#45

50 27 200
                                    

"Ra,, kenapa kau diam saja?"ucap Septian.

"Tidak, aku baik baik saja."jawab Rara lantas tersenyum.

"Kau sepertinya ada masalah, ayo ceritakan kepadaku."

Rara menoleh menatap Septian.

"Kenapa kau setiap hari terus bersamaku? Apa tidak ada pekerjaan yang lain?"

"Kau tidak nyaman dengan kehadiranku?"

"Tentu saja, aku merasa tidak nyaman. Lihatlah orang orang menatap kita setiap hari mengelilingi kebun teh berdua, apa kau tidak menyadarinya?"

"Ra, please. Mereka hanya melihat kita, apa salahnya?"

"Aku tidak nyaman Sep."jawab Rara lalu berjalan mendahului Septian.

"Tunggu!"

Rara tetap berjalan tanpa menoleh ke arah Septian.

"Berhenti mengikutiku!"teriak Rara.

"Aku tidak mengikutimu!"jawab Septian.

Rara seketika menghentikan langkahnya.

"Benarkah? Dia berhenti?"gumamnya pelan lalu membalikkan badannya.

Buggh...

"Awww!"pekik Rara setelah menabrak dada bidang Septian.

"Kenapa kau berdiri disini!"ucap Rara sebal.

"Lalu kenapa kau membalikkan badanku begitu saja?"jawab Septian.

"Kau menyalahkanku?"

"Tentu saja."

"Baiklah."jawab Rara lalu berlalu meninggalkan Septian begitu saja.

"Dia begitu menggemaskan."gumam Septian lalu berjalan mengikuti perginya Rara.

-----

Rara menghembuskan napas kasar setelah menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang.

"Siapa yang salalu datang dipikiranku?"gumamnya sambil menatap langit-langit kamarnya.

"Apa yang menyebabkan aku amnesia beberapa bulan lalu?"

"Hampir 5 bulan aku menjadi sosok Rara yang tidak tahu arah. Lantas siapa aku sebenarnya?"

"Siapa nama Clarissa  yang sering muncul di pikiranku akhir akhir ini? Apa aku Clarissa?"

"Aku rasa tidak baik untuk terus terusan hidup tanpa arah seperti ini." gumam Rara lalu membangunkan badannya.

"Raraaa."panggil Bu Jamila dari pintu kamar.

"Ibu?"

"Ayo makan siang, semua sudah menunggu."

"Baiklah."

Rara berjalan beriringan bersama Jamila menuju meja makan.

"Septian disini?"ucap Rara

"Kenapa?"tanya Jamila sambil menatap wajah anak angkatnya.

Rara menggeleng lantas tersenyum kaku.

A few minutes later...

"Lama tidak menyantap tuna bakar bersama ayah dan ibu."ucap Septian disela sela makan.

"Kau merindukan kami?"tanya Arman.

"Tentu saja, bagaimana aku tidak merindukan kalian. Aku tinggal di Jakarta sendirian dan sangat kesepian."jawab Septian.

"Kau tinggal di Jakarta?"sahut Rara tiba tiba.

Something worthwhile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang