

"Lebih asyik kalau mepet gini Kak, apalagi nanti kalau ada bang Juna sama kak Satria," ungkap Kai dengan panjag lebar.

"Yang ada gue sesek dihimpit di tengah kaya gini!"

Kai dan Tian hanya terkekeh, namun mereka perlahan memberi ruang kepada Bian dengan menggeser diri masing-masing. Entah kenapa hari ini mereka berdua kompak ingin menjahili kakaknya itu. 

Bian yang menyadari bahwa dua adiknya belum melepas seragam akhirnya memaksa keduanya untuk berganti pakaian. Jika sang ayah melihat hal ini, laki-laki itu pasti akan marah besar. 

"Ganti baju dulu sono, gue gak mau ikutan kalau kalian dimarahin ayah!"

Mendengar ancaman Bian itu keduanya langsung berlari ke kamar. Ya, Tama adalah senjata paling ampuh untuk mengancam siapa pun di rumah ini. Tama memang jarang sekali marah, bahkan insiden pada Bian beberapa waktu lalu saja menjadi hal yang sangat baru. Tetapi walaupun begitu, sosok Tama menjadi orang yang paling ditakuti di rumah karena memang marahnya Tama tidak pernah terduga.

Sementara itu, Bian kembali memikirkan cara untuk berbicara kepada Kai secara empat mata terlebih dahulu. Sejenak terlintas di otaknya untuk membuat Tian keluar agar pembicaraannya dengan Kai lebih aman. 

Tian dan Kai akhirnya kembali setelah berganti baju. Bian pun segera melaksanakan ide yang tadi terlintas di benaknya.

"Tian, bisa tolong beliin gue vitamin?"

"Kebetulan gue juga mau beli persediaan lainnya Kak. Lo nitip itu aja?"

"Iya."

"Ya udah, gue berangkat dulu."

Tian pun melangkah keluar untuk membeli beberapa persediaan obat-obatan di rumah, sekaligus membelikan titipan Bian. Hal ini langsung dimanfaatkan oleh Bian untuk memastikan sesuatu.

"Kai, gue boleh nanya sesuatu?" tanyanya mengalihkan perhatian Kai dari televisi.

"Apa Kaka?"

"Gue baca buku lo, lo nulis tentang bunda, maksudnya apa?"

Sejenak Kai terdiam dengan pandangan bingung. Dua alis milik Kai menyatu karena pertanyaan dari Bian tersebut.

"Tulisan apa, Kak? Gue gak ngerasa nulis apa-apa deh."

"Lo gak lagi bohong sama gue kan Kai? Kalau lo butuh orang buat berbagi, lo bisa bagi itu ke gue Kai, jangan disimpan sendiri ya."

Kai tersenyum menatap kakaknya. Perlahan anak bungsu itu mengangguk lalu berujar, "Kak, lo tenang aja. Gue akan lari ke lo kalau gue butuh tempat untuk lari."

Entah kenapa perkataan Kai itu membuat Bian malah tidak tenang. Ia merasa adiknya semakin jauh, semakin tak tersentuh. Ia menjadi sedikit merasa bersalah karena merasa egois. Bian terus menyalahkan semua orang yang menjauh darinya tanpa sadar bahwa bukan hanya dia yang merasa terluka, bukan hanya dia yang perlu dirangkul.

Adiknya berubah, entah semenjak kapan bahkan Bian baru menyadarinya. Kai yang dulu adalah manusia yang suka bercerita, kini setiap kali ditanya perihal dirinya sendiri malah mencoba untuk menghindari topik itu. 

Tanpa ragu Bian langsung membawa Kai dalam rengkuhnya, membawa Kai ke dalam hangat yang mungkin saja sedang adiknya butuhkan. Dalam peluk itu, Bian berbisik pada adiknya, "Kai, gue kangen lo!"

Kai membiarkan Bian membawa dirinya pada ruang hangat itu. Ia membalas pelukan sang kakak sembari tersenyum hangat. Tentu saja Kai senang, karena Bian jarang atau lebih tepatnya tidak pernah berinisiatif memeluknya terlebih dahulu seperti ini. 

"Gue gak kemana-mana Kak Bian," ujar Kai sambil melepas pelukan Bian. 

"Kepada siapa Kai, kepada siapa lo naruh beban lo selama ini?" tanya Bian dengan tiba-tiba membuat Kai menjadi semakin bingung.

"Kak, lo kenapa sih? Lo lagi gak enak badan kah? Gue udah bilang, gue gak kenapa-napa. Kalau lo jadi kaya gini karena baca tulisan-tulisan gue, udah, jangan masuk kamar gue lagi."

"Enggak, bukan itu. Gue cuma ngerasa lo hebat Kai."

Bian akhirnya menyerah. Sepertinya mau bagaimanapun ia bertanya, Kai tidak akan memberikan jawaban dengan benar. Mungkin nanti, biar waktu yang perlahan memberikan gambaran jelas tentang semuanya. 

Tapi yang pasti, Tama harus tahu mengenai hal ini. Ia tidak bisa menyembunyikan hal sepenting ini dari ayahnya, terlebih ini mengenai adik bungsunya. 

Sekadar informasi, keluarga Tama tidak percaya tentang hal-hal yang berhubungan dengan mistis. Terutama tentang seseorang yang masih tinggal di bumi setelah kematian. Tentu saja hal yang mengganggu pikiran Bian tentang Kai berkaitan dengan keberadaan 'bunda' yang anak itu maksud. 

Bundanya sudah lama pergi, bahkan saat usia Kai masih kecil. Lantas, kepada siapa tulisan itu ditujukan, apalagi seolah-olah sosok itu hadir tidak hanya satu kali. Bian harus menyelidiki hal ini lebih dalam. Tentang wujud sebenarnya sosok 'bunda' yang Kai maksud dalam buku harian miliknya. 

.

.

.

See you next part ...

.

.

.

Haiii, semoga part ini bisa mengobati rindu kalian pada bintang-bintang kita ya hehe 💙

With love, Rusa
Utopia, 1 September 2023


Menjaga BintangWhere stories live. Discover now