27

1.7K 377 19
                                    

Tetep ya, jangan lupa vote sama komen xD

Buat yang tadi udah baca sekilas. Boleh dilanjutkan lagi setengahnya hehe

***

"Non..." Ketukan di pintu kamarnya membuat si empunya kamar terbangun. "Non Mikha ..."

Mikha berjalan linglung, nyawanya belum penuh seutuhnya. Membuka pintu, dirinya menemukan Suti berdiri dengan napas sedikit ngos-ngosan.

"Ada apa sih, Mbak?"

"Itu, di bawah ada si Abang ganteng."

Informasi dari Suti membuat separuh nyawanya yang masih berterbangan seketika tertancap. Mikha jelas siapa tahu yang dimaksud Suti.

Tanpa mengecek penampilannya. Mikha berjalan menuruni anak tangga tanpa alas kaki.

"Saya hanya meminta kamu bertamu, bukan untuk meminang anak saya."

Gibran masih duduk di kursi tamu. Berhadapan dengan Wibisana. Mendengar derap langkah makin mendekat, Wibisana menoleh. Begitupun dengan Gibran.

Mikha pun tak kalah terkejut mendengar penyataan dari Wibisana barusan. Gibran meminangnya? Melamarnya?

Bukannya mendekat. Mikha malah terdiam di sana. Masih dengan piyama pendek bergambar minions. Menatap Gibran tak percaya.

"Memang apa yang sudah kamu punya sampai yakin untuk menjadikan Mikha sebagai pendampingmu?" Wibisana kembali menatap Gibran. "Saya selalu memberikan sesuatu yang terbaik untuk Mikha. Segala yang nomer satu sudah saya persembahkan untuk Mikha."

Tarikan napas itu terdengar Wibisana.

"Saya mungkin belum mampu memberikan seperti yang Anda berikan untuk Mikha. Tapi saja jamin, Mikha tetap akan mendapatkan makan cukup, pakaian layak, rumah yang pantas juga kendaraan semestinya."

Wibisana nampak meremehkan, "dengan apa kamu menjamin anak saya aman dengan kamu?"

Gibran menegapkan tubuhnya, "dengan diri saya sendiri sebagai jaminannya," ucap Gibran percaya diri.

"Baik. Akan saya pertimbangkan itikad  baik mu hari ini," ucap Wibisana sebelum beranjak dari tempat duduknya.

Mikha mendekat. Tergesa, menarik tangan lelaki itu keluar menuju teras. Berhenti di samping pilar tinggi nan kokoh milik keluarga Wibisana, "kenapa Abang nggak minta persetujuan Mikha kalau mau ke sini melamar Mikha?"

Dari raut wajahnya yang memerah, sepertinya Mikha tengah menahan amarah. "Kenapa memang?"

"Harusnya Bang Gib tanya dulu Mikha mau nikah sekarang atau enggak..." Ujarnya, kali ini nada suaranya terdengar lebih tinggi.

Memicingkan mata, Gibran menatap Mikha lebih tajam, "bukannya dari dulu lo yang selalu ngajak nikah? Kenapa sekarang malah begini?"

Mikha nampak menunduk, memainkan kakinya di lantai marmer, membentuk pola abstrak, "karena dulu Mikha yakin kalau Bang Gib pasti akan menjawab tidak."

Gibran membuang napas kasar, "lalu bagaimana sekarang saat gue udah yakin lo malah menolak?"

Mikha maju selangkah, "bagaimana kalau kita penjajakan dulu, biar makin yakin untuk menjalani jenjang yang lebih serius."

Gibran mundur selangkah. Kembai memberi jarak di antara mereka, "Maksud lo pacaran seperti anak muda seusia lo?"

Anggukan dua kali itu nampak ringan, "Mikha baru 24 tahun, Bang. Membayangkan sebuah hubungan yang sakral rasanya Mikha belum sanggup."

"Kalau begitu lo salah kalau sejak awal lo mengatakan kita jodoh. Kayaknya persepsi kita soal hubungan memang berbeda, Mikh."

Mikha menggenggam lengan Gibran yang hari ini mengenekan kemeja pendek ditambah celana chino berwarna hitam. Saking terkejut dengan kejadian pagi ini, Mikha sampai tak sempat menganggumi ketampanan lelaki itu. "Beri Mikha waktu sampai Mikha yakin buat menikah sama Bang Gib," pintanya lirih.

M O N O K R O MWhere stories live. Discover now