Confession

8.6K 90 1
                                    

Di atas motor kami berdua terdiam seribu bahasa, peritiwa yang terjadi sebelumnya, membuat kami diliputi kecanggungan, laju motor juga kurasakan tidak seperti sebelumnya, Mas Anto melajukan motornya dengan kecepatan standar mungkin karena berhati-hati karena aspal jalanan juga terlihat basah bekas hujan.

Di suatu pertigaan yang ramai, aku melihat beberapa taksi blue bird sedang mangkal disana, aku tak ingin apa yang terjadi di roof top gedung tadi terulang kembali, saat ini hatiku benar-benar rapuh, dan aku takut pertahananku runtuh dan terjadi sesuatu hal yang akan aku sesali.

"Mas.." aku menepuk bahu Mas Anto, kepalanya memandang kebelakang, suaranya tak terlalu jelas terdengar, kemudian Mas Anto menepikan motornya, aku tetap duduk di belakangnya, Mas anto membuka kaca helmnya, "Ada apa Kak?" tanyanya dengan pandangan cemas.

Aku turun dari motornya, Mas anto sepertinya kebingungan, aku melepaskan helm yang kukenakan, "Mas sebaiknya aku pulang naik taksi saja, please jangan tanya kenapa ya.." Ujarku lirih, Oh Tuhan aku tahu aku membohongi suara hatiku sendiri, rasanya aku ingin tetap duduk di motor itu, memeluk pria ini seerat mungkin, dan membiarkan dia membawaku kemana saja..

Mas Anto tersenyum padaku, Ya Tuhan, aku sungguh terpesona dengan senyumnya itu, dalam penglihatanku lelaki didepanku ini sungguh menarik! "Baiklah kalau memang kakak ingin naik taksi, saya paham kondisinya, sebentar saya hampiri taksi-taksi disana." Aku termangu mendengar ucapannya itu, tanpa bertanya apapun dia mengikuti keinginanku.

Tak lama sebuah taksi berjalan di belakang motor Mas Anto, dan kemudian berhenti didepanku, Mas Anto membukakan pintu belakang untukku, "Silahkan naik kak, malam udah larut, lagian kayaknya hujan akan turun lagi."

Aku kemudian masuk ke Taksi, saat Mas Anto hendak menutup pintu, aku tahan dengan tanganku, kegenggam tangannya, "Terima kasih banyak ya mas." Ucapku lirih, Mas Anto hanya menjawab dengan senyumnya, "Pak tolong antar teman saya dengan selamat sampai ke rumahnya ya!" ucap Mas Anto pada Supir Taksi, pintu kemudian ditutup, Supir lalu melajukan taksi perlahan, ku memandang Mas Anto yang masih ditempatnya sambil melambaikan tangan, Duh kenapa tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang hilang, Aku terus memandangnya hingga sosoknya menghilang.

Mas Anto rupanya benar, tak berapa lama kemudian hujan gerimis mulai mengguyur kembali kota Jakarta, aku memandang butiran air yang terpercik di kaca jendela mobil, "apakah mas Anto kehujanan ya?" tak sadar aku memikirkan pria itu kembali, tapi aku yakin mas Anto akan berteduh, gak mungkin dia hujan-hujanan membawa motor.

Setengah jam kemudian taksi yang kutumpangi telah berhenti didepan rumahku, aku membayar sejumlah uang sesuai angka yang tertera di Argo, 69 ribu rupiah, "gak usah kembali pak, ambil saja, makasih ya pak." Ucapku padanya sambil memberikan selembar seratusan ribu, Bapak supir mengangguk-angguk mengucapkan terima kasih.

Hujan semakin lebat, aku berlari masuk setelah turun dari mobil, kukibaskan butiran air yang menempel di hijab dan pakaianku, aku memencet tombol kombinasi pintu rumahku, baru aku teringat kalau aku lupa membayar ongkos mas Anto. "Ya ampun aku malah lupa!" setelah masuk rumah, aku bergegas mencari hpku di tas, "Aduh hpku mati ternyata." Aku lalu memasang charger untuk mengisi baterei hpku.

Kulihat jam dinding di angka setengah sepuluh malam, pikiranku melayang kembali ke mas Adam, namun lekas aku hentikan bayanganku itu, aku tak ingin kembali menangis, aku memutuskan untuk mandi, mungkin setelah mandi tubuhku akan segar dan bisa berpikir jernih.

Di depan kaca wastafel, aku memandang tubuh telanjangku, kulit putih mulus yang sangat kujaga perawatannya, payudaraku yang masih montok, walau tidak besar, namun aku rasa masih bisa dibanggakan, lalu apa yang kurang dari diiriku sehingga suamiku menyukai perempuan lain?

Diary Seorang IstriOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz