29

2.9K 434 35
                                    

Tenang. Cerita ini mainstream dan konfliknya yaaa riak2 saja wkwk sebagai hiburan. Semoga tetap bisa dinikmati. Mamak sedang malas banyak mikir, nanti kelamaan mikit malah gak jd nulis2 wkwk

Happy reading.

***

"Kenapa dulu lo setuju buat nikah sama Januar?"

Kila menyeruput lemon tea yang dipesannya, "lah kenapa gue harus nggak setuju nikah sama Januar?"

Kampret. Bukan itu yang ingin Gibran dengar. Harusnya dari awal dirinya tahu jika meminta pendapat pada Kila sama dengan mencari jalan berkelok. Bahkan buntu.

Belum lagi, Gibran lupa jika percintaan Kila tak petnah mulus. Kila hanya beruntung karena Januar mencintai dirinya di luar logika.

Tahu tak akan mendapatkan pencerahan. Gibran memilih menyantap steak di hadapannya.

"Kenapa lo nanya beginian?"

"Kemarin gue datang ke rumah Pak Wibisana berniat melamar si Mikha. Tapi si Mikha malah nyuruh gue nunggu dia siap.   Gue bingung."

Jika tidak ingat bahwa makanan yang berada di mulutnya ini harganya mahal. Kila mungkin akan memuntahkannya karena terkejut.

"Apa lo bilang?"

"Nggak ada siaran ulang."

"Lo ngomong kalau mau ngelamar dia?"

Sembari menyeruput minumnya. Gibran menggeleng. Ingin hati dipuji Mikha karena sudah bergerak sejauh ini. Nyatanya gadis itu malah memintanya putar balik.

"Lagian lo ngelamar Mikha tapi nggak minta persetujuan dulu sama yang punya nama. Menikah itu nggak segampang kelihatannya, Bran. Apalagi bagi kami para perempuan.

"Kita di tuntut bisa menjaga badan tetap oke. Makanan tersedia. Pintar beberes rumah, ditambah kudu pintar cari cuan."

"Lo begitu?"

Kila menggeleng, "Januar tak pernah menuntut apapun. Tapi kami tetap punya aturan dalam rumah tangga. Ditambah kalau udah hamil. Udah badan melar eh masih teler kaya gue gini.

"Lagi pula Mikha kayaknya trauma sama Papanya sendiri. Secara keluarganya berantakan dan itu ada di depan matanya sendiri, Bran."

"Terus gue harus apa?"

"Ya tungguin aja sampai Mikha beneran yakin mau nikah sama lo."

"Bisa keburu bangkotan gue kalau nunggu si Mikha siap."

Kila trrbahak. "Ya lo, bocah di pacarin. Lagian kurang beruntung apa sih lo, cowok diperjuangkan sama cewek. Gue sih kalau jadi Mikha, ogah bener." 

Gibran tahu.

"Dulu Januar memilih pergi biar gue kehilangan. Lalu gue mengiyakan gitu aja karena udah hampir gila. You know what, yang terjadi waktu itu."

Harusnya Gibran tahu seberapa beruntungnya dirinya sebagai seorang lelaki. Tangannya terjulur membenarkan letak rambut yang menutupi wajah Mikha. Gadis itu tertidur di mobilnya. Mungkin kelelahan karena menangis sesore tadi.

Entah sudah berapa liter air mata yang Mikha tumpahkan untuk dirinya.

Gibran mendekat. Menatap wajah itu lama. Lamat-lamat Gibran melihat gurat lelah di wajahnya. Lelah karena kebodohannya memilih memberi jeda beberapa hari ini.  Aselinya, Gibran juga tersiksa.

"Mikh ..." Ucapnya pelan. Tak ingin Mikha pening karena bangun terkaget.

Gadis itu nampak ngulet. Meregangkan otot tangannya. Kemudian membuka mata. Yang pertama di lihatnya adalah Gibran. Senyumnya terukir.

M O N O K R O MWhere stories live. Discover now