Empat

13.5K 2.6K 449
                                    

Mikha mengembuskan napas lega ketika menemukan Gibran berjalan menuju lobby kantor. Sudah hampir  setengah jam dirinya menunggu kedatangan lelaki itu. "Pagi, Bang Gib," sapa Mikha hangat ditambah dengan senyuman lebarnya.

Gibran tak bergeming memilih tetap fokus pada langkahnya. Pagi ini Gibran nampak segar mengenakan kemeja pendek dipadukan dengan celana chinos berwarna krem. Ditambah dengan harumnya yang khas.

Tak salah jika saat dirinya masuk ke dalam lift, ada saja wanita yang mencuri lirik pada Gibran. Beberapa bahkan berani menyapa Gibran.  Membuat Mikha yang berdiri di sebelahnya mendengus sebal.

Susah memang kalau populasi lelaki di dunia ini makin menipis, sementara perempuan makin bertebaran... Herannya, masih lelaki menyukai sesama jenis. Apa mereka masih menganut pedoman sesama lebih murah?

Mikha sendiri makin merapat pada Gibran saat lift makin terisi banyak orang. Bibirnya tak hentinya mengulum senyum karena Gibran tak menepis tangannya yang kadang menjadikan celananya sebagai pegangan saat kaget lift bergerak.

"Bang Gib, kenapa chat Mikha pending terus dari semalem?" Mikha bersuara, berusaha menunjukan pada khalayak bahwa Mikha sudah ada bersama Gibran.

Gibran melirik sekilas, "hape gue ketinggalan di mobil," jelasnya tak mau panjang lebar.

Mikha mendengus tak habis pikir. Masih ada orang yang bisa berdiam beberapa jam tanpa memegang ponsel. Padahal dirinya saja tak sanggup sejam saja tanpa ponsel padahal tidak ada pesan atau telepon untuknya.

Melihat pantulan dirinya di dinding lift, Mikha merasa tampilannya hari ini tak begitu buruk. Celana hitam skinny dipadu padankan dengan blouse berwarna salem. Belum lagi dengan make up tipis yang membuatnya terlihat lebih fresh. Mikha saja menyadari beberapa wanita di belakangnya menelitinya dari atas hingga bawah. Namun mengapa Gibran bahkan menatapnya pun tidak.

Padahal semalam Gibran sudah memberi sinyal baik tapi pagi ini sudah berkabut lagi. Mikha memanyunkan bibirnya, bagaimana bisa dirinya menjadi pasangan Gibran di pelaminan, kalau Gibran saja bersikap seperti perempuan mau PMS, kadang naik kadang turun.

"Lo nggak mau keluar?" pertanyaan Gibran membuyarkan lamunan Mikha. Lelaki itu sudah berdiri di luar lift sementara Mikha masih berdesakan dengan beberapa orang di dalam.

Mikha hendak beranjak saat mesin kotak itu mengeluarkan suara TING dan pintu sudah tertutup.

Sial. Artinya Mikha tak bisa berjalan bersandingan Gibran masuk ke dalam ruangan.

Di lantai atas, Mikha keluar. Menunggu lift turun yang tak kunjung datang sementara jam sudah menunjukan pukul tujuh kurang lima menit.

Memutar bola mata. Mikha berjalan menuju tangga darurat. Dalam hati terus menggerutu. Bagaimana tidak, Mikha sudah mempersiapkan tampilan yang sedap dipandang mata, tapi pupus karena harus turun tangga.

Tiba di kubikel, belum juga Mikha mendudukan tubuhnya.

"Mikh, lo dicariin Bu Rinda tadi. Dari ekspresinya udah kaya mau nelen lo hidup-hidup," ucap Ardan yang duduk di sebelah kubikel Mikha, "lagian kok bisa sih lo telat pas ada meeting pagi begini?" tambahnya, membuat Mikha makin tak karuan.

"Lo habis ngapain, Mikh? Kerja rodi? Sampe mandi keringet gini," imbuh Nana.

"Gue habis cardio, naik turun tangga," jawab Mikha merapikan berkas yang hendak dipresentasikannya.

Belum juga seminggu bekerja, Mikha hampir setiap hari terkena omelan atasannya itu. Bahkan saat ini Mikha sudah menyiapkan telinga untuk mendengarkan kultum pagi dari Rinda.

M O N O K R O MWhere stories live. Discover now