28

1.8K 415 25
                                    

"Dan, emang bener Bang Gib mau kencan sama cewek di taman kota?" Masih dengan rasa penasaran yang memuncak, Mikha bertanya pada Ardan pada saat jam kantor.

"Kayaknya begitu, habis si bos bilang mau ke taman kota."

Agar tidak menganggu orang lain bekerja, Mikha menarik kursi mendekat, "terus si Bang Gib kemana sekarang?"

Mengedikan bahu, "mungkin ada meeting di luar kantor." Ardan masih terus saja fokus dengan pekerjaanya sampai tak sempat menoleh pada Mikha.

"Dan ..."

"Apaan?"

"Bang Gib ada cerita nggak sama lo? Apa gitu?" Ujarnya setengah berbisik.

"Si bos mana pernah cerita masalah percintaannya, cuma dulu pernah nanya lo sama si Aidil itu. Selebihnya nggak pernah. Si bos kan jaga image," jelas Ardan. Tahu ke mana arah dari pertanyaan Mikha. "Dan gue rasa progress pendekatan lo sama si bos udah melejit pesat. Kemarin aja lo di rangkul pas futsal."

"Sedikit lagi, Dan, tapi gue bikin ambyar lagi."

"Kenapa?" Gantian Ardan yang kepo.

"Adalah hehe ... Thanks buat infonya." Mikha kembali mendorong kursinya menjauh.

Hari ini terasa melelahkan. Dan lama. Padahal Mikha sudah berkutat dengan berkas sampai matanya perih tapi ternyata baru jam 3 sore.

Menatap ruangan Gibran ternyata lelaki itu belum kembali. Jadi, daripada kepalanya pening dan pekerjaannya tak kunjung selesai. Akhirnya Mikha memutuskan untuk memasukan ponsel dan kunci mobilnya ke dalam saku. Meninggalkan tasnya di sana.

"Gue mau nyari kopi dulu di bawah, ngantuk." Pamitnya.

Harusnya Mikha turun di lantai 3 jika memang membeli kopi adalah tujuannya namun dia bimbang. Akhirnya lift itu berhenti di basement. Kakinya melangkah keluar lift menuju parkiran.

Ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Membuatnya tak menentu. Hingga akhirnya Mikha memutuskan untuk memastikan segalanya.

Tentu saja mobil jazz berwarna kuning itu akan berhenti di taman kota. Karna sesuatu yang mengganggunya sedang di sana.

Turun dari mobil, Mikha berjalan mengitari taman perlahan. Mengenakan sendal jepit andalannya. Sedari berputar, dirinya tak menemu seseorang yang dicarinya.

Pasti Ardan hanya mengerjai dirinya. Iya pasti. Gibran tak mungkin kopi darat dengan wanita di taman kota. Seperti tidak ada tempat lain saja. Lagian lelaki itu sudah datang melamar dirinya. Jadi, tidak mungkin. Iya tidak mungkin.

Begitu mungkin kalimat penyemangat di kepala Mikha.

Hanya saja dari jarak dua meter dia melihat seorang lelaki duduk membelakangi dirinya. Mengenakan pakaian kerja seperti yang dilihatnya tadi pagi. Mikha membuang napas kasar.

Kaki itu mendekat. Memastikan apakah itu nyata atau hanya ilusinya semata.

"Bang Gib ..."

Seseorang yang dipanggilnya menoleh dan berdiri. Mencelos hati Mikha, ternyata perkataan Ardan betul adanya. Gibran berada di taman kota bersama bucket bunga yang besarnya hampir setengah dari kursi taman.

"Ngapain jam kerja malah di sini?"

"Tadi gue ada meeting di luar, karena udah selesai dan jamnya tanggung jadi gue langsung ke sini."

"Demi kencan buta sama cewek?"

Lelaki itu tak menjawab. Membuat emosi Mikha naik sampai ubun-ubun. Menatap Gibran lama. Begitupun lelaki itu, ganti menatapnya.

M O N O K R O MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang