Tiga Belas

3.2K 657 87
                                    

Sulit untukku bisa
Sangat sulit ku tak bisa
Memisahkan segala cinta dan benci yang kurasa

***

Dulu saat bersama Nata. Gibran tak tahu bagaimana caranya menyenangkan hati wanita itu. Yang dirinya tahu, ketertarikannya itulah cinta. Hingga pada saat ditinggal pergi. Ada jutaan bahkan ribuan penyesalan yang menghardiknya menjauh.

Sama halnya saat bersama Kila. Dirinya tak perlu menjadi siapapun. Karena di hadapan Kila, dirinya sudah tertelanjangi dengan sendirinya. Kila sudah mengerti dirinya. Itulah mengapa saat Kila memilih Januar. Gibran juga mendukungnya. Karena dia tahu mana yang terbaik buat Kila.

Namun, dengan Mikha. Gibran dipaksa untuk membuka mata. Mencermati wanita itu. Membuka kabut yang selalu menutupi wajah cerianya.

Dan Gibran tak tahu harus bersikap bagaimana dengan Mikha.

Tok tok tok...

Pintu terbuka. Dalam kondisi tak siap tiba-tiba bogem mentah melayang tepat pada wajahnya.

Shit! "Apaan sih lo! Masih aja cemburu sama gue."

Kila datang dari belakang berlari. "Kalau mau adu tinju itu di ring. Jangan di sini. Nggak dapet duit, cuma dapet bonyok," selorohnya membantu Gibran berdiri.

Memang cari mati. Begitu tatapan Kila yang ditujukan pada Gibran karena sepagi ini sudah bertandang ke apartemennya.

Januar masih berdiri di tempatnya. Napasnya memburu. Seperti ada luapan lahar panas yang siap dia semburkan.

"Sumpah. Gue nggak ada main sama Kila."

Januar mendengus. Seolah menyepelekan.

"Itu buat Mikha," ucap lelaki itu lantang dan jelas.

"Saya nggak tahu kamu lelaki atau bukan. Karena setahu saya lelaki sejati itu nggak pernah minta diperjuangkan seorang wanita. Harga diri laki-laki itu adalah perjuangan. Kalau kamu nggak mampu memperjuangkan wanita, saran saya lebih baik kamu kebiri," ujar Januar menohok.

"Kamu tahu, Mikha sekuat tenaga keluar dari zona nyamannya. Zona perlindungan keluarga. Datang bekerja di kantor itu hanya demi lelaki nggak punya ambisi seperti kamu.

"Dia bahkan harus berlagak seperti wanita pada umumnya supaya kamu nggak lari. Dan kamu seenaknya membuatnya menangis?

Satu pukulan kembali melayang ke pelipis lelaki itu, "kamu tahu sudah sekuat apa dirinya melawan semua, hanya demi kamu. Seorang pecundang?"

"Lo salah paham..." Desis Gibran menahan nyeri di seluruh bagian wajahnya.

"Jauhi Mikha!" titah Januar kembali. Kali ini dengan nada tegas.

Lelaki itu kemudian beranjak meninggalkan Kila dan Gibran terduduk di ruang tamu. "Lo sih cari mati. Untung cuma bonyok. Kalau sampai mati gimana? Gue nggak mau jadi bini narapidana, ya," oceh Kila.

"Diem deh. Gue kesini mau cari solusi malah dikasih hadiah sama laki lo," ujarnya. Meringis. Saat tangannya memegang bagian di samping bibirnya.

"Gue balik aja, daripada ntar cuma tinggal nama," pamitnya beranjak.

Tak jauh dari sana. Mikha terduduk sambil membekap mulutnya sendiri. Tak ingin tangisnya terdengar sampai depan.

Derap langkah Gibran terdengar menjauh. Meninggalkan dirinya. Seperti yang sudah dialaminya selama ini.

M O N O K R O MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang